|
|
detikcom 7 Mei 2001. detikcom - Jakarta, Hartono Mardjono, selaku kuasa hukum Panglima Laskar Jihad ahlusunnah wal jamaah Ja'far Umar Thalib, menilai ada keganjilan dalam penangkapan yang dilakukan polisi terhadap Ja'far. Hal ini dikatakan Hartono yang juga menjabat sebagai anggota Komisi II DPR itu di depan ratusan jamaah ahlusunnah wal jamaah di masjid Al-Furqon di kawasan Kramat, Jakarta, Senin (7/5/2001). "Masyarakat harus berpikiran tenang tentang penahanan itu. Saya ingin memberikan pandangan hukum atas penahanan tersebut. Kalau melihat kronologis kejadian dan surat perintah penangkapan itu ada keganjilan,” kata Hartono. Karena, Lanjut dia, Ja'far sebelumnya tidak pernah diperiksa baik sebagai saksi atau sebagai apapun dan Ja’far juga belum pernah menerima surat panggilan dari polisi. "Alasan polisi yang mengatakan sudah dua kali mengirim surat juga aneh. Sebab, antara surat pertama dengan kedua cuma selang satu hari. Padahal, paling tidak butuh enam hari,” kata Hartono. Jadi, lanjut dia, mustahil kalau polisi sudah memanggil dua kali. Mudah-mudahan polisi menyadari hal itu. Sebab kalau tidak, polisi sudah melakukan kebohongan publik dan penahanan itu tidak sah. Kemudian, tutur Hartono, kualifikasi perbuatan yang dituduhkan yaitu menyebarkan permusuhan antar golongan dan pembunuhan itu tidak pas. Karena kejadian itu bermula dari adanya anggota laskar yang berbuat zinah dan minta dihukum sesuai syariah Islam, yaitu hukum rajam. "Ada orang yang minta dihukum sesuai hukum Islam dan keyakinannya sesuai dengan UUD 45 pasal 29 ayat 2. Saya kurang mengerti, kenapa harus diadili dengan ketentuan hukum milik kolonial. Marilah kita ajak polisi untuk konsisten,” tukas Hartono. Kalau ini terjadi, lanjut dia, mungkin akan banyak orang yang dihukum. Contohnya, kenapa orang yang menjalankan hukum Islam seperti khitan (sunat) tidak ditangkap. "Jadi, penangkapan dan penahanan Ja'far bukan persoalan hukum, tapi karena yang bersangkutan ingin menjalankan syariah Islam. Kalau hari ini Ja'far dikeluarkan, maka umat Islam akan memaafkan Kapolri. Kalau tidak, ini lampu kuning buat Kapolri,” ancam Hartono. (sss)
|