Perkumpulan Padumuttara

Berdasarkan Statuten Besluit pemerintah kolonial Hindia Belanda tanggal 6 Januari 1912 no.28 di Tangerang berdiri sebuah organisasi masyarakat keturunan Tionghoa yang diberi nama 'Perkoempoelan Boen Tek Bio'. Tujuan didirikannya perkumpulan tersebut yang pertama adalah mengurus Kelenteng Boen Tek Bio seperti mengurus persembahyangan, merawat dan memperbaiki bangunan disekitar komplek, menyalurkan dana-dana yang berasal dari para dermawan. Yang kedua mendirikan dan mengurus tanah yang kemudian dikenal dengan nama Tanah Cepe, Tanah Gocap dan Tanah Perei (tanah gratis) yang diberikan secara cuma-cuma bagi warga yang tidak mampu mengurus pemakaman, dari mulai petinya sampai tanahnya. Sebagai ketuanya yang pertama adalah Souw Sian Tjiang, yaitu tuan tanah Kramat, wakilnya Tan Nay Toen.

Sejak RI berdiri Statuten> tahun 1912 kemudian diperbaharui dan disahkan oleh Menteri Kehakiman RI tanggal 14 Februari tahun 1950 No.JA. 5 2/3/24. Tujuan dari berdirinya perkumpulan hampir sama dengan Statuten tahun 1912, hanya ada tambahan yang dirasa cukup penting oleh para pengurus adalah masalah pendidikan. Sejak awal para pengurus sudah sadar bahwa Boen Tek Bio adalah tempat ibadah milik masyarakat Tangerang. Oleh karena itu, bentuk organisasi yang dipakai dari semenjak Statuten pertama sampai Statuten 1950 adalah Perkumpulan bukan yayasan yang merupakan milik perorangan.

Situasi politik tahun 1950-an sampai jatuhnya orde lama, memaksa sebagaian pengurus Boen Tek Bio terlibat politik praktis yaitu dengan masuk partai Baperki. Setelah peristiwa G 30 S/PKI, perkum pulan memasuki masa yang sulit. Nama Boen Tek Bio pun harus menyesuaikan diri dengan keinginan pemerintah dan ganti nama menjadi perkumpulan Padumuttara. Trauma G 30 S/PKI menyebabkan para pengurus mengambil sikap untuk kembali keasal tujuan berdirinya perkumpulan ini yaitu hanya mengurus masalah yang berkaitan dengan masalah agama dan sosial. Cita-cita para pengurus untuk kaderisasi di era orde baru baru terwujud setelah pemerintah secara berturut-turut memberikan izin pendirian sekolah Setia Bakti pada tahun 1973 dan Perguruan Budhi pada tahun 1974. Pengurus perkumpulan Padumuttara yang terlibat masalah pendidikan pada masa awal pembentukan kedua sekolah tersebut antara lain adalah Tirta Hirawan, Kawinata Halimi Lim Tjeng Sun, Sudhanta Halim, Oey Yan Kim yang kelak menjadi bhikkhu dengan nama Bhikkhu Sukhemo. Dari dua sekolah tersebut, tahun 1985 jumlah muridnya sudah mencapai 1800 siswa.

Atas imbauan Bhikkhu Girirakhito Maha Thera bahwa di Indonesia belum ada satupun sekolah tinggi yang bernafaskan Buddhis, para pengurus dengan cepat tanggap kemudian mendirikan satu sekolah tinggi yang diberi nama Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Budhi (STIE Budhi).