|
|
Masariku Report 120 - Provided By Masariku Network & The Suffering Church
Laporan 22 November 2000 Kesaksian Bapak Eddy Ferman, Pada tanggal, 30 Januari 2000 hari Minggu pagi pukul 08.00 kami beribadah, sekitar 1,5 jam kami beribadah. Setelah ibadah Ibu Pendeta Dias memberikan pengarahan kepada Jemaat sehubungan dengan situasi yang tidak kondusif dan meresahkan jemaat. Belum sampai 5 menit kami keluar gereja, gabungan aparat keamanan dari KORAMIL dan POLSEK TEHORU bersama laskar Jihad datang melakukan serangan dan melepaskan tembakan gencar ke arah jemaat, sehingga menyebabkan 3 orang meninggal dunia yaitu: 1. Bapak Hendrik Manaha (60 thn) Sebelumnya mereka telah membunuh satu orang anak jemaat yang sedang melaut (memancing ikan). Aparat Koramil yang menyerang saya kenal betul, karena pada waktu Pak Benny Tandiola menjadi DANRAMIL TEHORU anggota koramil tersebut setiap hari turun ke desa kami di Hatumete dan selalu tinggal dirumah saya mereka makan, minum dan lain-lain. Mereka yang menyerang kami antara lain: 1. Serma TNI Soekardi Sementara dua orang anggota Polsek namanya tidak saya ingat tapi satu anggota Polsek Tehoru berpangkat Sertu, orang Jawa dan satu anggota Polsek Werenama berpangkat Serda, orang Bugis anak mantu kepala desa Moso. Pada waktu penyerangan, kami pantau dari HT, yang memegang Komando adalah camat Tehoru - Drs. Tualeka. Komunikasi mereka yang terpantau antara lain : "Sudah ada bantuan, cepat - cepat kami sudah kirimkan bantuan; kami sudah kirimkan bantuan ke Yaputih, sebentar akan ada penyerangan ke Saunulu, serangan fajar tidak perlu massa banyak karena aparat cukup banyak. (Massa sipil tidak perlu banyak karena aparat keamanan yang ikut menyerang cukup banyak.)" Mereka juga menggunakan beberapa istilah antara lain : Kuda Putih, Raja gila dan lain-lain. Kami sebenarnya sudah mengetahui rencana penyerangan mereka melalui HT. Bahwa mereka
akan melakukan serangan fajar, bahkan saya sempat bertengkar dengan Ibu Pendeta Dias,
karena mempercayai omongan yang terdengar di HT tersebut padahal itu hanyalah siasat untuk
mengelabui kami. Walaupun kami mengetahui akan ada serangan fajar pada Minggu itu namun kami tetap bertahan dan melakukan Ibadah sebagaimana biasanya karena ada jaminan keamanan dari Bapak Wirata, WADANDIM MASOHI. Namun ternayata aparat keamanan bukannya melindungi kami, justru memimpin laskar jihad menyerang kami. Aparat dari Koramil dan Polsek melepaskan tembakan dan saudara Hanok Tuturumla yang berada di samping saya tertembak namun mereka tidak menembak saya. Kami di serang dari tiga arah yaitu dari arah tengah, darat dan laut. Mereka datang dengan menggunakan dua Speedboat, satu perahu motor ikan, satu perahu motor jaring bobo (purse seine) sedangkan di darat adalah gabungan aparat keamanan dan lasykar Jihad mengepung kami. Tidak ada perlawanan berarti dari warga Kristen sehingga seluruh pemukiman berhasil di bumi hanguskan setelah harta benda di jarah (para penyerang wanita khusus menjarah). Akhirnya warga Kristen lari berpencar untuk menyelamatkan diri, tidak mungkin kami mencari perlindungan ke petugas keamanan karena justru merekalah yang memimpin pasukan jihad untuk membunuhi kami. Kami lari ke hutan sampai bulan Maret 2000 lalu berpencar. Sebagian pengungsi lari ke desa
Manusela, setelah merasa aman lalu turun ke desa Hatu. Jarak antara desa Hatu dan Hatumete
sekitar dua kilometer. Sebagian mengungsi ke Maluku Tenggara dan sebagian ke Seram Utara
dan lain-lain. Desa Hatu adalah desa yang di huni mayoritas warga Kristen dan tidak mendapat serangan sehingga warga Kristen dari desa Hatumete mengungsi ke desa ini namun keamanan dan ketenangan hidup yang mereka harapkan ternyata tidak ada di desa ini. Saudara Polly Walalayo adalah warga desa / jemaat GPM Hatu yang ingin menjadi kepala desa namun tidak terpilih. Ia memanfaatkan kerusuhan ini untuk menjadi Tokoh dengan cara masuk Islam dan menjalin kerjasama dengan warga Islam. Ia melakukan perjanjian dan kerjasama dengan Ketua MUI di Masohi (Ibu kota Kabupaten Maluku Tengah). Ia mengatakan bahwa sudah 75% warga Kristen Hatu bersedia masuk Islam (ada sekitar 700 warga Kristen didesa ini) dan untuk itu Ia memberi ijin kepada warga muslim untuk melakukan usaha dagang di desa Hatu. Seluruh warga desa Hatu harus tunduk padanya.Ia ingin menunjukkan bahwa dirinyalah yang berkuasa didaerah itu, ia menguasai dan mendominasi segala sesuatu sehingga kekuasaan rajapun di sepelekan. Kebetulan raja sendiri dalam kondisi sakit lumpuh dan tidak berada di tempat. Bantuan International seperti dari LSM Perancis ACF (Action Contre Fam) dan bantuan yang di usahakan oleh warga Kristen dari Ambon, diambil dan di kuasai oleh saudara Polly sehingga kehidupan umat Kristen di desa ini sangat memprihatinkan. Warga muslim yang diberi ijin oleh saudara Polly untuk berdagang di desa Hatu berasal dari desa muslim Tehoru, mereka terdiri dari orang-orang Pelauw dan Kailolo (berasal dari Kecamatan Haruku di P. Haruku- Saparua desa ini di kenal sebagai salah satu markas Jihad). Dari desa inilah mereka selalu dikirim kemana-mana untuk melakukan penyerangan termasuk ke Ambon. Warga Kristen yang mau menjual hasil bumi seperti cengkeh, harus menjualnya kepada saudara Polly dan para pedagang Islam tersebut. Cengkeh yang berada di Tehoru dan Werinama hanya ada di desa - desa Kristen dan tidak ada di desa-desa Muslim, sehingga pada musim cengkeh mereka semua berduyun-duyun ke desa Kristen yang sudah di bumi hanguskan menjarah hasilnya setelah itu menebang pohonnya. Begitu juga dengan pala, cokelat dan lain-lain, setelah mengambil buahnya mereka menebang pohonnya. Warga Muslim yang menjarah tersebut berasal dari desa Moso, Sirisori Islam, Kailolo, Pelauw, Laimu, Welu, Angus dan lain-lain. Saat ini yang bertugas di desa ini adalah kesatuan dari batalyon 623. Karena keadaan demikian
yang sangat menekan dan meresahkan kami maka kami putuskan untuk keluar dari desa Hatu.
Pada awal bulan Nopember yang lalu telah di evakuasi sekitar 250 jemaat ke Masohi dengan
menggunakan angkutan laut, perahu motor milik jemaat GPM Noloth, klasis GPM. PP. Lease -
Saparua. Provided By Masariku Network & The Suffering Church Received via email from: Peter by way of PJS
|