The Cross
Under the Cross

English
Indonesian
Search
Archives
Photos
Maps
Ambon Info
Statistics
Links
HTML pages
designed &
maintained by
Alifuru67

Copyright ©
1999/2000 -
1364283024 &
1367286044

 

AMBON Berdarah On-Line
About Us

 

Refferal

Feedback

Pattimura

  References

 

  Want to Help?

Masariku Report 120 - Provided By Masariku Network & The Suffering Church

Kronologis penyerangan ke desa Hatumete dan laporan situasi warga Kristen saat ini di desa Hatu.

Laporan 22 November 2000

Kesaksian Bapak Eddy Ferman,
Jemaat GPM Hatumete yang mengungsi ke desa Hatu

Pada tanggal, 30 Januari 2000 hari Minggu pagi pukul 08.00 kami beribadah, sekitar 1,5 jam kami beribadah. Setelah ibadah Ibu Pendeta Dias memberikan pengarahan kepada Jemaat sehubungan dengan situasi yang tidak kondusif dan meresahkan jemaat. Belum sampai 5 menit kami keluar gereja, gabungan aparat keamanan dari KORAMIL dan POLSEK TEHORU bersama laskar Jihad datang melakukan serangan dan melepaskan tembakan gencar ke arah jemaat, sehingga menyebabkan 3 orang meninggal dunia yaitu:

    1. Bapak Hendrik Manaha (60 thn)
    2. Bapak Habel Eliata (70thn)
    3. Bapak Alfaris Falaklely (45thn)

Sebelumnya mereka telah membunuh satu orang anak jemaat yang sedang melaut (memancing ikan). Aparat Koramil yang menyerang saya kenal betul, karena pada waktu Pak Benny Tandiola menjadi DANRAMIL TEHORU anggota koramil tersebut setiap hari turun ke desa kami di Hatumete dan selalu tinggal dirumah saya mereka makan, minum dan lain-lain.

Mereka yang menyerang kami antara lain:

    1. Serma TNI Soekardi
    2. Sertu TNI Lakarisa
    3. Sertu TNI Salampessy
    4. Serka TNI Tutupoho
    5. Serda TNI Haraci

Sementara dua orang anggota Polsek namanya tidak saya ingat tapi satu anggota Polsek Tehoru berpangkat Sertu, orang Jawa dan satu anggota Polsek Werenama berpangkat Serda, orang Bugis anak mantu kepala desa Moso.

Pada waktu penyerangan, kami pantau dari HT, yang memegang Komando adalah camat Tehoru - Drs. Tualeka. Komunikasi mereka yang terpantau antara lain : "Sudah ada bantuan, cepat - cepat kami sudah kirimkan bantuan; kami sudah kirimkan bantuan ke Yaputih, sebentar akan ada penyerangan ke Saunulu, serangan fajar tidak perlu massa banyak karena aparat cukup banyak. (Massa sipil tidak perlu banyak karena aparat keamanan yang ikut menyerang cukup banyak.)"

Mereka juga menggunakan beberapa istilah antara lain : Kuda Putih, Raja gila dan lain-lain.

Kami sebenarnya sudah mengetahui rencana penyerangan mereka melalui HT. Bahwa mereka akan melakukan serangan fajar, bahkan saya sempat bertengkar dengan Ibu Pendeta Dias, karena mempercayai omongan yang terdengar di HT tersebut padahal itu hanyalah siasat untuk mengelabui kami.

Dari HT kami dengar Camat katakan massa sudah berkumpul di air Wailoa tapi saya katakan pada Ibu Pendeta bahwa tidak mungkin mereka di air Wailoa karena air Wailoa itu berada di desa Laimu jauh dari desa Hatumete, apalagi kampung yang di atas sudah habis yang masih ada hanyalah kampung kami sendiri. Mereka katakan mereka ada di air Wailoa padahal sebenarnya mereka sudah berada di air Mika, sumber mata air di kampung kami sendiri.

Walaupun kami mengetahui akan ada serangan fajar pada Minggu itu namun kami tetap bertahan dan melakukan Ibadah sebagaimana biasanya karena ada jaminan keamanan dari Bapak Wirata, WADANDIM MASOHI.

Namun ternayata aparat keamanan bukannya melindungi kami, justru memimpin laskar jihad menyerang kami. Aparat dari Koramil dan Polsek melepaskan tembakan dan saudara Hanok Tuturumla yang berada di samping saya tertembak namun mereka tidak menembak saya.

Kami di serang dari tiga arah yaitu dari arah tengah, darat dan laut. Mereka datang dengan menggunakan dua Speedboat, satu perahu motor ikan, satu perahu motor jaring bobo (purse seine) sedangkan di darat adalah gabungan aparat keamanan dan lasykar Jihad mengepung kami.

Tidak ada perlawanan berarti dari warga Kristen sehingga seluruh pemukiman berhasil di bumi hanguskan setelah harta benda di jarah (para penyerang wanita khusus menjarah). Akhirnya warga Kristen lari berpencar untuk menyelamatkan diri, tidak mungkin kami mencari perlindungan ke petugas keamanan karena justru merekalah yang memimpin pasukan jihad untuk membunuhi kami.

Kami lari ke hutan sampai bulan Maret 2000 lalu berpencar. Sebagian pengungsi lari ke desa Manusela, setelah merasa aman lalu turun ke desa Hatu. Jarak antara desa Hatu dan Hatumete sekitar dua kilometer. Sebagian mengungsi ke Maluku Tenggara dan sebagian ke Seram Utara dan lain-lain.



SITUASI DAN KONDISI WARGA KRISTEN DI DESA HATU
Saparua, 22 Nopember 2000

Desa Hatu adalah desa yang di huni mayoritas warga Kristen dan tidak mendapat serangan sehingga warga Kristen dari desa Hatumete mengungsi ke desa ini namun keamanan dan ketenangan hidup yang mereka harapkan ternyata tidak ada di desa ini.

Saudara Polly Walalayo adalah warga desa / jemaat GPM Hatu yang ingin menjadi kepala desa namun tidak terpilih. Ia memanfaatkan kerusuhan ini untuk menjadi Tokoh dengan cara masuk Islam dan menjalin kerjasama dengan warga Islam.

Ia melakukan perjanjian dan kerjasama dengan Ketua MUI di Masohi (Ibu kota Kabupaten Maluku Tengah). Ia mengatakan bahwa sudah 75% warga Kristen Hatu bersedia masuk Islam (ada sekitar 700 warga Kristen didesa ini) dan untuk itu Ia memberi ijin kepada warga muslim untuk melakukan usaha dagang di desa Hatu. Seluruh warga desa Hatu harus tunduk padanya.Ia ingin menunjukkan bahwa dirinyalah yang berkuasa didaerah itu, ia menguasai dan mendominasi segala sesuatu sehingga kekuasaan rajapun di sepelekan. Kebetulan raja sendiri dalam kondisi sakit lumpuh dan tidak berada di tempat.

Bantuan International seperti dari LSM Perancis ACF (Action Contre Fam) dan bantuan yang di usahakan oleh warga Kristen dari Ambon, diambil dan di kuasai oleh saudara Polly sehingga kehidupan umat Kristen di desa ini sangat memprihatinkan.

Warga muslim yang diberi ijin oleh saudara Polly untuk berdagang di desa Hatu berasal dari desa muslim Tehoru, mereka terdiri dari orang-orang Pelauw dan Kailolo (berasal dari Kecamatan Haruku di P. Haruku- Saparua desa ini di kenal sebagai salah satu markas Jihad).

Dari desa inilah mereka selalu dikirim kemana-mana untuk melakukan penyerangan termasuk ke Ambon. Warga Kristen yang mau menjual hasil bumi seperti cengkeh, harus menjualnya kepada saudara Polly dan para pedagang Islam tersebut. Cengkeh yang berada di Tehoru dan Werinama hanya ada di desa - desa Kristen dan tidak ada di desa-desa Muslim, sehingga pada musim cengkeh mereka semua berduyun-duyun ke desa Kristen yang sudah di bumi hanguskan menjarah hasilnya setelah itu menebang pohonnya. Begitu juga dengan pala, cokelat dan lain-lain, setelah mengambil buahnya mereka menebang pohonnya. Warga Muslim yang menjarah tersebut berasal dari desa Moso, Sirisori Islam, Kailolo, Pelauw, Laimu, Welu, Angus dan lain-lain.

Saat ini yang bertugas di desa ini adalah kesatuan dari batalyon 623. Karena keadaan demikian yang sangat menekan dan meresahkan kami maka kami putuskan untuk keluar dari desa Hatu. Pada awal bulan Nopember yang lalu telah di evakuasi sekitar 250 jemaat ke Masohi dengan menggunakan angkutan laut, perahu motor milik jemaat GPM Noloth, klasis GPM. PP. Lease - Saparua.

Warga Kristen sangat cemas dengan keselamatan dirinya, dan mereka sangat berharap warga Kristen lainnya mau berusaha membantu mereka untuk dapat keluar dari desa itu secepatnya. Masih ada sekitar 400 jiwa di desa Hatu yang perlu di evakuasi ke Masohi. Mereka berada di desa Hatu, pesisir pantai dan di Peliana, Pegunungan. Dan tanggal 22 Nopember malam sedang di usahakan evakuasi darurat.

Provided By Masariku Network & The Suffering Church

Received via email from: Peter by way of PJS 


Copyright © 1999-2000 
- Ambon Berdarah On-Line * http://www.go.to/ambon
HTML pages designed and maintained by Alifuru67 * http://www.oocities.org/alifuru67
Send your comments to alifuru67@egroups.com