The Cross
Under the Cross

English
Indonesian
Search
Archives
Photos
Maps
Help Ambon
Statistics
HTML pages
designed &
maintained by
Alifuru67

Copyright ©
1999/2000 -
1364283024 &
1367286044

 

AMBON Berdarah On-Line
About Us

 
Siwalima Report 58 - Provided by Masariku Network

Edisi 12 Oktober 2000

Pokok-Pokok Berita:

  1. Suli Berdarah, Muncul Isu Brimob Siluman
  2. Ketua DPRD Maluku, Ety Sahuburua, SH, Ada Diskoordinasi di Lembaga PDS
  3. Terlambat, Represif Pasca Evaluasi Darsi
  4. PDS Terlalu Kompromistis Sikapi Konflik Maluku
  5. Warga Maluku Tenggara Barat di Papua bertekad Kembali ke Daerah
  6. Ada Kekuatan Lebih Besar Dari PDS
  7. Dewan Kota Ambon Kesulitan Menyusun APBD
  8. Ribuan Pengungsi Bacan Tinggal di Kairatu
  9. Yayasan Lantera Maluku Bantu RSU Saparua
  10. Konfercab GMKI Ambon Siap Digelar

1. Suli Berdarah, Muncul Isu Brimob Siluman

Ambon, Siwalima
Bentrok antar warga Suli dan kelompok perusuh yang teridentifikasi berasal dari pihak Islam plus pasukan laskar jihad, Selasa (10/10) ternyata melahirkan nuansa tersendiri.

Pasalnya, lolosnya kelompok perusuh dari arah perbatasan Suli Atas yang dijaga TNIAD dari Batalyon 403 dan 527, memberikan konfirmasi jelas mengenai netralitas aparat keamanan selama kerusuhan Maluku berlangsung. Tak cuma itu. Kematian anggota Brimob, Serda Albert Makaliu, malah melahirkan selentingan miring mengenai munculnya "Brimob siluman."

Kendati begitu, pihak Polda Maluku, secara tegas membantah adanya "Brimob siluman" yang memboncengi kebesaran dari salah satu pasukan elit dalam tubuh Kepolisian Republik Indonesia (Polri) itu.

Melalui Kepala Dinas Penerangan (Kadispen) Polda Maluku, Asisten Superintendent (Mayor Pol) Jekriel PH, buru-buru melakukan klarifikasi, guna mencairkan tuduhan yang dianggap sangat merugikan pihak kepolisian. Apalagi, selama ini keberadaan aparat Brimob diterima luas kalangan masyarakat.

Ditemui Siwalima, Rabu (11/10) di ruang kerjanya, Kadispen yang dikenal sangat dekat dengan kalangan pers itu mengatakan, korban tewas anggota Brimob, Serda Albert Makaliu sesungguhnya adalah anggota Brimob.

"Almarhum adalah anggota peleton gabungan Kompi A Brimob Polda Maluku, di Markas Komando Brimob Air Besar, Passo. Ya, bersama anggota peleton lainnya pimpinan Pelda Max Maitimu, yang ditugaskan oleh Komandannya (Dansat) Asisten Superintedent (Mayor Pol) Hasanuddin Lubis, ke Suli guna memperkuat 2 peleton Brimob asal Resimen III Jakarta dalam pengamanan lokasi sekaligus menghadang perusuh di perbatasan Suli-Tial," tandas Jekriel.

Menurut Jekriel, ketika menghadang perusuh di perbatasan Desa Suli-Tial bersama anggota Brimob lainnya, tanpa memandang masyarakat atau aparat keamanan, kaum perusuh melepaskan tembakan dan langsung mengenai dada kanannya. Akibat tembakan itu, kata Jekriel, nyawa korban Serda Albert Makaliu, tak tertolong dan seketika meninggal dunia. "Ketika tewas, korban sedang berpakaian dinas lengkap," ujar Jekriel datar.

Menyinggung tentang pemakamannya, Jekriel mengatakan, Rabu siang kemarin, Serda Albert Makaliu langsung dimakamkan di pemakaman Air Besar,Passo. Hadir pada kesempatan itu, Dansat Brimob, Asisten Superintedent (Mayor Pol) Hasanuddin Lubis, dan segenap anggota Brimob lainnya.

Kasus Jaffar

Menjawab Siwalima mengenai sikap keras masyarakat untuk segera menangkap Panglima Perang Pasukan Laskar Jihad dari Forum Komunikasi Ahlussunah Wal Jamaah, Jaffar Umar Thalib, Jekreil mengatakan, kendati muncul kesimpulan umum dalam masyarakat bahwa tabligh yang dilakukan Jaffar Umar Thalib memiliki bobot provokasi yang tinggi tetapi tentunya pihak kepolisian tetap berjalan di atas rambu-rambu hukum. "Artinya untuk membuktikan kebenarannya, maka perlu ditempuh melalui mekanisme hukum yang berlaku," jelasnya optimis.

Lantaran itu, kata Jekriel, berdasarkan pemberitaan Harian Umum Siwalima Senin (4/9) kaset rekaman tabligh akbar Jaffar Umar Thalib, menjadi sangat penting bagi pihak kepolisian untuk dibuat laporan.

Jekriel menambahkan, "Mengingat tabligh akbar itu tidak tertangkap tangan, maka untuk mencari tahu kebenaran tabligh apakah bersifat provokasi dan sebagainya, maka perlu penyelidikan dulu guna mendapatkan bukti-bukti awal yang cukup melalui pemeriksaan para saksi.

Selain itu tambah Jekriel dilakukan juga pengumpulan barang bukti berupa kaset baru ditetapkan, itu termasuk tindak pidana atau tidak. Bila termasuk tindak pidana, maka akan dilanjutkan pemanggilan tersangka, Jaffar Umar Thalib.

Sedangkan menyinggung saksi kasus Jaffar Umar Thalib yang telah diperiksa, dikatakan, sebanyak tiga (3) saksi telah diperiksa Satgasgakkum Darurat Sipil, melalui Serse Polda Maluku, yang diketuai Asisten Superintedent (Mayor Pol) J CH Nitalessy. Saksisaksi tersebut diantaranya, pemilik Radio Gema Suara Muslim (GSM), Nasrudin dan Harian Siwalima yang diwakili oleh Pimpinan Umum, Agustinus Patty, SE.

Lantaran itu, lanjut Kadispen yang didampingi Nitalessy, menjelaskan, gelar perkara yang akan dilakukan Polda Maluku Sabtu (14/10) mendatang salah satunya dimaksudkan untuk memaparkan secara kronologis semua hasil penyelidikan pihak Serse Polda Maluku, terhadap dugaan tabligh akbar Jaffar Umar Thalib yang provokatif itu.

"Ini dimaksudkan untuk menetapkan, apakah dari hasil penyelidikan itu sudah masuk dalam tindak pidana atau tidak dan Jaffar Umar Thalib itu sebagai tersangka atau tidak," ujar Kadispen. (eda/tin)

2. Ketua DPRD Maluku, Ety Sahuburua, SH: Ada Diskoordinasi di Lembaga PDS

Ambon, Siwalima
Pelaksanaan Penguasa Darurat Sipil di Maluku selama triwulan pertama, 27 Juni 30 September, dinilai belum membawa perkembangan berarti. Hal ini terjadi karena di dalam kelembagaan Penguasa Darurat Sipil (PDS) di Maluku terkesan adanya diskoordinasi fungsi dan tugas sehingga berdampak negatif dalam wujud hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga tersebut.

Demikian dikatakan Ketua DPRD Maluku Ety Sahuburua kepada wartawan kemarin di ruang kerjanya, di Baileo Rakyat Karang Panjang, Ambon, Selasa (11/10), ketika dimintai hasil evaluasi pelaksanaan PDS selama tiga bulan pertama, yang justru terkesan tidak banyak membawa perkembangan berarti. Selain itu, konsolidasi internal didalam kelembagaan PDS terkesan belum terlaksana secara maksimal sehingga berdampak negatif pada upaya pelaksanaan konsolidasi eksternal.

"Kesimpulan itu kita sampaikan secara terbuka dihadapan Sub PDS Pak Saleh Latuconsina bersama unsur-unsur pembantunya. Ada 12 point hasil evaluasi kita, dan semuanya kita catat secara obyektif," kata Sahuburua.

Ia mengatakan, secara umum akhir-akhir ini eskalasi pertikaian di wilayah Maluku memang agak menurun jika dibanding dengan awal pemberlakuan status darurat sipil. Pemberlakuan status tersebut berdasarkan kenyataan bahwa tingkat kerusuhan telah masuk dan menyentuh wilayah peradaban manusia secara universal, namun pada daerah-daerah tertentu dengan komposisi perimbangan penganut agama yang relatif berimbang masih terjadi pertikaian, seperti misalnya Kota Ambon dan kabupaten Maluku Tengah khususnya Kepulauan Lease.

Selama triwulan pertama dibawah kepemimpinan Sub PDS Saleh Latuconsina, dilain pihak ternyata cukup menunjukan beberapa langkah maju dan hasil yang positif dimana kerusuhan berskala besar tidak muncul, tetapi disisi lain secara keseluruhan situasi justru berlangsung penuh labil dan berakibat pada tidak lancarnya proses dialog Islam dan Kristen.

"Ini dapat terjadi karena langkah-langkah yang diambil Sub PDS terkesan akomodatif, kompromistis, dan sangat demokratis sehingga sering terasa semakin jauh dari "esensi" darurat sipil yang berciri kebijaksanaan yang represif terasa kurang ditangani secara baik," ungkap Sahuburua, bernada tegas.

Sementara itu terekam pula bahwa implementasi supremasi hukum yang diharap dapat dijalankan dengan langkah-langkah yang lebih konkrit ke arah upaya penegakkan kebenaran dan keadilan, ternyata belum bisa diwujudkan.

Karenanya, pembentukan intitusi hukum diluar pranata penegak hukum yang dianggap insidfentil dan mubazir.

Kemudian dewan pun mencatat, selama kurun waktu tersebut muncul sikap penolakan masyarakat terhadap aparat keamanan di tengah-tengah kehidupan masyarakat, dinilai dewan sebagai salah satu indicator ketidaknetralan aparat yang semakin mengarah kepada terciptanya krisis kepercayaan masyarakat.

Hal ini disebabkan juga masih adanya keterlibatan oknum TNI dan Polri serta tewasnya aparat dalam setiap pertikaian. Ini membuktikan, tingkat kontaminasi pada kesatuan organik masih tinggi, karena itu diperlukan langkahlangkah penanganan cepat, tepat dan tegas untuk meredusir terjadinya kontaminasi ditubuh aparat keamanan.

Untuk mengatasi beberapa kelemahan tersebut, demikian kata Sahuburua, kebijakan yang ditempuh oleh Sub PDS selain preventif harus lebih banyak bersifat represif terhadp setiap kerusuhan dengan tetap berpedoman kepada dasar hukum yang berlaku.

Untuk meredusir akibatakibat yang terjadi dewan meminta Sub PDS dan unsur-unsur pembantunya harus mengambil tindakan cepat, tegas dan tepat dengan cara melokasir setiap kerusuhan dan menanganinya secara kasuistis sehingga tidak merambat ke daerah lain. (aus)

3. Terlambat, Represif Pasca Evaluasi Darsi

Ambon, Siwalima
Kesepakatan dewan penguasa darurat sipil dalam rapat evaluasi triwulan pertama terhitung sejak diberlakukan keadaan darurat sipil di Maluku, 27 Juni lalu, dengan merubah pola pendekatan persuasif menjadi represif dinilai Ketua Fraksi PDIP DPRD Maluku, Elly Soplely, sebagai keputusan yang sangat terlambat. Pasalnya, bila pertengahan triwulan pertama pendekatan persuasif tidak efektif, maka waktu yang tersisa harus ditempuh dengan tindakan represif.

Kepada Siwalima di Baileo Rakyat Karang Panjang Ambon, Senin kemarin, Soplely, mengatakan, mestinya pola pendekatan itu dirubah satu setengah bulan sejak diberlakukan status darurat sipil di Maluku.

"Perubahan pendekatan persuasif ke tindakan represif yang diambil Penguasa Darurat Sipil (PDS) itu sebenarnya sudah terlambat. Ya, maksimal satu setengah bulan setelah tindakan persuasif dilakukan, sesudah itu jika tensi konflik tidak menurun sudah harus ditingkatkan ke tindakan represif, " tandas Soplely yang juga Sekretaris DPD PDIP Maluku ini.

Di sisi lain kata Soplely, kelambanan PDS dipicu juga oleh ulah provokator yang nyata-nyata memprovokasi masyarakat untuk terus bertikai, seperti yang dilakukan Jaffar Umar Thalib dalam acara tabligh akbar di Mesjid Raya Al Fatah, Ambon, Minggu (3/9) lalu.

"Lucunya, setelah provokator itu menampakan dirinya kok tidak ditangkap, malah persuasifnya jalan terus dengan meminta untuk tidak menyerang lagi," ujar Soplely menyesalkan kebijakan yang ditempuh oleh PDS.

Terkait dengan timbulnya rentetan penyerangan ke beberapa pemukiman akhir-akhir ini termasuk ke Desa Sirisori Kristen, Sabtu (7/10) lalu, yang menyebabkan ratusan rumah dan sebuah gereja terbakar, Soplely menilai PDS tidak lagi memiliki wibawa hukum di mata masyarakat karena tindakan persuasif itu tidak pernah ditindak-lanjuti dengan tindakan-tindakan tegas di lapangan.

Dia pun kemudian mensinyalir bahwa ketidaktegasan aparat TNI di lapangan ketika menghalau kaum perusuh disebabkan putusnya komando atasan ke bawahan.

"Pangdam itu memang selalu membantah kalau ada komando yang putus. Justru baginya hanya ada satu komando. Lantas kalau di lapangan tidak terjadi seperti itu dan menimbulkan penyerangan yang luar biasa, maka bagi Pangdam itu tanggungjawabnya. Oleh karennya, kita harus meminta pertanggungjawaban dari gubernur selaku PDS di Maluku," ujar Soplely.

Menyinggung stagnasi upaya menuju dialog bersama di Maluku, bagi Soplely, untuk membuka kembali upaya tersebut, diperlukan terobosan-terobosan baru, diantaranya PDS mencari dan menghadirkan lembaga keagamaan yang netral guna menjembatani dialog antar kelompok bertikai.

"Bila perlu mendatangkan Polisi Interpol dari luar negeri, seperti yang pernah diusulkan Kapolda Maluku," ujarnya.

Sedangkan bagi kelompok perusuh, satu-satunya jalan, kata Soplely harus diambil tindakan tegas oleh aparat keamanan. "Yang terpenting tindakan tegas dari aparat terhadap para perusuh, baik dari Islam maupun Kristen. Jangan terlalu banyak kompromi dengan mereka," tegas Soplely. (eda/cep)

4. PDS Terlalu Kompromistis Sikapi Konflik Maluku

Ambon, Siwalima
Pelaksanaan tugas-tugas Penguasa Darurat Sipil (PDS) selama triwulan pertama di Maluku terkesan berjalan di tempat, sulit merekam perkembangan persoalan di lapangan, tiadanya platform sebagai rujukan menangani persoalan, disebabkan Sub PDS Saleh Latuconsina terlalu mengambil sikap akomodatif, kompromistis, dan demokratis, sehingga ciri esensi dari darurat sipil yang mestinya lebih menonjolkan tindakan represif menjadi tidak ditangani dengan baik.

Demikian dikatakan Ketua Fraksi Partai Golkar DPRD Maluku, Richard Louhenapessy, SH kepada Siwalima di Ambon, Rabu (11/10), ketika ditanya beberapa titik kelemahan pelaksanaan PDS sejak diberlakukan akhir Juni lalu.

Selama kurun waktu ini berbagai persoalan sulit diatasi malah terjadi eskalasi pertikaian meningkat terus, demikian juga proses dialog dan upaya-upaya menuju rekonsiliasi, terkesan hanya berputa-rputar di tempat. Sebab itu sikap yang terlalu kompromistis dan demokratis, kata Richard, seharusnya tidak boleh menjadi dominan dalam kondisi darurat. Tapi sangat disayangkan, legitimasi yang begitu kuat yang dimiliki Saleh Latuconsina, seharusnya dapat mengambil langkah-langkah yang tegas dan lebih menonjolkan tindakan represif.

"Itu yang sama sekali tidak nampak dalam kepemimpinan beliau selama tiga bulan pemberlakuan status darurat sipil di wilayah ini," ujarnya. Namun dengan itu, tak berarti tidak ada kemajuan sama sekali. Secara jujur dan obyektif, memang ada sedikit kemajuan, paling tidak kasus-kasus besar yang muncul sejak awal diberlakukan keadaan darurat sipil, tidak terjadi, tambanya.

Akibat terlalu bersikap kompromistis tindakan represif tidak bisa ditangani secara baik, terarah dan tepat sasaran, menyebabkan masyarakat sudah hilang kepercayaan terhadap kepemimpinan Saleh Latuconsina untuk mampu menyelesaikan konflik yang terjadi. Contohnya, sebut Richard, penolakan aparat keamanan khususnya TNI AD oleh mayarakat seperti dalam kasus Desa Sirisori Amalatu, Kecamatan Saparua, Maluku Tengah, merupakan bukti bahwa masyarakat semakin tidak percaya terhadap pemerintah daerah plus Sub PDS di Maluku yang dinilai tidak mampu menangani konflik.

"Kalau krisis itu masih terbatas pada krisis kepercayaan terhadap PDS di daerah Maluku, ya itu masih kita syukuri tapi kalau sampai terjadi krisis kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah pusat maka hal itu sangat memprihatinkan," kata Richard.

Untuk itu ia menyarankan supaya pemerintah pusat harus memiliki goodwill yang jelas dan tegas dalam mengambil langkah-langkah politis dalam proses penanganan konflik. Bahkan ia minta pemerintah segera melakukan peninjauan kembali terhadap kedudukan Penguasa Darurat Sipil di Maluku yang dijalankan secara kolektif oleh Gubernur Maluku, Pangdam Pattimura, Kapolda Maluku, dan Kejati Maluku. Karena dalam kenyataannya, kedudukan kolektif seperti itu tidak bisa berjalan efektif mengendalikan eskalasi pertikaian.

"Kalau memang sudah tidak bisa berjalan efektif karena Sub PDS terlalu mengambil sikap kompromistis sehingga sulit menghentikan pertikaian. Karena itu pemerintah pusat tidak bisa tinggal diam terusmenerus tetapi perlu mengambil langkah-langkah evaluasi bersifat politis untuk mengganti Sub PDS dengan pejabat baru," tegas Richard.

Perggantian ini tentu mekanismenya berbeda dengan mekanisme normal karena Penguasa Darurat Sipil sesungguhnya berada di tangan pemerintah pusat dan sehingga mempunyai kewenangan mutlak untuk meninjau kembali pelaksanaan tugas-tugas keadaan darurat oleh Sub PDS, dan secara hukum dapat dipertanggung jawabkan, katanya.

Saat ditanya perhatian pemerintahan Presiden Gus Dur dalam penyelesaian konflik Maluku, Richard menuturkan, goodwill pemerintah pusat selama ini masih setengah hati. Kalau sejak awal, pemerintah benar-benar serius maka konflik di wilayah ini sudah bisa diselesaikan, apalagi pemerintah memiliki otoritas yang kuat untuk memaksa aparat keamanan dan aparat penegak hukum dalam mengambil tindakan tegas menangani berbagai persoalan yang terjadi.

Namun dalam kenyataannya tidak demikian dan situasi kegalauan dan kebengisan yang terus-menerus menghantam kawasan Maluku ini, sulit berakhir.

Dengan demikian gejala homo homunilupus yang sudah merambah di keseluruhan kepulauan Maluku sulit dihentikan. Bahkan, anehnya, pemerintahan Gus Dur justru menyerahkan penanganannya kepada orang-orang Maluku untuk diselesaikan sendiri tanpa menyertakan mekanisme penanganan yang harus ditempuh.

"Jadi, itikad baik pemerintah untuk mengakhiri konflik Maluku patut kita dipertanyakan," tegas Richard. (cep)

5. Warga Maluku Tenggara Barat di Papua Bertekad Kembali ke Daerah

Ambon, Siwalima
Warga Maluku Tenggara Barat (MTB) di daerah perantauan, khususnya di Propinsi Papua, telah menyatakan tekadnya untuk kembali ke MTB untuk membangun daerah setempat.

Kepedulian warga MTB se-Papua ini, dilatari rasa memiliki yang dalam terhadap tanah kelahirannya, yang telah mereka tinggalkan selama puluhan tahun.

Mereka berharap, kiranya Pemerintah Daerah MTB dapat memberikan dukungan moral terhadap rencana mereka, sehingga secara bersama-sama dengan masyarakat di daerah itu dapat membangun MTB menuju masyarakat yang sejahtera.

Demikian ditegaskan salah satu warga MTB, Drs Nico Ngeljaratan, yang juga pegawai Dinas Pariwisata Maluku, setelah dirinya kembali dari Papua mengikuti salah satu tugas Dinas Pariwisata se-Malapa (Maluku-Papua ) belum lama ini.

Dijelaskan, ini pertanda potensi SDM MTB cukup memadai untuk membangun daerah kabupaten baru itu ke depan.

"Jadi kalau bicara sumber daya manusia MTB, lebih dari cukup," ujar Nico.

Ditakan, kalau di Papua saja ada sekitar 3000 warga MTB, belum lagi daerah-daerah lain, seperti Jakarta, Surabaya, Semarang, Bandung Makassar dan sejumah daerah lain di Indonesia maupun di luar negeri.

Masih kata Nico, kemungkinan untuk membangun MTB ke depan, masih ada keinginan warga MTB dari daerah lain untuk kembali ke daerahnya.

Warga MTB di Papua, berharap, pemerintah Daerah MTB dapat memberi kesempatan bagi mereka untuk mengisi jabatan-jabatan di bidang pemerintahan maupun swasta dan lainnya.

Menurut Nico, harapan masyarakat MTB di Papua ini berhubung, warga MTB di Papua ada yang bekerja sebagai pegawai negeri, maupun swasta.

Nico menambahkan sesuai jiwa demokrasi, lagi pula sebagai hak warga negara asal MTB, mereka juga telah menyiapkan figur calon bupati mendatang.

Diantaranya, Ferry Watratan yang saat ini menjabat Kadis Pariwisata Kodya Jayapura berpangkat eselon 3 golongan 4 dan lulus Sepamen. Sementara itu, nama Drs Bito Temar masih tetap menjadi figur yang mendapat dukungan cukup kuat dari masyarakat MTB.

Ada juga rumor yang berkembang beberapa nama lain seperti anggota Fraksi Partai Golkar, Drs SJ Oratmangun, dan Ir Arnold Laipeny. Namun tekad warga PDIP, Drs Bito Temar akan diperjuangkan untuk menduduki kursi nomor satu di MTB tersebut.

Hanya saja sebagaian besar masyarakat Maluku Tenggara Barat mengharapkan agar situasi kamtibmas di Maluku Tenggara Barat, yang relatif aman terkendali jangan lagi dicemari oleh kerusuhan.

Mereka mengingatkan momentum politik apapun termasuk suksesi kepemimpinan daerah nantinya bisa berjalan secara sehat dan tidak menimbulkan dampak buruk. Maklum saja, persaingan masing-masing figur unggulan biasanya selalu memunculkan gejolak akibat pemanfaatan potensipotensi yang dimiliki termasuk menggerakkan massa pendukung guna melakukan tekanan dengan pola kekerasan. (ate)

6. Ada Kekuatan Lebih Besar Dari PDS

Ambon, Siwalima
Hasil evaluasi pelaksanaan status darurat sipil di Maluku selama triwulan pertama tak terbantahkan bahwa konflik kini terus menajam di Kota Ambon dan Maluku Tengah khususnya di Pulau-pulau Lease.

Karena itu untuk menurunkan eskalasi itu, Sub Penguasa Darurat Sipil (PDS) dan unsur-unsurnya telah meningkatkan operasi aparat keamanan dari pendekatan persuasif menjadi represif.

Menanggapi itu, Fileo Pistos Noija, SH kepada Siwalima, Rabu (11/10) mengatakan itu wajar-wajar saja, namun yang perlu digaris bawahi adalah adanya satu kekuatan besar yang melebihi PDS. Sehingga cenderung kekuatan PDS tidak maksimal mengatasi sikap agitasi para perusuh dalam melakukan aksi penyerangan terhadap sejumlah pemukiman Kristen.

Selain itu, ada beberapa keputusan dari PDS yang dianggap plin-plan, putusan-putusan seperti ini, tegasnya, terkadang memicu kemungkinan dan membuka peluang bagi kekuatan perusuh dalam melakukan aksinya.

Dia mencontohkan soal pernyataan PDS agar semua kapal mewah milik PT Pelni harus diembarkasi di Lanal-Halong. Namun, ketika langkah itu hendak ditempuh Rinjani lalu dibelokan ke pelabuhan Yos Sudarso. "Ini adalah peluang yang dipakai oleh perusuh dan secara nyata kami menduga keras bahwa ada penambahan kekuatan serta amunisi sebab terbukti setelah berlabuhnya kapal-kapal tersebut, dalam rentang beberapa hari terjadi konflik lagi di desa Saparua,"tuding Fileo.

Lantaran itu, Fileo menilai Penguasa Darurat Sipil tidak konsisten dan tegas dengan apa yang menjadi keputusannya. Dengan ketidaktegasan PDS seperti itu maka dapat membuka peluang bagi perusuh untuk mengadakan aksinya. "Demokratisnya aparat juga patut dipertanyakan sebab masih terdapat eksen dilapangan, bahwa perusuh dibantu oleh mereka," tandasnya sembari mencontohkan kasus Sirisori Sarani.

Masih menurutnya, pihak darurat sipil harus mempelajari kembali ketentuan-ketentuan yang pernah mereka keluarkan untuk dijadikan persyaratan-persyaratan yang mesti dipenuhi.

Demikian juga para prajurit yang ditugaskan di lini depan harus bertindak untuk dan atas nama negara. Jauhkan emosinal-emosional sepihak, karena tugas sebagai aparat harus melindungi dan mengayomi.

Menyinggung soal Satgasgakum, Fileo berpendapat selama ini Satgasgakum tidak berfungsi. Dia bahkan mempertanyakan apakah pembentukannya untuk menjaring masyarakat ataukah menjaring petugas. (mg1/mg2)

Pelanggaran HAM Terbesar di Maluku r Dewan Darsi Langgar pasal 57 ayat I

Ambon, Siwalima
Ini sebuah realitas pelanggaran HAM terbesar di Maluku, ketika diberlakukannya status darurat sipil untuk Maluku dan Maluku Utara, 27 Juni lalu. Betapa tidak, ratusan orang tewas dan ratusan lainnya luka-luka, ribuan rumah penduduk dan sejumlah rumah ibadah (gereja ), sekolah dan kampus Universitas Pattimura hancur, puluhan ribu penduduk terusir akibat kampung halamannya digempur perusuh. Karugian material ditaksir mencapai triliun rupiah. Ironisnya, jumlah personil TNI/Polri yang bertugas di Maluku lebih dari 20 batalion.

"Terjadinya pelanggaran HAM terbesar di Indonesia ini diakibatkan kinerja penguasa darurat sipil dan pembantu-pembantunya tidak efektif," ungkap praktisi hukum Antony Hatane, SH dalam relisnya yang dikirim ke Redaksi Siwalima Rabu kemarin.

Menurut Hatane, dalam perkembangan kerusuhan yang terjadi, berbagai tindakan kekerasan terus berlangsung. Pembunuhan sewenang-wenang yang kesemuanya telah masuk kategori pelangaran berat HAM yang dilakukan oleh berbagai komponen, baik TNI/Polri maupun masyarakat sipil secara kombinasi.

Bila dihubungkan dengan kondisi kerusuhan yang terjadi dengan eskalasi yang terus meningkat dengan menggunakan senjata-senjata berat milik aparat keamanan (TNI/Polri) adalah merupakan suatu bukti ketidakefektifnya kinerja pemerintahan darurat sipil dan pembantu-pembantunya.

Pernyataan Pangdam XVI Pattimura yang disiarkan kepada publik secara transparan bahwa penyerangan ke kampung Wailete dan Sahuru negeri Hatiwe Besar merupakan penyerangan terakhir dan bila terjadi penyerangan lagi aparat keamanan akan mengambil tindakan tegas, pernyataan tersebut dinilai Hatane merupakan sebuah ilusi. Asalannya beberapa hari setelah itu terjadi penyerangan dan penghancuran terhadap desa Sirisori Amalatu (Kristen). Realitas lapangan menunjukan aparat gabungan yang diturunkan ke lokasi kejadian, tidak melakukan tindakan represif terhadap perusuh akan tetapi melakukan penyisiran dan penembakan terhadap warga Sirisori Kristen yan desanya sudah hancur dan masyarakatnya telah mengungsi ke hutan-hutan pinggiran desa akibat penyeranga awal.

Lewat pejabat kepala desa itu, Padahal, jauh sebelumnya, pejabat desa Sirisori dan stafnya telah meminta kepada penguasa darurat sipil dan Kapolda Maluku untuk mengambil tindakan antisipatif dalam mencegah penyerangan yang dilakukan oleh kelompok perusuh.

Namun kenyataan yang terjadi Sirisori Amalatu kembali dibumihangusan. Menurut Hatane, semua hal yang terjadi adalah adalah bentuk penyalah-gunaan wewenang dari pejabatpejabat darurat sipil sebagaimana yang ditegaskan dalam Perpu No 23 tahun 1959 pasal 5 ayat 1. Pasal ini menyebutkan pejabat-pejabat penguasa darurat sipil penguasa daruat militer/penguasa perang menyalahi wewenang yang diberikan kepadanya oleh peraturan ini, dihukum dengan penjara setinggi-tingginya 5 tahun penjara.

Demikian kata Hatane, bersandar pada aturan hukum pada Perpu nomor 23 tahun 1959 pasal 57 ayat 1, maka diduga keras PDS dan pembantu-pembantunya telah menyalahgunaan wewenang yang mana merupakan suatu pelaggaran hukum dan HAM yang dilakukan. "Untuk itu mereka harus dituntut sesuai ketentuan hukum tersebut.

Diharapkan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh PDS dan pembant-upembantunya akan dilaporkan oleh DPRD Maluku sebagai refresentasi rakyat Maluku harus berani melaporkan sikap penyalahgunaan PDS dan pembantu-pembantunya kepada PDS pusat.

Bila DPRD Maluku tidak berani melakukan hal ini, Hatane mengkategorikan DPRD sama dengan PDS dan pembantu-pembantunya. Masyarakat Maluku sangat mendambakan tindakan tegas dan proaktif DPRD soal yang satu ini.(ate)

7. Dewan Kota Ambon Kesulitan Menyusun APBD

Ambon, Siwalima
DPRD Kota Ambon merasa kesulitan menyusun APBD tahun anggaran 1999/2000, karena mekanisme penyusunannya tidak detail dalam menentukan standar harga dan standar fisik yang dibutuhkan. Ini terjadi mungkin karena standar yang dipakai selama ini tidak cocok lagi untuk menyusun APBD tahun 2001, kata Ketua DPRD Kota Ambon, Drs MJ Papilaya di ruang kerjanya, Rabu (11/10).

Untuk perhitungan kedepan, penyusunan anggaran harus ada komitmen mengenai arah kebijakan strategsi pembangunan daerah. Kalau penyusunannya tidak berdasarkan komitmen strategis maka rancangan APBD itu harus ditolak dewan. Ini penting dilakukan agar penyusunan anggaran harus bersandar pada standar-standar skala prioritas.

Karena itu dalam menyusun anggaran APBD pemda tidak bisa berpatokan pada Rakorbang. Sebab, "Itu mekanisme internal pemerintah. Dewan punya mekanisme sendiri kemudian kita cocokan apakah hasil Rakorbang sama dengan temuan dewan atau tidak, kalau tidak sama maka harus ada kesepakatan bersama untuk menentukan mana skala prioritas, mana yang tidak," jelas Papilaya. Kemudian standarstandar dalam memberikan anggaran untuk setiap proyek, itu pun harus jelas dan transparan, sesuai dengan peraturan pemerintah yang sudah dikeluarkan untuk implementasi Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 menyangkut mekanisme penyusunan APBD.

Setelah dewan menetapkan hasil perhitungan APBD dilanjutkan dengan masa reses selama delapan hari untuk membahas perhitungan itu.

Selanjutnya dibahas oleh komisi-komisi, kemudian melakukan acara dengar pendapat dengan LSM, perguruan tinggi, organisasi profesi dan tokoh-tokoh masyarakat. Hasilnya nanti akan dirampungkan oleh dewan, baru kemudian membicarakan dengan pemerintah daerah.

Kalau mekanisme seperti itu berjalan, dewan baru bisa secara maksimal melakukan pengawasan dan mengetahui ukuran-ukuran standar. (fik)

8. Ribuan Pengungsi Bacan Tinggal di Kairatu

Ambon, Siwalima

Sekretaris Kecamatan Kairatu TH Sabono mengungkapkan saat ini pengungsi asal Bacan-Maluku Utara yang berada di wilayahnya diperkirakan sebanyak 3.148 orang.

Mereka yang tersebar disepanjang desadesa pesisir mulai dari Kairatu sampai Waisarissa Kecamatan Kairatu Kabupaten Tengah itu kini sementara ditampung di rumah-rumah penduduk maupun instansi pemerintah.

"Para pengungsi ini juga telah mendapat perhatian serius dari pemerintah daerah baik Dati I maupun II," tandas TH Sabono kepada Siwalima, Selasa (10/10) di ruang kerjanya.

Mereka telah diberi bantun beras sebanyak 18 ton yang berasal dari Satkorlak tingkat I dan 15 ton dari Satkorlak tingkat II Maluku Tengah termasuk bantuan kesehatan dan obat-obatan.

Selain bantuan Satkorlak, tutur Sabono, Yayasan Pemali juga turut berpartisipasi dalam rangka menyumbangkan beras dan obat-obatan sesuai dengan jumlah pengungsi yang ada.

"Jadi untuk persediaan obatobat dan tenaga medis bagi pengungsi saat ini kami kira sudah cukup untuk mengantisipasi para pengungsi yang terserang penyakit," ungkapnya.

Dia juga mengatakan, untuk menangani masalah pengungsi, Kepala Wilayah Kecamatan Kairatu Drs Bram Udiata bahkan telah membentuk tim penanggulangan kerusuhan yang bekerjasama dengan instansi terkait guna menangani para pengungsi.

Menariknya, karena para pengungsi asal Bacan ini seluruhnya beragama Kristen maka pemerintah telah mengambil inisiatif untuk bekerjasama dengan pihak gereja guna membantu para pengungsi mengadakan pelayanan doa, serta pembinaan mental anak dalam menghilangkan traumatis.

Pembinaan Langsung

Menyinggung soal pola pembinaan, Sabono mengatakan pihaknya selalu mengadakan pembinaan secara merata ke desadesa. Baik desa Kristen maupun desa Islam guna meredam emosi warga sekaligus membina hubungan kekeluargaan antara Islam dan Kristen agar mereka selalu hidup berdampingan satu dengan lain tanpa ada rasa curiga, iri hati, dendam, dan benci. (ana)

9. Yayasan Lantera Maluku Bantu RSU Saparua

Ambon, Siwalima
Yayasasan Lantera Maluku kembali melakukan aksi kemanusiaan. Kali ini disasarkan dalam membantu Rumah Sakit Umum Saparua dan meringankan beban masyarakat pengungsi di Kecamatan Saparua Kabupaten Maluku Tengah, ungkap Koordinator Informatika Yayasan Lantera Gerson Selsili kepada Siwalima, kemarin.

Dijelaskan, bantuan kemanusiaan yang diserahkan kepada RSU Saparua itu berupa peralatan medis berupa verban dos, hansa sport (sporttape dan engkel), Hansa Plast (hydrofiel dan pleiters), cutisoft (kompressen), Cutinet (pleisters), Balon Katheters, Elastisch verban, Tubiton, Alat Operasi, Tiang Infuse, Disposible scalpes,Invac universal, hudson RCI, Baksom steril, slang infuse, Uring Bag, pisau elektrik, molnlycke sterile, injeksi Zineca, In stopten lock, clam ovum dan view pack serta masker.

Bantuan kemanusiaan tersebut sudah diterima tanggal (23/9) dan (7/10) oleh Direktur RSU Saparua dr Yohanis Parannuan dan disaksikan oleh tim medis Horizon Holland Foundation, yang kebetulan saat itu bersama Yayasan Lantera mengadakan peninjauan dan pendataan terhadap kebutuhan RSU Saparua.

Selain itu, Yayasan Lantera Maluku juga telah memberikan bantuan peralatan medis kepada Puskesmas Hatawano, Kecamatan Saparua yang diterima langsung oleh dr Sylvie Leuwol, Sabtu (23/9) lalu. Bantuan itu berupa clem sirurgis, gunting, stalpel, baskom ginjal, cocor bebek, statelkop, meter, jarum suntik, pisau bedah, cutinet, spalda lida, sarum tangan, autoclik, hansasport (tape, kasa dan plester), verban, dos, hansa plast, Fixomue stretch, klinion ideal, cutisift (verban dan konpres) monojector, termometer, verban eastis, covertemp dan disposable vagina.

Tak cuma sampai disitu, tanggal (7/10) lalu, Yayasan Lantera pun memberikan bantuan untuk klasis Saparua dan diterima langsung oleh Sekretaris Klasis Saparua Pdt Pieter Manopo. Bantuan yang diberikan itu berupa lima ton beras, pakaian layak pakai, mainan anak-anak dan medicine.

Menurut Selsili, bantuan yang diberikan guna meringankan beban penderitaan yang sementara dialami oleh masyarakat, khususnya masyarakat yang menjadi korban akibat dampak kerusuhan, sedangkan mainan anak-anak yang diberikan diharapkan dapat membantu menghilangkan rasa traumatik terhadap situasi kerusuhan yang terjadi di Propinsi Seribu Pulau, imbuhnya. (ana)

10. Konfercab GMKI Ambon Siap Digelar

Ambon, Siwalima
Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Cabang Ambon siap mengelar Konferensi Cabang XVII, yang direncanakan berlangsung di Jemaat GPM Pniel Desa Latuhalat, 14 18 Oktober mendatang.

Kepastian pelaksanaan Konfercab tersebut, disampaikan oleh Ketua GMKI Cabang Ambon, Max Pattiapon kepada Siwalima, kemarin di Ambon.

Menurut Pattiapon, momentum Konferensi Cabang XVII GMKI Ambon menjadi begitu penting dan strategis untuk melakukan evaluasi terhadap kebijakan strategi dan posisi organisasi dalam mewujudkan Visi dan Misinya.

" Hal ini didorong oleh pergeseran kebutuhan jaman dan keinginan untuk membaharui dirinya seiring dengan semangat Eklesia Reformata Samper Reformanda yang berarti Gereja Tuhan yang senantiasa membaharui diri," katanya.

Pattiapon menjelaskan bahwa tapakan perjalanan GMKI telah memasuki usianya yang ke50, dan dalam kurun waktu itu GMKI terus menggumuli tugas pelayanannya pada ketiga matranya yakni Gereja, Masyarakat, Perguruan Tinggi. "Tanpa terkecuali GMKI Cabang Ambon dalam kurun waktu yang sama turut menggumuli tugas pelayanannya di bumi seribu pulau," katanya.

Memasuki milenium baru, menurutnya GMKI saat ini ditantang oleh realitas dan fenomena sosial yang muncul diketiga matranya. Pergeseran nilai yang terjadi telah melahirkan paradigma baru dalam sistim dan struktur masyarakat.

Lebih dari itu menguatnya bahaya disintegrasi sebagai akibat munculnya konflik sosial yang berlatar belakang "SARA" dengan memanfaatkan sentimen keagamaan mengindikasikan melemahnya peranan agama dalam melakukan kontrol sosial serta menjaga jarak kritisnya terhadap negara.

Olehnya itu, menurut Pattiapon dalam ajang Konfercab mendatang, selain bertujuan menilai Laporan Pertanggung Jawaban Badan Pengurus Cabang dalam melakukan Keputusan Kongres, Keputusan Pengurus Pusat, dan Keputusan Konferensi Cabang; menyusun Program Kerja, menetapkan Struktur Kebijakan dan Anggaran Pendapatan Belanja Cabang serta memilih Badan Pengurus Cabang GMKI Ambon Masa Bakti 2000 2002. Juga harus dipikirkan bagaimana kontribusi pemikiran yang dapat diberikan oleh GMKI bagi upaya penyelesaian pertikaian antar kelompok yang berkelanjutan ini.

Konfercab XVII GMKI Ambon akan berlangsung dalam sorotan tema "Taatilah Hukum Dan Tegakkanlah Keadilan", serta Sub Tema "Membangun Era Reformasi yang Berkedaulatan Rakyat, Menjunjung Hak Asasi Manusia, Mewujudkan Masyarakat Pancasila Abad XXI".Materi Konfercab tersebut dibagi dalam dua sesi yakni Busines Meeting dan Study Meeting.

Busines Meeting bertujuan untuk membahas materimateri yang diagendakan dan merupakan tugas Konferensi Cabang sesuai amanat Konstitusi Organisasi, dengan materi yakni GarisGaris Besar Program dan Kebijakan Umum GMKI Cabang Ambon Tahun 20002002, Strategi dan Kebijakan Keuangan GMKI Cabang Ambon Tahun 2000 2002, Struktur dan Uraian Tugas BPC GMKI Ambon Masa Bakti 2000 2002 serta Pokok-pokok Pikiran Konferensi Cabang XVII GMKI Ambon.

Sedangkan Study Meeting bertujuan untuk membahas pergumulan GMKI dan permasalahannya di ketiga medan gumul GMKI.

Menurut Pattiapon dalam Study Meeting direncanakan disampaikan orasi ilmiah yang berjudul "Sistem Sosial dan Integrasi Masyarakat, Tantangan Maluku Memasuki Milenium Baru" oleh Prof Dr Mus Huliselan, "Peran Profetis Gereja Menghadapi Tantangan Disintegrasi Bangsa, Sebuah Pengalaman Konflik Sosial di Maluku" oleh Ketua PGI Wilayah Maluku, Ketua DPD Parkindo Maluku, Ketua DPD GAMKI Maluku dan Ketua Angkatan Muda GPM, "Prospek Pengembangan Perguruan Tinggi Dan Peningkatan Sumber Daya Manusia Maluku Memasuki Milenium Baru" oleh Rektor Universitas Kristen Indonesia Maluku (UKIM) serta "Otonomi Daerah Dan Percepatan Pembangunan Propinsi Maluku" oleh Gubernur Maluku. (lai)

From : Izaac Tulalessy - Wartawan Harian Umum Siwalima Ambon

Received via e-mail from : Peter by way of PJS 


Copyright © 1999-2000 
- Ambon Berdarah On-Line * http://www.go.to/ambon
HTML pages designed and maintained by Alifuru67 * http://www.oocities.org/alifuru67
Send your comments to alifuru67@egroups.com