Ambon, Siwalima - Berbagai tindak kejahatan yang muncul selama konflik bersenjata di
Maluku ini bukan lagi suatu tindak pidana murni tapi merupakan kejahatan Hak Asasi
Manusia (HAM) yang sengaja diskenariokan para elite politik nasional, baik sipil maupun
militer Indonesia untuk menghabiskan manusia-manusia beridentitas etnis Maluku.
"Hendaknya para elit Kristen lokal harus memilahkan persoalan Maluku ini secara tegas.
Bahwa sesungguhnya skenario kejahatan yang dibuat para elite nasional baik sipil
maupun militer Indonesia, bukan lagi tindak pidana murni tapi merupakan
kejahatan-kejahatan HAM yang dibenci dunia saat ini. Dan sesungguhnya umat Muslim
lokal maupun Kristen di Maluku telah disembelih secara sia-sia oleh mereka demi
kepentingan politiknya?
Demikian dikemukakan Kace Riry, SH, staf pengajar pada Fakultas Hukum Unpatti,
yang dihubungi Sabtu berkaitan dengan maraknya perbincangan kasus-kasus
pelanggaran HAM belakangan ini.
Dikatakan, selama kurun waktu 21 bulan pertikaian bersenjata di daerah ini, ia tidak
melihat komunitas Muslim maupun Kristen terutama di lapisan grassroot tidak mengerti
apa yang dicapai dari konflik ini. Dikatakan, kalau kedua pihak ingin memisahkan
Maluku dari RI tapi tidak ada dukungan dari luar negeri. Kalaupun ada, itu berada
ditangan Belanda tapi tak mungkin dilakukan. "Kalau dia nekad lakukan berarti dia ingin
menghancurkan Indonesia, dan rakyat Maluku punya andil besar dalam mendirikan
bangsa ini kata Riry, sambil menyatakan lebih lanjut. "Kalau dikatakan umat Islam
setuju dengan konflik ini karena ingin mendirikan negara Islam, nyatanya sampai
sekarang Presiden Gus Dur menantang dengan keras. Kalau dikatakan umat Kristen
ingin merdeka dengan menuding sebagai antek-antek RMS, mana buktinya. Kalau
memang betul, apa arti kemerdekaan bagi orang Kristen di sini sementara orang Kristen
di daerah lain Indonesia saja tidak pernah membicarakannya. Jadi orang-orang Islam
maupun Kristen di Maluku ini sebenarnya semua telah menjadi tumbal sia-sia tegas
Riry.
Jika ingin menyelesaikan konflik Maluku, perwakilan Komnas di Ambon harus berani
menyikapinya dengan serius persoalan-persoalan HAM yang terjadi di wilayah ini. Untuk
itu keberadaan KPMM harus bisa berfungsi sebagai mediator untuk memfasilitasi kedua
kelompok yang disuruh bertikai dan hasilhasil mediasi itu perlu disampaikan kepada
masyarakat secara terbuka.
Kedua KPMM harus bisa melepaskan diri dari pola-pola yang dilakukan oleh pemerintah
(daerah) yang cenderung mengikuti saja kemauan pihak perekayasa. Ketiga harus
mendengar aspirasi dari kalangan bawah, untuk mengantisipasi terjadinya kejahatan
HAM lagi. Juga KPMM harus berupaya menghilangkan stigma-stigma pembenaran diri
terhadap berbagai kejahatan. (mg5) |