|
|
Ambon (23/10/2000) - Siwalima, Berkaitan dengan kesiapan umat Islam tersebut Noija mengatakan selentingan yang menganggap umat Kristen tidak mau berdialog kendati sudah dua kali momentum tersebut dimediasi penguasa darurat sipil di daerah pun saat keberangkatan menghadap Presiden KH Abdurrahman Wahid, bukan karena umat Kristen tidak mau namun belum bisa untuk berdialog. "Kita belum bisa berdialog bukan kita tidak mau berdialog. Semisal saat dialog pertama kita belum bisa berdialog karena waktu itu masih ada gempuran terhadap Desa Waai," tandas Noija. Seperti yang dilansir harian ini, Sabtu (21/10). Ketua Fraksi Pembela Negara Kesatuan, Thamrin Elly, SH mengungkapkan umat Islam pada dasarnya ingin berdialog namun umat Kristen kendati sudah dua kali momentum dialog diadakan namun tidak bersedia berdialog dengan umat Islam. "Kita ditawarkan berdialog, dan kita bersedia namun ada segelintir tokoh Kristen yang menolak untuk duduk bersama," ungkap Thamrin, sembari memberi alasan yang diterima pihaknya adalah umat Kristen mengajukan syarat bahwa Laskar Jihad harus dipulangkan dalam tempo 2x24 jam. Menurut Noija, persyaratan untuk memulangkan Laskar Jihad bukan ditujukan kepada umat Islam tapi kepada penguasa darurat sipil. "Makanya, kalau Thamrin berbicara atas nama staf ahli darurat sipil maka alangkah sangat memalukan pernyataan seperti itu," ungkap Noija. Sebaliknya, kata Fileo, jika itu penilaian Thamrin Elly secara pribadi berarti dengan sendirinya dia mau mengatakan bahwa darurat sipil tidak mampu untuk memulangkan Laskar Jihad. "Kenapa saya bilang begitu karena darurat sipil adalah pemerintah, dan pemerintah punya kekuasaan untuk memulangkan mereka," tegas Noija. Sementara itu Fileo menilai, pernyataan Thamrin dengan mengungkapkan umat Islam siap berdialog tanpa syarat, merupakan pernyataan yang keliru. "Dengan mengungkapkan konsep tanpa syarat, itu syarat. Jadi tanpa syarat yang bagaimana," tanya Fileo. Ditambahkan, saat itu umat Kristen meminta penguasa darurat sipil untuk memulangkan Laskar Jihad, jadi prinsipnya permintaan itu bukan syarat bukan ditujukan kepada komponen lain melainkan ditujukan kepada yang punya kekuasaan yakni penguasa darurat sipil. "Jadi penguasa darurat sipil harus mendefinisikan dan bertindak tegas terhadap kelompok yang menamakan diri laskar jihad dan keterlibatan oknum-oknum anggota TNI yang terkontaminasi, begitupun oknum-oknum anggota Polri. Ya, dalam pengamatan kami, selama ini mereka juga merupakan sumber konflik," kata Noija, sembari menambahkan, jika penguasa darurat sipil sudah mendefinisikan dan bertindak tegas atas komponen-komponen yang disinyalir merupakan sumber konflik maka dialog antar kedua kubu bertikai akan berjalan dengan mulus. "Jadi kami minta ketegasan dari penguasa darurat sipil supaya bisa memediasi dialog hingga bisa berjalan dengan mulus," harapnya. Fileo juga menilai, Thamrin Elly, keliru bila menganggap warga Buton Bugis Makasar
(BBM Red) adalah orang luar Maluku. "Mereka itu juga lahir dan besar di Maluku dan
hidup selama bertahun-tahun di sini, makanya bukan orang luar lagi namun sudah
menjadi orang Maluku," tegas Noija. (cep) SPDP Kasus TPG Diterima Pihak Kejati Ambon (23/10/2000), Siwalima Sebaliknya menyinggung tabligh akbar Panglima Laskar Jihad, Jaffar Umar Thalib, yang melakukan fitnahan kepada kelompok Kristen di Maluku, termasuk hujatannya kepada Presiden KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, yang kini sedang diproses di Ditserse Polda Maluku, Pattirajawane mengaku belum mendapat SPDPnya. "Menurut KUHP, setiap kali penyidikan dimulai, harus ada Surat PDPnya. Kalau itu belum ada di Kejaksaan, maka kita belum berani berkomentar, karena bukan wewenangnya, sekalipun tahu ada kasus yang diproses di kepolisian itu," jelasnya.(eda/cep)
|