The Cross
Under the Cross

English
Indonesian
Search
Archives
Photos
Maps
Help Ambon
Statistics

HTML pages
designed &
maintained by
Alifuru67

Copyright ©
1999/2000 -
1364283024 &
1367286044


 

AMBON Berdarah On-Line
About Us

BERITA HARIAN UMUM SIWALIMA

EDISI: Senin, 25 September 2000

Pokok-pokok Berita:

  1. Desa Pia Diserang, 5 Luka-luka, 75 Rumah Musnah Terbakar - Kawasan Islam Iha Rata Tanah
  2. Ditetapkan Pekan Berkabung bagi Umat Kristiani
  3. Gara-gara Tebang Cengkeh, 2 Warga Tial Tertembak
  4. Soal Keterlibatan Tiga Oknum Brimob - Tidak Bisa Ditingkatkan Menjadi Tersangka
  5. Denzipur 8 Ditolak, Secara Umum Rakyat tak Percaya Militer
  6. Saparua Bisa Seperti Banda dan Ternate: Kasus Saparua, Bukti Konspirasi Musnahkan Umat Kristen

Ambon, Siwalima
Setelah menggempur dua desa tetangganya masing-masing Noloth dan Ihamahu Kecamatan Saparua, Jumat (22/9) sekitar pukul 13.00 WIT setelah setengah jam sebelumnya Kapolda Maluku, Brigjen Pol Firman Gani bertolak dari dermaga Haria, Warga Desa Iha kembali mengempur Desa Noloth pada pukul 06.00 WIT. Gempuran tersebut mengakibatkan warga Noloth terutama ibu-ibu dan anak-anak menyelamatkan diri ke hutan-hutan. Sementara informasi yang berhasil dihimpun Siwalima di Posko Darurat Sipil Sabtu siang berdasarkan laporan resmi Camat Saparua, Drs Felix Leunura kepada penguasa darurat sipil melalui telpon yang diterima Staf Ahli Bidang Penerangan Darurat Sipil, Mayor Marthen L Djari terungkap pada pukul 10.30 WIT warga Kulur melancarkan serangan ke pemukiman Kristen di Desa Pia.

Kendati tidak menyebutkan secara jelas sebab musabab peristiwa tersebut dan berapa kerugian yang dialami, Camat Leunura menyebutkan 2 anggota Brimob yang menghadang kelompok penyerang di Pos Brimob Pia mengalami luka-luka di lengan setelah kena serpian bom rakitan yang diledakan secara beruntun. Menanggapi peristiwa beruntun yang terjadi, termasuk mengantisipasi membiasnya kejadian di Sirisori, maka melalui rapat tertutup penguasa darurat sipil dengan unsur-unsur pembantunya, disepakati mengirim 3 kompi TNIAD Gabungan ke Saparua pada Sabtu (23/9). Melalui saluran interlokal, Mayor Marthen Djari meminta Camat Saparua untuk meyakinkan kepada masyarakat agar bisa menerima TNIAD apa adanya. "Kita tidak bisa ikuti semua keinginan masyarakat yang memilah-milahkan aparat keamanan, seperti hanya mau menerima Polri dan menolak TNI," ujar Djari.

Sementara itu, Kapolda Maluku yang dicegat setelah mengikuti rapat tertutup dengan penguasa darurat sipil mengatakan, dirinya telah menggambarkan kondisi Saparua, termasuk di Sirisori Kristen yang belum siap menerima kehadiran aparat keamanan. "Namun setelah dipertimbangkan bersama-sama ternyata tidak ada jalan lain selain harus mengirimkan pasukan ke sana. Hanya, secara teknisnya harus dirubah. Seperti ke Sirisori Islam dan Iha bukan lagi masuk melalui pemukiman Kristen, tetapi langsung ke lokasi yang dituju. Warga Iha Mengungsi Sementara itu, informasi terakhir yang diperoleh Siwalima dari Kapolda Maluku, Minggu kemarin mengungkapkan bahwa ratusan warga Desa Iha kini telah mengungsi ke Tulehu-Salahutu. Menurutnya, pengungsian tersebut terjadi ketika serangan balik yang dilancarkan warga desa tetangganya, masing-masing Desa Noloth dan Ihamahu pada Sabtu sore yang mengakibatkan rumah-rumah penduduk milik warga Iha rata tanah.

Selain itu, dua regu Brimob yang beranggotakan 16 personil yang ditempatkan di daerah perbatasan Iha-Noloth dan Iha-Ihamahu terpaksa kembali ke Ambon, Minggu siang dengan pakaian dibadan dan sebagiannya mengalami luka tembak di kaki pun di tangan. Setelah di Ambon personil Brimob yang luka tembak tersebut dirawat di Rumah Sakit Lanal Halong. Keterangan yang diperoleh dari seorang ibu di kediaman Camat Saparua menyebutkan, informasi tentang kejadian di Iha masih simpang siur. "Soal semua rumah sudah rata tanah pun kami belum tahu persis, tapi yang jelas sebagiannya sudah," ujar ibu dari balik gagang telepon.

Sementara itu hingga sore kemarin, sejumlah sumber informasi di Kecamatan Saparua belum berhasil dihubungi karena sedang tidak berada ditempat. Staf ahli Darurat Sipil, Drs Jhon Tomasoa yang dihubungi Siwalima semalam menjelaskan sejak terjadi pertikaian di Saparua jumlah korban warga sipil Sirisori Kristen meninggal dunia 2 orang, luka 6, sedangkan untuk Desa Nolloth 21 mengalami luka-luka, sedangkan Desa Pia 3 warga luka-luka, untuk korban dari pihak Muslim sampai berita ini diturunkan belum terdata berapa jumlah korban yang meninggal dan luka-luka.

Menurut Tomasoa informasi yang diterima Darsi dari Camat Saparua Drs Felix Leunura, menyebutkan untuk Desa Sirisori Kristen jumlah rumah yang terbakar sebanyak 160, Desa Pia 74, Desa Iha 80 dan Desa Nolloth 2 rumah habis dilahap si jago merah. Keterangan Camat Saparua Drs Felix Lenura mengatakan sejak pkl 21.00 Wit sampai berita ini diturunkan situasi keamanan mulai terkendali. Tidak lagi terdengar bunyi letupan bom, rakitan maupun mortir baik di darat maupun laut. Tomasoa menjelaskan para pengungsi dari Desa Sirisori Kristen sebanyak 1200 orang sementara ditampung di Saparua di kantor Klasis Pulau-pulau Lease, Kantor Desa Tiuow, gedung serbaguna serta rumah-rumah penduduk yang ada hubungan famili dengan korban.

Untuk Desa Pia jumlah pengungsi sebanyak 450 orang dan sementara ditampung di Desa Tiouw dan Desa Tuhaha. Pula sebagian besar warga ada yang lari mengungsi ke hutan dan mendirikan paparisa. Sedangkan untuk pengungsi Desa Iha sudah dievakuasi ke Desa Tulehu sebanyak 470 orang. Mereka mendapat bantuan dari Satkorlak berupa lima ton beras, 75 karton Supermi, tiga bal terpal termasuk obat-obatan. Untuk pengungsi yang berada di Saparua bantuannya sudah disiapkan hanya menunggu koordinasi Ketua Pelaksana Harian Satkorlak, Wagub Bidang Kesra, Dra Paula Renyaan dengan pihak Angkatan Laut guna memperoleh fasilitas transportasi. (eda/ana)

Ditetapkan Pekan Berkabung bagi Umat Kristiani

Ambon, Siwalima
Menyikapi kondisi rusuh yang tak berujung para pimpinan Gereja di Maluku, menetapkan Pekan Berkabung Kristiani. Ibadah Minggu (24/9) di Gereja Bethania, umat diajak berada dalam suasana berkabung selama satu minggu mulai dari tanggal 26 September sampai dengan 4 Oktober 2000 melalui surat keputusan yang ditanda tangani 16 pemimpin Gereja di Maluku.

Pertimbangan, menyesali tindakan dan sikap aparat negara dalam hal ini aparat keamanan yang tidak bersikap netral khususnya yang menimpa umat di Pulau Saparua. Selain itu pemerintah Indonesia dinilai tidak tanggap malah cenderung ikut melanggengkan konflik di Maluku, sehingga mengakibatkan jatuh korban jiwa sia-sia rumah-rumah ibadah hancur, khususnya yang menimpa umat Kristiani beberapa hari terakhir ini.

Pekan Berkabung Umat Kristiani ini ditandai dengan mengajak seluruh umat Kristen untuk menghentikan kegiatan rutin khusus besok, 26 September. "Umat Kristen melalui keputusan pimpinan gereja-gereja di Maluku diajak mengikuti pekan berkabung Kristiani ditandai dengan penghentian aktivitas rutin khusus pada tanggal 26 September. Ini semata-mata dilakukan untuk menyikapi kondisi kerusuhan yang tak kunjung selesai hingga 20 bulan ini," tegas Pdt M L Peilouw, SmTh.

Lebih lanjut dikatakan, pada besok hari diadakan ibadah pembukaan pekan berkabung di masing-masing gereja, selanjutnya pada hari yang sama sampai dengan tanggal 4 Oktober umat diminta untuk melakukan doa dan puasa di masing-masing keluarga sambil menaikkan puji-pujian kepada Allah. Khusus untuk puasa, Peilouw menambahkan, hal tersebut dilakukan sesuai dengan aturan masing-masing gereja. Namun, bagi Gereja Protestan Maluku, Ibadah Puasa dilaksanakan mulai jam 06.00 sampai 20.00 wit.

Selanjutnya, umat diminta melaksanakan ibadah puji-pujian secara oikumene di lingkungannya masing-masing. Sementara itu, bagi umat Kristiani yang dalam kurun waktu Pekan Berkabung ingin bepergian keluar rumah diharuskan memakai kain kabung hitam sebagai tanda. "Jadi yang ingin bepergian keluar rumah selama kurun waktu tersebut, diminta memakai kain kabung di lengan baju kiri atau kanan," tambah Peilouw. Ketua Sinode GPM Pdt Sammy Titaley, STh, yang hendak dikonformasi Siwalima tak berhasil dihubungi. Sementara itu, informasi yang dihimpun Siwalima dari Sinode GPM menyebutkan pekan informasi ini merupakan kesepakatan bersama antara gereja-gereja di Maluku antara lain Gereja Protestan Maluku, Keusukupan Amboina, Gereja Kristen Kalam Kudus, Gereja Bethani dan Gereja Bala Keselamatan. (cep)

Gara-gara Tebang Cengkeh, 2 Warga Tial Tertembak

Ambon, Siwalima
Aksi penebangan liar terhadap sejumlah hasil tanaman rakyat di wilayah-wilayah perbatasan seringkali menimbulkan keresahan bagi masyarakat dan menjadi titik picu timbulnya konflik baru yang berkepanjangan. Buktinya, Sabtu (23/9) sore sejumlah tanaman cengkeh milik masyarakat Suli Kecamatan Salahutu, yang berada di hutan berbatasan langsung dengan Desa Tial ditebang liar oleh warga dua orang masyarakat yang diduga berasal dari Desa Tial. Penebangan liar yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab ini kemudian dihadang oleh warga Kariu-Pulau Haruku yang kini mengungsi dan menetap di Desa Suli.

Lantaran, penebangan liar ini telah dilakukan berulang-ulang kali, maka timbul kemarahan dan kejengkelan warga Suli dan Kariu. Kontan saja mereka bertindak cepat, mengusir pergi para penebang liar menggunakan senjata rakitan Alhasil penebang liar lari terbirit-birit meninggalkan kebun cengkeh di wilayah perbatasan termasuk cengkeh hasil jarahan. Informasi yang dihimpun Siwalima Minggu kemarin menyebutkan bahwa akibat penembakan itu, seorang penebang liar yang belum diketahui namanya tewas terkena timah panas dan mayatnya kemudian dibawa dan disemayamkan ke Mesjid Al Fatah Ambon. Selain itu, seorang diantaranya mengalami luka-luka ringan. Disebutkan pula, bahwa dalam beberapa malam terakhr di sekitar daerah perbatasan Suli-Tial terdengar beberapa kali bunyi ledakan bom rakitan sehingga menimbulkan keresahan bagi warga Suli dan sekitarnya. (eda)

Soal Keterlibatan Tiga Oknum Brimob - Tidak Bisa Ditingkatkan Menjadi Tersangka

Ambon, Siwalima
Ketiga oknum Brimob yang terlibat kasus penembakan KM Anda 2, Selasa (19/9) kini sedang menjalani pemeriksaan di Mapolda Maluku. Kepada Siwalima di Ambon, Kapolda Maluku Brigjen Pol Drs Firman Gani menandaskan bahwa, statusnya mereka tidak bisa dijadikan tersangka. Kendati demikian, pihaknya tetap memperhatikan informasi yang diberikan masyarakat. "Saya melihat alibi yang kuat dari tiga orang itu tidak bisa kita tingkatkan jadi tersangka, akan tetapi tetap kita awasi sesuai dengan informasi yang didapat dari masyarakat," tegas Gani.

Seperi yang dilansir harian ini, Kamis (21/9) insiden penembakan KM Anda 2 yang menewaskan dua penumpang dan 15 lainnya luka-luka, melibatkan tiga anggota Brimob Polda Maluku. Ketiga oknum tersebut ditangkap oleh Yonif gabungan yang dikomandani Mayor Inf Ricky Samuel bersama tim Gabungan Satuan Intelejen (GSI) dan Kasi2 Ops KosektorI Ambon, saat berlangsung peristiwa tersebut. Diduga, ketiga oknum pasukan elit kepolisian itu menembak KM Anda 2 dari arah sekitar pantai dermaga speedboat Batu Merah, ungkap Komandan Sektor 1/ Ambon, Kolonel Inf Siswanto dalam laporan telegramnya kepada Pangdam XVI Pattimura, Rabu (20/9).

Sementara itu, kata Kapolda, ketiga oknum yang sudah selesai dimintai keterangan. "Sudah selesai diperiksa oleh Provoost maupun salah satu perwira yang saya tunjuk yakni Irpolda dan keterangan ini sementara dilakukan analisa," tambah Gani. Kendati tidak bisa diangkat statusnya menjadi tersangka namun, kata Gani, informasi dari masyarakat senantiasa dijadikan acuan untuk meningkatkan keamanan di lingkungan Polda Maluku. (cep)

Denzipur 8 Ditolak, Secara Umum Rakyat tak Percaya Militer

Ambon, Siwalima
Penolakan warga Sirisori Kristen di Pulau Saparua, Maluku, membuktikan secara umum kepercayaan masyarakat terhadap netralitas aparat keamanan di lapangan guna melerai konflik antar warga semakin meluntur. Penegasan ini disampaikan vokalis PDI-P Kota Ambon, Drs Rury Moenandar, kepada Siwalima Sabtu (23/9) di Ambon. "Itu sebagai bukti atau tanda bahwa rakyat tidak lagi percaya kepada tentaranya sendiri. Padahal tentara atau militer di negeri ini mestinya harus berperan sebagai aparat pengaman bagi kepentingan seluruh rakyat di dalam negara Indonesia. Tetapi justru sekarang terbalik, mereka menjadi abdi atasan bukan abdi negara," kecam Moenandar.

Menurutnya, penolakan terhadap keberadaan aparat keamanan di tengah-tengah konflik antar warga tidak saja terjadi di Sirisori Kristen tetapi pernah terjadi di beberapa tempat. "Kita bisa lihat saja yang terjadi di Sirisori itu memberikan dampak yang cukup besar. Bayangkan satu pasukan TNI yang dipimpin langsung oleh komandannya terpaksa kembali dengan menggunakan kapal perang karena ditolak warga Sirisori Kristen. Ini kan satu fenomena unik," katanya.

Dijelaskan, fakta penolakan rakyat terhadap masuknya aparat keamanan di tengah-tengah konflik membuktikan keberadaan militer sedang diuji. "Ini sebenarnya suatu pertanyaan kritis dari rakyat pada profesionalisme TNI yang tugas kesehariannya membela dan mengamankan kepentingan rakyat sipil," ujar Moenandar, sembari menambahkan, penolakan itu juga memberikan dampak politis kepada TNI sendiri. "Soalnya masyarakat tidak lagi melihat militer sebagai alat negara yang bertugas memberikan rasa aman kepada rakyat, tetapi mereka melihat tentara sebagai bagian dari pada proses yang terjadi selama kerusuhan Ambon, Maluku berlangsung." Karena itu Moenandar menilai peristiwa yang terjadi di Saparua menunjukkan tidak proaktifnya militer dalam melerai konflik yang terjadi. "Anda bisa lihat sendiri sekitar 200-an mortir ditujukan ke perkampungan Kristen.

Mengapa tidak dilakukan penyelidikan dan penangkapan kepada orang-orang atau kelompok yang telah menggunakan alat-alat perang moderen itu. Inikan tidak rasional, kemampuan militer dengan segala peralatan intelejennya tidak mampu mendeteksi semua penggunaan perlengkapan canggih yang digunakan para penyerang." Karena itu, Moenandar khawatir, jangan sampai muncul pandangan rakyat, kerusuhan Maluku dengan tingkat konspirasi yang tinggi termasuk oknum-oknum militer tertentu semakin memperlemah upaya antisipasi militer sendiri guna mengungkapkan siapa yang menggunakan serta memasok mortir baik warga sipil maupun militer (desersi). (ana)

Saparua Bisa Seperti Banda dan Ternate: Kasus Saparua, Bukti Konspirasi Musnahkan Umat Kristen

Ambon, Siwalima
Konflik yang terus melebar di Saparua,dan telah mendatangkan korban cukup banyak dinilai sebagai praktek relokasi yang sedang dijalankan, dan bukan karena alasan penembakan di tanjung Ouw. Ujung-ujungnya, menghancurkan kantong-kantong Kristen di Saparua. Karena itu tidaklah heran kalau konflik ini terus berkecamuk, Saparua akan bernasib sama dengan Banda dan Ternate. Orang Kristen diusir keluar lalu daerahnya ditempati umat Muslim. Demikian intisari wawancara Siwalima dengan salah satu putera Lease Drs Veky Manuputty, Sabtu pekan lalu di Ambon. "Saya kira tidak masuk akal kalau penyerangan ke sejumlah desa Kristen di Saparua merupakan alasan penembakan di Tanjung Ouw yang masih misterius itu. Skenario ini sudah dirancang rapih. Targetnya, relokasi penduduk berdasarkan agama dijalankan, dengan mengusir semua umat Kristen dari pulau Saparua," ujar Ketua Kosgoro Maluku itu. Menurut dia, orang Kristen Saparua itu militan, tapi toh, tidak bisa berbuat banyak kalau Jihad dan oknum-oknum TNI bergabung bersama kelompok Muslim dengan dilengkapi senjata canggih.

Dia mengatakan meskipun mayoritas penduduk Saparua beragama Kristen, toh minoritas Muslim di situ tidak pernah diapa-apakan. Itu berarti umat Kristen tidak berpikir picik terhadap sesama manusia. Dicontohkan, desa Iha itu penduduknya sangat kecil dan diapit oleh sejumlah desa Kristen dengan jumlah penduduk yang jauh lebih besar. Tapi ternyata dia dilindungi. Herannya, konflik yang terjadi ini malah Desa Iha yang menyerang desa Noloth. "Ini kan aneh. Apalagi korban yang teridentifikasi dari pihak penyerang itu ada marga dari desa Pelauw, Kulur dan sejumlah desa Muslim lainnya.

Kepada Gubernur sebagai penguasa darurat sipil di daerah, dia minta agar lebih tegas dalam bertindak karena payung hukum UU Darurat Sipil sudah menjamin. "Saya kira gubernur tidak perlu takut untuk bertindak tegas. Mau alasan apa lagi, kan sudah ada payung hukum. Tinggal bagaimana berkoordinasi dengan aparat keamanan yang dianggap netral lalu dikirim kesana untuk meredam konflik ini," ujarnya mengharapkan Selain itu gubernur juga diharapkan untuk segera memulangkan laskar Jihad dari Ambon, dan pemulangannya harus transparan karena sudah bukan lagi rahasia mereka telah menanamkan andil besar untuk menghancurkan umat Kristen di Maluku.

Dia juga menyesal, pernyataan Jafar Umar Thalib yang nyata-nyata melecehkan Presiden Gus Dur, tapi gubernur tidak mengambil langkah tegas untuk menangkap Jaffar, namun sebaliknya mengadakan pertemuan lagi dengan Jaffar yang secara nyata-nyata dirinya hanya membela kepentingan Islam di Maluku. Secara tegas Manuputty menilai gubernur enggan memulangkan laskar jihad. Padahal kalau gubernur mencintai Maluku, tidak terlalu sulit untuk mengusir laskar Jihad itu dari Ambon, karena rakyat tentunya berada di belakang gubernur. Sikap lamban seperti inilah yang menyebabkan orang memberi penilaian yang macam-macam terhadap gubernur.

Ditanya apakah pembumi hangusan desa-desa Kristen di Saparusa merupakan konspirasi para elit di daerah ? Manuputty menegaskn itu tidak bisa dipungkiri. Tidak mungkin ini hanya kepentingan elit nasional. Elit daerah juga punya kepentingan di situ. Menyinggung soal banyaknya laskar jihad yang menyusup ke Saparua, Manuputty langsung mempertanyakan hasil pertemuan gubernur dengan panglima laskar jihad, Jaffar Umar Thalib dan Kapolda Maluku Firman Gani beberapa waktu lalu.

Menurut dia pertemuan tersebut belum diketahui ujung pangkalnya. Lagi pula pertemuan itu menjadi wacana kontroversial di kalangan publik karena di satu sisi gubernur berbicra akan memulangkan laskar jihad, dan menugaskan polisi menahan Jaffar Umar Thalib, tapi di sisi lain, gubernur malah menawarkan sebuah pertemuan. Dan belum lagi seminggu desa-desa Kristen di Saparua dibabat kelompok Muslim yang diduga dilakukan kelompok laskar jihad dan oknum-okunum aparat keamanan.

Manuputty juga minta gubernur agar bisa mendengar aspirasi warga Kristen Saparua yang menolak TNI di wilayah itu. Alasannya, dalam konflik Maluku, kebanyakan masyarakat Kristen tidak percaya TNI karena mereka bertindak tidak netral bahkan ikut bergabung bersama perusuh Muslim untuk menghancurkan umat Kristen. Dia juga mengharapkan kepada gubernur agar konflik di Saparua harus dilaporkan ke Presiden sesuai fakta lapangan dan jangan direkayasa. Alasannya, pengalaman jatuhnya kampus Unpatti, desa Poka Rumahtiga serta desa Waai dan Alang Asaude dan sejumlah lokasi di kota Ambon, Presiden tidak tahu, kerena laporan yang diterima menggambarkan Maluku dalam keadaan aman terkendali. (ate)

From: Izaac Tulalessy - HARIAN UMUM SIWALIMA AMBON

Received via e-mail from : Peter by way of PJS
Copyright © 1999-2000  - Ambon Berdarah On-Line * http://www.go.to/ambon
HTML pages designed and maintained by Alifuru67 * http://www.oocities.org/ambon67
Send your comments to alifuru67@egroups.com