Pemilu, Reformasi dan Resistensi Pro-Demokrasi

Pemilu telah lewat. Hasilnya telah kita ketahui bersama.dan bahkan telah kita duga bersama. Golkar menang mutlak dengan 74.31%, PPP mengalami kenaikan menjadi 22.62 % dan Suryadi babak belur dengan hanya memperoleh 3.06 %. PDI? Partai ini, kali ini tidak diijinkan mengikuti pemilu, bahkan ketua umumnya, Megawati Sukarnoputri secara terbuka meng-umumkan sikapnya yang golput. Sebuah intruksi tersamar kepada massa pendukungnya.

Sampai saat Tajuk ini ditulis, belum ada keputusan apakah PPP akan menerima hasil Pemilu atau membuat kejutan dengan menolaknya. Suryadi and his Gang juga membuat manuver yang sama, sebuah manuver politik dari seorang pengkhianat yang dikhianati tentu saja tidak akan pernah menimbulkan simpati. PPP mengklaim memiliki bukti bukti yang menunjuk adanya kecurangan kecurangan pelaksanaan Pencoblosan dan Penghitungan Suara, suatu hal yang sama sekali bukan hal baru dalam era Orde baru.

Namun itulah, pemilu telah lewat dengan pameran keserakahan Golkar yang tiada taranya dan dengan korban jiwa hampir 300 orang, korban materi yang tidak kecil disamping dana yang telah dikeluarkan juga tidak sedikit.

Dari sudut Golkar, Pemilu dan Hasilnya adalah sebuah sukses besar. Namun bagaimana dari sudut gerakan reformasi?

Hasil pemilu tidak akan menjamin reformasi yang dituntut. Ini harus diyakini dan tidak terpedaya oleh bentuk bentuk reformasi semu yang akan ditawarkan dan dipamerkan dalam waktu dekat. Kerusuhan kerusuhan yang sambung menyambung sebelum pemilu, tekanan tekanan yang dilakukan oleh PDI dengan pimpinan Megawati, tuduhan tuduhan kecurangan Pemilu yang makin transparan sehingga "dialami" langsung oleh rakyat, jelas akan mendorong langkah langkah adaptasi dari kekuasaan. Gerakan Prodem tentu saja akan dengan jeli mengamati itu. Jeli untuk melihat apakah langkah "adaptasi" regim seiring dengan agenda agenda strategis dari gerakan prodem, dan kalau demikian harus dengan jujur juga disyukuri karena "REFORMASI" bukan monopoli gerakan pro-demokrasi. Jeli juga untuk menangkap kesemuan dari langkah langkah "adaptasi" tersebut. Kenaikan suara PPP juga tidak akan mendorong adanya reformasi dari dalam sistem. Pertama, mereka tidak cukup kuat di Parlemen yang kedua sudah sering terbukti betapa gamangnya partai ini menjaga konsistensi sikap politiknya. Indikasi terakhir akan kita tunggu dari sikapnya terhadap hasil pemilu ini. Dan Suryadi? Kita tidak dapat berharap apapun dari seorang boneka.

Namun dinamika pemilu dapat menjadi unsur penting dari proses penyadaran politik massa rakyat serta kelompok strategis seperti kelas menengah. Keseluruhan proses pemilu adalah point penting dari penerangan politik yang bermuara pada kesadaran bahwa reformasi politik bukan merupakan obyek jual kecap kelompok prodem tetapi adalah jelas nyata merupakan kebutuhan bangsa sekarang ini. Rentetan peristiwa mulai dari 20 Juni, konggres Medan, 27 Juli, kerusuhan Surabaya, Situbondo, Tasik Malaya, Sanggau Ledo, kerusuhan pada era kampanye termasuk kejadian memilukan di Banjarmasin, kecurangan kecurangan era Pemilu dll. telah menjadi sangat transparan. Rahmat tersembunyi dari rentetan bencana memilukan ini, termasuk juga segudang "sandiwara" pengadilan politik, adalah bahwa reformasi akan makin terasa menyentuh langsung pada kepentingan orang banyak. Kita tidak dapat lagi menyerahkan perjalanan bangsa ini kedalam suatu format yang menghasilkan serentetan kerusuhan tersebut, kepada suatu format yang dapat mengkatalisasi ketidakpuasan daerah terhadap pusat yang dapat bermuara pada kerusuhan yang berbau sara. Sementara format ini menghantam secara kasar kelompok kelompok yang disebut sebagai "separatis", dia juga membiarkan bertumbuh kembangnya eksploatasi daerah yang secara serempak memarginalisasi anak daerah. Format yang sangat sentralistik secara politik - ekonomi dan sosial ini tidak dapat diterima lagi. Sementara format ini berusaha mendorong profesionalisme generasi muda dalam menyongsong globalisasi, dia juga meniscayakan praktek praktek proteksi, kolusi, nepotisme dalam berbagai bidang, sistem jalan pintas dalam jenjang karier dll yang jelas jelas bertentangan bahkan kontra-produktif terhadap asas profesionalitas. Format ini selayaknya ditolak, bahkan secara khusus oleh kelompok profesional muda yang mulai bertumbuh di haribaan bangsa. Contoh contoh lain dapat saja kita tambahkan, apalagi jika kita masuk langsung kedalam bidang politik.

Jadi justru dalam keserakahan yang secara makin kasar dari hari ke hari diperlihatkan, barisan reformasi akan bertambah besar. Itu yang secara sangat menyolok telah terjadi selama bulan bulan terakhir. Dus, kemenangan golkar yang terhebat ini justru akan mempercepat proses reformasi.

Persoalannya adalah kejelian melihat dan mebaca situasi agar tidak terperangkap dalam sikap tergesa-gesa. Persoalannya adalah kejelian untuk menilai kekuatan sendiri, sehingga tidak tertipu oleh perasaan "sudah kuat". Dan ini membutuhkan resistensi.

Resistensi tidak berarti keberanian untuk diadili, keberanian untuk dipenjarakan, kenekatan untuk menjadi martir demokrasi, kebanggaan karena pernah digebuk, kenikmatan karena dapat memaki musuh. Resistensi berarti daya tahan untuk terus menerus konsisten dalam tuntutan dan gerakan yang mengungkapkan tuntutan itu secara beradab dan terhormat. Resistensi memahami perjalanan panjang ini sebagai realita yang wajar, karena yang dihadapi adalah hasil depolitisasi selama 30 tahun. Satu generasi telah diperbodoh dengan sadar. Satu generasi telah berkembang secara tidak wajar dalam alam yang serba mengikat. Dan ketika ada gerakan yang ingin menghapus ekses ekses pembodohan itu, maka dibutuhkan pula waktu yang relatip sama.

Adalah manusiawi untuk merasa lelah, merasa capai, merasa tak berdaya bahkan merasa putus asa. Berada pada kondisi ini tanpa adanya resistensi akan membawa manusia pada dua jalan. Meninggalkan gerakan dan memilih jalan yang "lain" yang lebih enak atau kemungkinan yang kedua: menjadi gelap mata dan lalu berharakiri. Resistensi yang sejati akan menghindari dua jalan tersebut. Resistensi sejati tidak bersumber dari kekuatan fisik, kecerdasan otak, keluasan pengetahuan, kemahiran berbicara ataupun menulis. Dia bersumber dari moral dan kekayaan spiritual yang bisa dan sering bersumber dari agama atau juga tradisi tradisi pembinaan rohaniah.

Pemilu telah lewat. Hasil pemilu tidak akan membawa reformasi yang sejati, walaupun kemungkinan akan ada reformasi semu. Resistensi gerakan sangat dibutuhkan untuk meneruskan penyadaran politik. Hasil pemilu menunjukan bahwa sasaran strategis penyadaran politik saat ini seyogyanya adalah kelompok profesional muda dan rekan rekan mahasiswa di luar Jawa. Kedua kelompok ini mesti merasakan bahwa reformasi adalah kebutuhan mereka juga, kebutuhan ril yang mendesak. Sementara itu, gerakan prodem yang telah eksis secara mapan semoga dalam waktu yang tidak terlalu lama dapat merapatkan sekaligus menyederhanakan barisan sembari menemukan formulasi bersama dari sebuah reformasi yang realistis. n

Berlin, Juni 1997


Kembali ke Daftar Isi