Warga brandenburg Menolak penyatuan dengan berlin

Oleh: Alex Flor

Hampir setahun yang lalu, tepatnya pada tanggal 5 Mei 1996, diserukan kepada semua penduduk dari dua negara bagian Jerman, yaitu Brandenburg dan Berlin, untuk memberikan suaranya pada referendum atas penyatuan ke dua negara bagian tersebut diatas.

Dengan perbedaan yang sangat menyolok, akhirnya suara pemilih terbanyak jatuh pada putusan menolak penyatuan. Hasil tersebut merupakan penurunan martabat bagi kekuatan politik yang sudah tertanam di kedua negara. Tujuh tahun setelah runtuhnya Tembok Berlin, perbedaan antara Barat dan Timur masih tetap belum bisa untuk tidak dihiraukan.

Federalisme di Jerman

Republik Jerman adalah suatu negara federal. Pada perbedaan dengan beberapa negara demokrasi di barat, misalnya dengan negara tetangga, Perancis, yang berorientasi kuat pada sentralisme, para perumus Undang-Undang Dasar 1949 ingin menghindarkan sistem monopoli kekuasaan negara, dimana anggaran umum ditanggung oleh baik pemerintah pusat, negara-negara bagian maupun daerah-daerah. Begitu juga dengan pemasukan, seperti misalnya pajak, dengan ketentuan tertentu dibagikan kepada pemerintah pusat, negara-negara bagian atau daerah-daerah.

Pemerintah dari masing-masing negara bagian bersama-sama membentuk Bundesrat (Majelis Perwakilan Rakyat). Bundesrat merupakan lembaga tinggi yang pada akhirnya harus menyetujui sebagian besar keputusan keluar dari Bundestag (Dewan Perwakilan Rakyat). Sering pula Bundesrat tidak menyetujui peraturan-peraturan dari Bundestag. Hal ini dapat disebabkan karena kepentingan negara-negara bagian tidak disinggung atau karena faktor kepentingan partai politik ikut serta dalam permainan. Saat ini kursi di Bundesrat didominasi oleh partai sosial demokrat (salah satu partai besar adalah SPD, Sozialdemokratische Partei Deutschland, yang saat ini bisa dikatakan partai ke-2 terbesar di Jerman ), sedangkan kenyataan lain menunjukan, bahwa orang-orang dari partai Konservativ-Liberal (CDU-Christlich Demokratische Union, saat ini sebagai partai terbesar di Jerman dan FDP-Freidemokratische Partei) menentukan arah di dalam Bundestag.

Pembagian sistem federasi Republik memungkinkan untuk mengatur kondisi politik secara lebih baik atas dasar pertimbangan kebutuhan manusia yang berbeda-beda di masing-masing daerah, dan untuk lebih memperhatikan perbedaan identitas orang. Meskipun perbedaan-perbedaan tersebut di Jerman, dibandingan dengan negara beraneka ragam, saat ini relatif sedikit, dapat dikatakan, bahwa masih ada perbedaan kepentingan antara negara bagian di pantai dan negara bagian Selatan. Di daerah pantai di Jerman Utara, industri dan budaya berdiri pada keterkaitan yang erat dengan industri kapal, pelabuhan dan penangkap ikan, sedangkan daerah Selatan Jerman terbentuk dari berbagai pusat industri moderen dengan sekitarnya daerah agraris.

Bagaimana mungkin seorang Bavaria (dari Selatan) bisa tertarik atas krisis industri kapal yang ada di Jerman Utara? Dan dengan alasan apa sebaliknya seorang penduduk pantai akan mengurusi dan memikirkan risiko dari perkembangan didaerah pegunungan Alpen akibat pariwisata di sana?

Tentu saja perbedaan-perbedaan tersebut tidak selalu mendominasi.

Sering terjadi, bahwa negara-negara bagian atau daerah-daerah saling bersaingan, apabila sudah menginjak pada penanaman modal industri baru yang menguntungkan atau mereka bersaingan untuk mendapatkan subsidi dari pemerintah pusat atau dari Uni Eropa.

Sebuah contoh konkrit lainnya adalah menyangkut tenaga nuklir.

Yang dengan paling kuat mendukung tenaga nuklir ini justru adalah negara bagian di Jerman Selatan. Sedangkan Niedersachsen, suatu negara bagian di daerah Utara, cenderung untuk menolak segala proyek tenaga nuklir pada masa mendatang. Memang di negara bagian Niedersachsen adalah satu-satunya tempat pembuangan limbah nuklir yang sampai saat ini masih ada perlawanan dari penduduk setempat dan Ornop-Ornop Lingkungan.

Penduduk Niedersachsen tidak dapat menerima bahwa justru mereka harus menanggung risiko pembuangan limbah nuklir di depan pintu mereka yang dihasilkan oleh pembangkit listrik nuklir di negara-negara bagian Bavaria, Baden-Württemberg dan Hessen.

Begitu pula dengan pemerintah negara bagian Niedersachsen, mereka tidak ingin menanggung biaya yang besar buat pembiayaan satuan polisi yang harus didatangkan guna mengamankan dari demonstrasi yang bakal terjadi di sana, padahal sumber masalah ada di negara bagian Selatan.

Para perumus Undang-Undang Dasar agakanya sangat sadar, bahwa dengan perjalanan waktu, struktur dan identitas dapat mengalami pencairan, sehingga perlu terus didiskusikan tentang peraturan baru yang menyangkut batas-batas negara bagian. Atas dasar tersebut diatas, Undang-Undang Dasar Jerman menjelaskan bahwa perubahan batas negara bagian tidak menjadi persoalan, jika penduduk yang bersangkutan menginginkan referendum, sebagai contoh tentang peleburan dua negara bagian ataupun pemisahan sebuah negara bagian. Sampai saat ini peraturan tersebut hanya pernah dilakukan sekali, yaitu pada waktu Republik Jerman baru setahun berdiri, dimana penduduk Baden dan Württemberg menyepakati sebuah pembentukan negara bagian bersama Baden-Württemberg.

Orde Baru setelah berakhirnya jaman DDR

Pada saat runtuhnya tembok Berlin dan integrasinya ex-Jerman Timur pada Republik Federal Jerman di daerah sana tidak ada negara bagian lagi. Dulu ada negara-negara bagian yang dibentuk atas perintah pasukan Uni Soviet pada tahun 1945 tetapi diabaikan lagi oleh pemerintah Jerman Timur pada tahun 1952.

Kemudian daerah kekuasaan Jerman Timur dibagi dalam pemerintahan daerah, yang dilihat dari sisi struktur administrasi yang dikendalikan pemerintah pusat boleh dikatakan mirip dengan propinsi di Indonesia, tetapi berbeda dengan kebanyakan propinsi di Indonesia di mana masyarakatnya masih mempunyai sifat kedaerahan yang kuat, sebaliknya di daerah Jerman Timur tidak begitu kuat.

Masuknya Ex-DDR dalam Republik Federal Jerman memaksa untuk pembenahan kembali struktur federal. Waktu sangat mendesak karena Kanselir Kohl ingin menyelesaikan persatuan Jerman sebelum semangat persatuan memudar dengan alasan mulainya krisis ekonomi dan krisis sosial akibat persatuan tersebut. Kekurangan akan alternatif yang lebih baik, akhirnya pemerintah Jerman secepatnya mengambil kembali perbatasan negara-negara bagian Jerman Timur yang pada tahun 1945 ditentukan oleh Uni Soviet dan menciptakan kembali lima negara bagian lama/baru, yaitu: Mecklenburg-Vorpommern, Brandenburg, Sachsen-Anhalt, Sachsen dan Thüringen, sedangkan daerah bekas Berlin Timur langsung disatukan dengan Berlin Barat.

Tatanan baru tersebut mengakibatkan buah ciptaan dalam rupa dua negara bagian bertetangga yang jauh berbeda: salah satunya adalah kota Berlin, sebuah kota metropol dengan jumlah penduduk 3,5 jiwa yang baru-baru ini dinyatakan kembali sebagai Ibukota Jerman yang baru, sedangkan yang lain adalah negara bagian Brandenburg, yang kepadatan penduduknya masih sangat rendah dan strukturnya masih agraris. Ibukota negara bagian Brandenburg adalah Potsdam, yang berbatasan langsung dengan kota Berlin.

Bagaikan sebuah pulau kecil Berlin yang dikelilingi oleh Brandenburg. Kondisi geograpi maupun struktur seperti demikian menyerupai sekali dengan kondisi Ibukota Jakarta yang dikelilingi oleh Propinsi Jawa Barat.

Berlin dan Brandenburg, dua kakak beradik yang berbeda.

Seperti DKI-Jakarta dan Jawa Barat saling bergantung dari yang lain, Berlin dan Brandenburg pula tidak bisa exis mandiri.

Contohnya banyak orang Brandenburg bekerja di kota Berlin dan sebaliknya orang-orang Berlin mencari tempat yang tenang dan alam yang masih utuh di Brandenburg. Orang-orang awam berkunjung ke Brandenburg hanya untuk berpiknik di akhir minggu, tapi orang-orang yang punya uang langsung pindah ke sana. Di lain pihak, pelancong dari Brandenburg pergi ke Teater, Musium dan tempat-tempat konsert di Berlin, yang mana itu (hampir) tidak ada di Brandenburg.

Contoh lain yang tidak begitu sedap adalah lalulintas luar-masuk kota yang sangat penting untuk fungsinya kota metropolitan Berlin ini. Semua barang-barang yang diperlukan di Berlin atau yang diproduksi di sana harus ditranspor dengan angkutan mobil atau kereta melalui negara bagian Brandenburg. Ribuan ton sampah yang dihasilkan setiap tahun oleh kota Berlin itu merupakan lambang dari satu kota besar, yang harus dibuang ketempat sampah di negara bagian Brandenburg. Satu lapangan terbang baru yang menjadi suatu keharusan untuk fungsi satu Ibukota juga akan dibangun di Brandenburg ini. Dengan demikian Berlin semakin banyak mendikte tetangganya yang kecil ini, tanah yang mana harus disediakan untuk kepentingan yang mana. Orang-orang Brandenburg boleh senang kalau mereka sedikitnya dapat menikmati keuntungan finansiil (alias ganti rugi) dari tindakan-tindakan semacam itu.

Namun Brandenburg tidak menerima nasib ini dengan begitu saja.

Malah adik kecil ini mencoba untuk bersaingan dengan tetangganya yang kuat itu. Dengan menyediakan tanah untuk harga yang murah serta dengan pajak usaha yang minim, Brandenburg ingin menarik tanaman modal ke sana. Maka, sudah banyak perusahaan berdomisili didaerah Brandenburg di sekitarnya Berlin alias BoTaBek-nya Berlin. Dengan itu mereka bisa menikmati infrastruktur kota Berlin yang dekat tanpa setiap keuntungan untuk kota Berlin karena pajak usahanya dibayar ke dalam kas negara bagian Brandenburg.

Referendum tentang penyatuan ini dan keadaan-keadaan serupa mengakibatkan bahwa para politikus menciptakan ide baru, supaya kedua negara tidak saling bersaingan lagi melainkan bekerja sama untuk penggunaan seluruh kepentingan. Muncul satu ide pada waktu itu untuk menggabungkan negara bagian Berlin dan Brandenburg. Untuk mengimbangi kekuatan Berlin yang lebih besar dan yang sudah menjadi Ibukota dari seluruh Negara Jerman, kota Potsdam dipilih sebagai calon ibukota negara bagian Berlin-Brandenburg yang bersatu ini.

Kejutan untuk banyak pengamat adalah, baik Pemerintah Daerah Brandenburg yang sosialdemokrat itu maupun Pemerintah Daerah Berlin yang konservativ itu menyokong penyatuan kedua negara bagian itu.

Sesuai dengan ketentuan-ketentuan dari UUD Jerman, para politikus dari kedua negara bagian ini saling tawar-menawar tentang perjanjian antar kedua negara bagian ini yang akhirnya perlu disetujui mayoritas orang yang berhak memilih di Berlin dan Brandenburg dalam sebuah referendum. Bila perjanjian tidak disetujui mayoritas di salah satu dari ke dua negara bagian yang bersangkutan ini, maka rencana untuk menyatukan ke dua negara dinilai sebagai gagal.

Mungkin saja ada banyak alasan yang baik untuk mendukung rencana penyatuan ini. Namun tidak cukup, bahwa wakil-wakil dari pemerintah ini dan sebagian besar oposan di parlamen yakin akan argumen-argumen ini. Yang penting para warga di ke dua negara bagian mesti diyakinkan pula. Karena justru merekalah yang memutus tentang jadinya atau gagalnya penyatuan. Justru hal ini yang kurang mendapat perhatian para politikus. Memang, dari sambutan-sambutan yang kering dan brosur-brosur penerangan yang sulit dibacanya, orang-orang bisa mempelajari antara lain:

- bahwa perencanaan dan penataan dalam satu negara bagian bersama itu lebih mudah,

- bahwa saingan untuk pemukiman usaha akan diganti kerjasama,

- bahwa administrasi dan instansi pemerintah yang sampai kini ada dua (eksistensi berganda), untuk waktu yang akan datang harus hanya satu saja, maka biayanya bisa berkurang, dsb.

Namun banyak orang bertanya,

- kenapa suatu rencana bersama itu tergantung dari penyatuan?

Benar-benar mau bekerja sama atau tidak? Kalau mereka benar-benar mau, kenapa mereka tidak buat saja? Untuk itu pertama-tama harus sudah ada banyak kontrak yang ditawarkan. Ya, kenapa tidak? Apa tragisnya?

- administrasi mau dibatas? Ha..Ha..Ha.. Dimana ada birokrasi yang mengecil? Kalau mereka menyatukan dua kementerian menjadi satu, maka tidak ada pengiritan biaya melainkan dibentuknya "instansi pemerintah baru" untuk penyatuan ke dua kementerian-kementerian yang dahulu. Dan instansi baru itu baru bubar lagi setelah 2 atau 3 tahun. Lalu, sebagai gantian akan muncul tiga sub-instansi pemerintah baru, dan seterusnya.

Kehilangan Orientasi

Yang pasti bahwa hubungan yang begitu rumit antara politik, ekonomi, hukum, administrasi dan sebagainya untuk orang awam sulit dimengerti. Dalam pemilihan parlemen tidak sedikit orang yang tergantung dari situ untuk memutuskan pilihannya, siapa yang mengemukakan argumen-argumen yang mudah dimengerti dalam kampanye pemilihan. Banyak pemilih tidak memutuskan untuk partai tertentu oleh karena partai ini mewakili pendapat mereka dalam pertanyaan yang politis, melainkan pemilih menerima sikap untuk pertanyaan politis yang disebarluaskan oleh wakil-wakil/orang-orang dari partai mereka yang diutamakan.

Maka, kalau seandainya partai CDU yang konservativ itu berusaha untuk mendukung penyatuan, tapi partai sosialdemokrat SPD menolaknya; atau kalau seandainya ada kampanye pemilihan yang didalamnya ada banyak perdebatan yang hebat, maka keputusannya mungkin lebih mudah. Tapi dalam pertanyaan untuk atau tidak untuk penyatuan, orientasi partai politikpun tidak bisa menolong lagi. Walaupun perbedaan pendapat dan konsep antara konservativ dan sosialdemokrat yang begitu besar dan menyolok tapi untuk masalah penyatuan ini mereka mempunyai satu kesepakatan, karena apa mereka dulu tidak mau benar-benar (serius) meributkannya.

Juga partai hijau tidak bisa menolong lagi untuk polarisasi (pertentangan) "yang perlu/harus", melainkan membiarkan simpatisannya menjadi benar-benar bingung. Partai hijau di bekas/ex Berlin-Barat dulu setuju untuk penyatuan, tapi teman-teman partainya di Timur tidak setuju.

Hanya partai sosialis PDS, tumpukan yang berwarna itu, yang simpatisannya berdiri dari bekas wakil pemerintah Jerman Timur (DDR) sampai ke orang-orang kiri muda yang berideologi bebas dan alternativ, menyatakan diri bersikap kontra penyatuan.

PDS corongnya orang Timur

Ternyata PDS dengan benar menginterpretasi persepsi-persepsinya warga bekas Jerman-Timur. Menjadi nyata dari partai pemerintahnya DDR dulu, yaitu partai SED, PDS sekarang menganggap diri tidak tanpa alasan yang sah sebagai satu-satunya corong dari begitu banyak orang Timur yang dikecewakan oleh penyatuan negara Jerman ini. Tapi atas dasar sejarahnya, PDS dihina oleh partai-partai lainnya yang mempunyai basis di Barat. Begini penjelasannya, bahwa PDS masih selalu sebagai partai terkuat dibanyak daerah (wilayah) di Jerman-Timur, selama mereka di Barat hampir dimana-mana jelas mempunyai suara dibawah 5%.

PDS mengingatkan orang-orang pada nasibnya yang menjadi pengangguran sejak penyatuan Jerman ini atau orang-orang yang bergelut dalam kesulitan ekonomi dengan caranya yang lain.

Harapan untuk masa-depan pada tingkatan ini juga didominasi oleh orang-orang Barat (Jerman-Barat alias Berlin-Barat) yang dulu untuk klien ini cukup beralasan untuk bersuara melawan fusi dari kedua negara bagian ini. Atau juga orang-orang Brandenburg yang dirugikan oleh peraturan ekonomi DDR bisa dimobilisasi melawan penyatuan ini. Mereka masih ingat dengan baik, bagaimana dulu selama hampir 40 tahun perintah-perintahnya yang datang/turun dari Berlin-Timur, yang dulunya sebagai Ibukota DDR. Semua kekayaan dan semua hasil produksi yang pada waktu itu diidam-idamkan oleh banyak orang dialihkan oleh pemerintah ke Berlin, tapi untuk daerah yang terpencil/jelek tidak akan mendapat/melihat keuntungannya. Beberapa orang tua sebaliknya masih teringat pada waktu kejayaannya Hitler dan mereka juga mengeluh dengan adanya sistim sentralisasi yang dulu tampak dengan jelas dan dengan keangkuhannya orang-orang Berlin yang jelas menjadi beban untuk penduduk Brandenburg, terserah dengan sistim politik yang bagaimanapun. Juga dalam parlamen Berlin-Brandenburg dimasa yang akan datang orang-orang Berlin lagi yang akan jadi mayoritas, karena mereka mewakili sejumlah penduduk yang besar/banyak. Suatu harapan buruk untuk orang-orang Brandenburg!

Tidak menaklukkan hati

Begitulah dari kebanyakan orang-orang Brandenburg mengambil keputusan pada tanggal 05. Mai untuk tidak menyatu menjadi satu negara bagian dengan Berlin. Hampir tidak ada orang yang membicarakannya lagi, bahwa keputusan ini tidak diambil dengan (cara) akal-sehat, tetapi dengan (cara) perasaan. Para politikus tidak mengerti bagaimana meyakinkan dengan argumen-argumennya, tapi mereka lebih sedikit berhasil menaklukkan hati orang-orang.

Kalau hasil referendum dibahas menurut pembagian suara di masing-masing distrik pemilihan, dicerminkan wajah orang Jerman yang memprihatinkan: Semua distrik pemilihan di Berlin-Barat setuju untuk penyatuan. Semakin dominan kelas menengah-atas semakin tinggi nilai sepakatnya. Sedangkan semua distrik di Brandenburg menolak penyatuan dan dengan satu pengecualian, semua wilayah Berlin-Timur menentangnya pula. 7 Tahun setelah tembok Berlin dibuka peta politiknya masih selalu bisa dikenal dengan jelas, dimana dulu ada perbatasan yang membagi daerah Barat yang kapitalis dan daerah Timur yang sosialis.

Disini yang menarik juga, bahwa penolakkan penyatuan semakin jelas rontok/lepas, maka orang-orang bermukim semakin menjauh dari Kota Berlin. Suatu analisa lanjutan dari pemungutan suara rakyat memberi sedikit harapan untuk menormalisasikan konflik Barat-Timurnya Jerman: Semakin muda orang-orang, maka semakin tinggi angka yang mengatakan tidak. Dan satu pernyataan akhirnya tidak kalah penting: Kalau seandainya suara Berlin dan Brandenburg tidak dipisah melainkan dihitung sama-sama, maka mayoritas orang-orang Berlin-Barat cukup untuk mengalahkan suara sisanya. Kemudian ini dianggap saja sebagai argumen yang kuat untuk melawan penyatuan kedua negara bagian tersebut.

Kesimpulan

Malamnya setelah hasil referendum diumumkan para politikus menunjukkan wajah yang kecewa. Barangkali mereka sadar mengenai kesalahan sendirinya. Tapi dengan cepat sekali mereka berpindah kembali pada hal rutin yang normal. Sejak itu debat tentang keuntungan dan kerugiannya penyatuan yang gagal itu hanya sedikit sekali dibicarakan.

Baru dalam fase terakhir sebelum pemungutan suara, di media massa sudah diberitakan tentang suatu aspek yang belum disadari kebanyakan orang. Yaitu, bahwa beberapa politikus menilai referendum di Berlin dan Brandenburg ini sebagai suatu kasus uji coba untuk sebuah restrukturasi negara bagian di seluruh Jerman.

Satu institut pengamat ekonomi sebelumnya mengumumkan hasil perhitungannya yang menunjukkan bahwa begitu besarnya jumlah uang yang bisa dihemat melalui pengurangan jumlah negara-negara bagian itu. Kelanjutannya adalah beredarnya rencana-rencana tentang fusi dari 16 negara bagian yang eksis ini menjadi 8 sampai 10 kesatuan (negara bagian) yang lebih besar.

Negara-negara bagian yang kecil seperti Saarland atau Hamburg dan Bremen harus kuatir dengan eksistensinya mereka sendiri.

Tapi seandainya restrukturasi ini jadi, kehilangan yang terutama adalah hilangnya ide dasar dari federalisme, yaitu penyesuaian administrasi negara pada struktur negara yang ada.

Maksudnya para warga yang sudah sangat jelas mengidentifikasi diri dengan struktur-struktur tertentu (pada contoh ini dengan jumlahnya dan batasannya negara bagian masing-masing), untuk kepentingan politik perlu diwakili sesuai dengan identitas mereka itu.

Federalisme adalah suatu sistem yang lebih unggul dan lebih rumit dari pada hanya satu penggolongan dari negara dalam kesatuan-kesatuan regional yang cuma melicinkan birokrasi sentralis. Sistem sentralis yang cuma menggolongkan wilayah negara dalam wilayah-wilayah administratif supaya perintah dari pusat dapat dilaksanakan dengan lebih efektif menyerupai sistem perwilayahan yang dulunya pernah ada di DDR. Justru struktur ini yang baru beberapa tahun yang lalu diganti sistem federal dengan cara membentuk negara-negara bagian. Apakah para ahli ekonomi dan para politikus dengan menggunakan 'efisiensi' sebagai argumen, sekarang mau kembali ke struktur pemerintahan Jerman Timur??

Dalam permasalahan Berlin-Brandenburg federalisme menang. Dua negara bagian yang begitu berbeda dapat melindungi identitasnya masing-masing. Tentu keharusan untuk bekerjasama dengan atau tanpa penyatuan selalu ada. Banyak sekali kontrak yang sekarang harus dibikin antara ke dua negara bagian. Dan oleh karena kontrak-kontrak itu masing-masing mesti dibicarakan dan disetejui dulu dalam ke dua parlamen negara bagian, kita boleh mengharapkan bahwa prosedur ini lebih transparen daripada memberi cek blanko pada pemerintah negara bagian bersatu.

Dan khususnya demokrasi menang. Karena walaupun para politikus dari hampir semua partai memuji-muji penyatuan ini sebagai satu-satunya penyelesaian yang paling bijaksana, satu yang tidak boleh dilupakan: Kedaulatan yang tertinggi dalam negara ini masih tetap ada di tangan rakyat - dan tidak apa-apa kalau para politikus kadang-kadang menerimanya sebagai sesuatu yang tidak bijaksana. n


Kembali ke Daftar Isi