The Cross
Under the Cross

English
Indonesian
Search
Archives
Photos
Pattimura
Maps
Ambon Info
Help Ambon
Statistics
Links
References
Referral

HTML pages
designed &
maintained by
Alifuru67

Copyright ©
1999/2000 -
1364283024
& 1367286044


Ambon Island 

 

AMBON Berdarah On-Line
About Us

 

 

  Ambon Island

  Ambon City

 

 

   Latupatti

  Want to Help?

From: "Joshua Latupatti" <joshualatu@hotmail.com>
Date: Sun, 04 Mar 2001 15:30:17

KECEMBURUAN SOSIAL - ALASAN MURAHAN
download artikel     Tanggapan-tanggapan Joshua Lainnya 

Salam Sejahtera!

Saudara-saudara sebangsa,

Di dalam hampir semua peristiwa kerusuhan, beberapa tokoh masyarakat selalu mengemukakan "kecemburuan sosial" sebagai biang keroknya. Para politikus, pejabat, sosiolog dan pemuka agama, paling gemar menunggangi istilah "kecemburuan sosial" ini, untuk mencapai maksud-maksud tertentu. Secara umum, kebiasaan menggunakan alasan gampangan seperti "kecemburuan sosial" ini dilatarbelakangi oleh "ketidak mampuan" mereka untuk "mencari akar permasalahan" sebenarnya. Mereka tidak mengenal secara utuh, kelompok masyarakat yang bersangkutan,dan tidak pernah mau tahu tentang keadaan yang berkembang di dalam kelompok masyarakat tersebut! Yang paling memalukan adalah bahwa seringkali mereka sebenarnya sudah tahu "akar permasalahan"-nya, tetapi dengan sengaja menyembunyikannya, agar kelompok masyarakat tertentu dapat dijadikan kambing hitam!!!

Walaupun harus diakui bahwa semua kerusuhan yang terjadi memiliki satu dua kesamaan latar belakang, tetapi pada dasarnya, masing-masing memiliki 'bahan bakar' sendiri-sendiri!!! Beberapa janis penyakit atau virus dapat menyebabkan temperatur tubuh meningkat, tetapi tidak berarti bahwa pola serang atau sasarannya sama. Untuk mengembalikan kesehatan tubuh, bukan demamnya (gejala) yang harus ditangani, tetapi penyakit atau virus itu yang perlu didiagnosa. Pemerintah, mela- (melalui -red) Departeman Kesehatan, dapat melakukan penyuluhan, dan penyemprotan untuk membasmi nyamuk demam berdarah. Tetapi jika pola hidup masyarakat yang bersangkutan tetap sama, tidak bersih, maka bukan saja demam berdarah, tetapi segala jenis penyakit akan mewabah lagi!!!

Alasan "kecemburuan sosial" dikemukakan di dalam hubungannya dengan "kasus pembakaran rumah-rumah Gereja". Padahal, Gereja yang beratap seng dan bedinding papan juga tak luput dari penghancuran. Alasan "kecemburuan sosial" diketengahkan, jika pertokoan milik suku Tionghoa dijarah dan dibakar.

Penggunaan alasan "kecemburuan sosial" untuk kedua peristiwa di atas bertujuan "menghalalkan" perbuatan tercela dari se bagian orang, sambil menyalahkan orang lain karena "terlalu mentereng" , "terlalu kaya" dan "terlalu menyolok"!! Karena hal-hal yang dikategorikan sebagai "kesalahan Gereja dan kesalahan suku Tonghoa" itulah, maka 'para perusuh, penjarah dan perusak' seperti dianugerahi "legalitas peradilan" untuk memberikan peringatan atau menjatuhkan vonis. Padahal, jika negara memang ingin dan mengharuskan warganya untuk "hidup merata', mengapa negara ini tidak dijadikan negara "komunis" sekalian??? Mengapa negara ini harus disebut sebagai "negara berTuhan", sementara ketika melihat kekayaan atau kelebihan harta pada orang lain, kaum beriman di dalam negara ini lalu "menabung cemburu", seakan akan istilah "Tuhan itu maha murah dan maha adil", sudah tidak berlaku lagi!!??

Dari awal kerusuhan Ambon/Maluku sampai saat ini, banyak tokoh masyarakat/agama, ilmuwan, dan politisi, tetap bersikeras untuk mencocokkan alasan "kecemburuan sosial" sebagai akar permasalahan. Yang amat memalukan adalah pernyataan mereka, bahwa 'terusirnya warga BBM' dari Ambon/Maluku, adalah karena "kecemburuan sosial dari warga asli". Lalu, ketika sadar bahwa warga BBM justeru terusir karena konflik antara warga asli Ambon/Maluku, Islam dan Kristen, para tokoh tadi mengubah 'teori' mereka menjadi "kecemburuan sosial warga Kristen terhadap warga Muslim"!!! Lagi-lagi, kelompok masyarakat yang satu "disalahkan", dan yang lain diberi 'legalitas"!!! Padahal, pada hakekatnya, konflik Ambon/ Maluku adalah "permainan politik berbungkus agama", yang merupakan "proyek suksesi komponen ORBA di dalam Militer/Polisi dan Pemerintahan/Politik, yang diboncengi oleh kelompok "hijau""!!!

Ketika kerusuhan "Sambas dan Sampit" merebak, lagi-lagi alasan "kecemburuan sosial" digerek ke angkasa! Katanya, penduduk asli (Dayak) cemburu terhadap keberadaan penduduk pendatang, yang lebih mapan, baik di dalam bidang ekonomi, mapuan bidang formal pemerintahan. Padahal, jika kita cukup kritis, kita akan bertanya pada diri sendiri, "Jika teori kecemburuan sosial itu benar, bahwa penduduk asli cemburu terhadap penduduk pendatang, katakanlah "Ambon cemburu BBM", dan "Dayak cemburu Madura", mengapa suku Ambon dan Dayak tidak mencemburui suku Tionghoa yang jauh lebih kaya raya'???" Bukan rahasia lagi, bahwa sementara suku Tionghoa menguasai 'sektor informal', kekayaan mereka lebih dari cukup untuk 'membeli sektor formal' juga, jika mereka kehendaki!!! Tetapi mereka, suku Tionghoa, dan suku-suku lain, seperti Jawa, Sunda, Bali, Batak, dll. di Ambon dan Sampit tidak masuk di dalam daftar musuh penduduk asli!!??

Anda tentu masih ingat pada pepatah "Masuk kandang kambing harus mengembik"!?

Di negara manapun di dunia ini, walaupun itu Amerika sekalipun, kita bisa mendengar istilah "this is my town!" "Di sinilah rumahku!" Ikatan emosional di dalam rasa saling memiliki antara penduduk asli dengan daerah asalnya, adalah suatu "kebanggan" dan "hak" yang tidak boleh diganggu gugat oleh siapapun juga! Di dalam kerangka mengakui dan menghormati "hak tuan rumah" penduduk asli, semangat berbangsa dan bernegara akan bertumbuh dengan subur, dan nampak pada "pintu rumah yang terbuka lebar-lebar"!! Sebaliknya, memaksakan kehendak negara dengan alasan 'wewenang teritorial' dan 'kepentingan nasional' ke dalam "rumah" tersebut, akan mengubah semangat berbangsa dan bernegara menjadi, 'perlawanan terhadap kolonialisme domestik'!! Segala bentuk tindakan yang membuat penduduk asli merasa bagaikan "orang asing di rumahnya sendiri", adalah ibarat "menabur bencana"!

Saya tidak paham benar, "apa alasan bagi suku Madura yang di Sambas dan Sampit" untuk "menabur bencana di ladang suku Dayak", tetapi saya tahu sedikit tentang perkembangan hubungan suku BBM di Ambon/Maluku dengan penduduk setempat. Begitupun, penjelasan saya ini "tidak" membenarkan teori "kecemburuan sosial", dan "tidak" mengubah hakekat konflik Ambon/Maluku menjadi 'konflik antar suku'!!

Warga BBM, terutama dari suku Buton, sudah mendiami kepulauan Maluku selama ratusan tahun, di dalam keharmonisan hubungan timbal balik dengan penduduk asli. Warga Buton lebih banyak berladang, warga Bugis-Makasar lebih su- (suka -red) menjadi nelayan. Sebagian dari mereka juga menjalankan usaha jual beli hasil bumi/laut antar pulau, atau berjualan di pasar, selain menawarkan jasa fisik kepada penduduk lokal. Sebagian besar dari mereka, terutama warga Buton, berdiam di atas 'tanah Desa adat Kristen'!!! Secara kasar, kehidupan warga BBM, "mirip" dengan kehidupan warga asli Ambon/ Maluku yang Muslim, sementara warga Kristen lebih cenderung untuk menekuni sektor formal, seperti menjadi guru atau PNS. Ratusan tahun lewat, tanpa konflik!!!

Pada masa akhir pemerintahan ORBA, yakni menjelang akhir masa Soeharto, dan yang terutama, dalam masa Habibie, situasi berubah! Ambon/Maluku banjir BBM, dan pada semua sektor, dari Pengusaha, PNS, sampai ke TNI/Polri!!!! Hal ini tidak saja merupakan 'tantangan' bagi warga asli yg..Kristen, tetapi juga yang Muslim!! Gesekan dan bentrokan Kecil kecilan mulai terasa di sana sini. Warga BBM kini, tidak lagi seramah warga BBM di dalam ratusan tahun yang sudah lewat. Berdirinya "Islamic Center" di Al Fatah, turut memberikan andil di dalam memperluas gesekan, dengan meniup niup angin perbedaan agama! Bimbingan rutin di Al Fatah, menjadikan penjual BBM mulai berani memaki ibu-ibu Kristen yang menawar dagangan mereka, terutama terhadap ibu-ibu suku Tionghoa yang dianggap kikir! Para tukang becak mulai seenaknya menguasai jalan, dan menurunkan ibu-ibu tidak pada tujuan, tetapi meminta bayaran penuh! Pengguna tanah adat mulai mengurus sertifikat tanah, tanpa izin desa pemilik! Para pengusaha mulai bertingkah dengan membiayai berbagai kegiatan anarkis, seperti pembakaran Sekolah Katolik Soa Kecindan (sasaranya Gereja)!!! Mengapa warga BBM berubah begitu drastis, hanya dalam waktu yang relatif singkat???

Setelah pembakaran rumah-rumah warga Kristen Mardika, dan musnahnya desa Kristen Silale pada tanggal 19 Januari 1999, sekitar pukul 15.30 sore, warga BBM lah yang pertama menjadi sasaran balasan warga Kristen!!! Ratusan becak dan kios-kios di dalam daerah warga Kristen dibakar!! Pasar Gambus dimusnahkan dan rarusan nyawa warga BBM melayang, pada tanggal 20 Januari 1999, sekitar pukul 04.30, subuh!!! Mengapa begitu banyak becak, bersama para Juragan dan tukang becak masih berada di dalam daerah Kristen??? Orang mungkin berpikir dan menyimpulkan, "karena mereka tidak tahu menahu"! Tidak salah juga, tetapi mengapa mereka sampai tidak tahu??? Mengapa Pasar Gambus dibiarkan tidak terkawal oleh 'pasukan putih'??? Mengapa 'pasukan putih seperti menghilang di pagi subuh, 20 Januari 1999, padahal sore dan malam sebelumnya, 19 Januari 1999, mereka berjubel di sana???

Jawabannya adalah, "warga BBM diperalat dan dijadikan tumbal oleh Al Fatah"!!! Islamic Center - Al Fatah mengubah mereka menjadi alat untuk mengubah 'image' Ambon/ Maluku, membuat warga asli yang Kristen merasa sebagai "orang asing di rumahnya sendiri"!!! Warga asli yang Muslim, yang juga sudah memasuki sektor formal, seharusnya malah merasa tersaing di kedua sektor, formal dan informal!! Warga BBM dibiarkan terjebak di dalam daerah Kristen, dan dibiarkan tidak terkawal di Pasar Gambus!!! Setelah tanggal 20 Januari 1999, mulailah Al Fatah mengekspose trageri Pasar Gambus untuk memanasi umat Islam!!! Berita tentang musnahnya ratusan becak dan kios-kios disebarkan, tanpa keterangan "lokasi", untuk memberi kesan seakan akan warga Kristen yang memasuki daerah Muslim untuk menyerang! Pengungsian warga BBM dari Ambon/Maluku dieksploitir secara besar besaran, seakan akan Al Fatah perduli terhadap kesengsaraan warga BBM!! Padahal, Al Fatah yanya perduli pada tujuan mereka, "terhasut atau tidakkah' umat Islam dengan 'drama BBM' buatan mereka ini! Penyusupan 'laskar jihad' ke Ambon/Maluku, adalah "sukses besar" bagi Al Fatah untuk memenuhi skenario "sutradara di Pusat", yaitu "membungkus konflik bernuansa politik dengan agama", dimana warga BBM Ambon/Maluku adalah "stunt men" mereka!!!

Itulah cerita sebenarnya yang coba ditutup tutupi oleh sosiolog andal "Imam B. Prasodjo" dengan mengandalkan teori murahan, "kecemburuan sosial"!!! Itulah juga "dosa Al Fatah", yang mati matian ditutup tutupi dengan isu-isu bohong tentang RMS-Kristen!!!

"Kecemburuan sosial" adalah alasan murahan untuk mendiskreditkan suatu golongan masyarakat, dan membenarkan golongan masyarakat yang lain!!! "Kecemburuan sosial" adalah "paham rendahan orang kurang iman", yang tidak dimiliki oleh "basudara Pela & Gandong"!!! Bersihkan Maluku!!

Salam Sejahtera!!!

JL.

Received via email from: Alifuru67@egroups.com

Copyright © 1999-2001  - Ambon Berdarah On-Line * http://www.go.to/ambon
HTML pages designed and maintained by Alifuru67 * http://www.oocities.org/maluku67
Send your comments to alifuru67@egroups.com