|
|
Sabtu, 5 Mei 2001 Jakarta, Kompas Aparat Markas Besar Kepolisian RI (Mabes Polri), Jumat (4/5), menahan Ja'far Umar Thalib, yang dikenal sebagai Panglima Laskar Jihad Ahlus Sunnah Wal Jamaah, dan Prof H KMA Usop MA, Ketua Presidium Lembaga Musyawarah Masyarakat Dayak dan Daerah Kalimantan Tengah. Polri memiliki bukti awal yang kuat bahwa Ja'far terlibat melakukan penghasutan di Ambon, Maluku, sementara Usop melakukan penghasutan di Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Bukti awal yang kuat itu cukup untuk mengenakan status tersangka kepada kedua orang itu. Polri mengenakan status tersangka kepada Ja'far Umar Thalib dengan tuduhan membangkitkan rasa permusuhan pada agama tertentu serta terlibat dalam pembunuhan dan penganiayaan berat. Jumat pagi, Ja'far ditahan polisi di Bandara Juanda, Surabaya, setelah ia keluar dari pesawat dari Yogyakarta. Ja'far langsung dibawa ke Jakarta dan langsung menjalani penahanan di Mabes Polri. Ia didampingi penasihat hukumnya, Eggi Sudjana. Sementara itu, Prof KMA Usop MA, Ketua Presidium Lembaga Musyawarah Masyarakat Dayak dan Daerah Kalimantan Tengah (LMMDD-KT), ditangkap tim Korps Reserse Mabes Polri di kediamannya di Jalan Damang Salilah, Palangkaraya, Kamis sekitar pukul 14.00. Mantan Rektor Universitas Palangkaraya (Unpar) ini menjadi tersangka dalam kasus kerusuhan di daerah itu. Setelah diciduk, Usop langsung diterbangkan dengan helikopter menuju Banjarmasin dan kemudian ke Jakarta dengan pesawat reguler. Kepala Kepolisian Daerah (Polda) Kalimantan Tengah Brigjen (Pol) Lodewyk ketika dikonfirmasi, Kamis malam, di kediamannya membenarkan status hukum Prof KMA Usop sudah menjadi tersangka dalam kasus kerusuhan. Namun, kata Lodewyk, jajaran Polda Kalimantan Tengah hanya membantu kelancaran tugas tim dari Korps Reserse Mabes Polri yang datang untuk menangkap Usop. Kepala Polda menjelaskan, status tersangka diberikan kepada Usop sebagai tindak lanjut pemeriksaan di Mabes Polri pertengahan April lalu. Ia berharap, penangkapan terhadap tokoh masyarakat Kalteng ini tidak menambah persoalan di daerahitu. Untuk mengantisipasi gangguan keamanan, lanjutnya, pihaknya sudah melakukan langkah-langkah antisipasi, yakni berkoordinasi dengan Wakil Gubernur Nahson Taway, Sekretaris DPRD Kalteng Hardy Rampay, Komandan Korem 102 Panju Panjung Kolonel Sihono, dan Rektor Unpar Napa J Awat. Di sisi lain, Kepala Polda mengatakan, karena Usop masih berstatus guru besar aktif di Unpar, pihaknya sudah melaporkan secara lisan kepada Rektor Unpar mengenai penangkapan itu. Sementara itu, Ny Usop, yang dihubungi Kamis malam, mengatakan sangat kecewa dengan status tersangka yang diberikan kepada suaminya. Seluruh keluarga yakin, suaminya sama sekali tidak terlibat atau bersalah dalam kasus kerusuhan yang terjadi di Kalimantan Tengah. Ia menambahkan, pihak keluarga telah menetapkan dua kuasa hukum untuk mendampingi tersangka dalam pemeriksaan di Mabes Polri, Jumat. Kepala Pusat Penerangan Polri Inspektur Jenderal Didi Widayadi menjelaskan, Usop memang dikenai status tersangka dalam kasus kerusuhan di Kalimantan Tengah. Usop dituduh melanggar Pasal 160 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dengan ancaman hukuman enam tahun penjara. Pasal itu menyebutkan, barang siapa dengan lisan maupun tulisan menghasut di muka umum supaya orang melakukan tindak pidana atau melawan kuasa umum dengan kekerasan, diancam pidana penjara enam tahun. Palsu Ja'far menilai, tuduhan yang dikenakan kepadanya, yakni membangkitkan rasa permusuhan pada agama tertentu dan terlibat pembunuhan, adalah tuduhan palsu. "Jelas, (tuduhan) itu dibikin-bikin," katanya. Ditanya apa langkah selanjutnya, Ja'far menegaskan akan memperkarakan penahanan ini melalui jalur hukum. Sementara itu, Kepala Polri Jenderal (Pol) Surojo Bimantoro yang ditemui usai shalat Jumat di Mabes Polri menyatakan, proses penahanan Ja'far sudah memenuhi prosedur yang ditetapkan. Dikatakan, dari hasil penyelidikan Polda Maluku, Ja'far terlibat dalam mempengaruhi, melakukan penghasutan, dan memberlakukan hukum rajam bagi anggota laskar yang melakukan kesalahan. Ditanya sampai kapan penahanan itu berlaku, Bimantoro menjawab, tergantung hasil penyelidikan lebih lanjut. Kepala Divisi Penerangan Forum Komunikasi Ahlus Sunnah Wal Jamaah Hardi Ibnu Harun mengatakan, tuduhan yang dilontarkan terhadap Ustad Ja'far Umar sangat tidak adil. "Padahal, yang kami lakukan hanyalah menangkal gerakan separatis Republik Maluku Selatan (RMS) yang mengibarkan benderanya pada tanggal 25 April lalu. Ternyata, tidak ada reaksi apa-apa dari aparat kepolisian terhadap gerakan separatis itu," ujar Hardi. "Kalau prosesnya tidak selesai malam ini, kami akan mengusahakan bagaimana caranya untuk mengeluarkan Ustad Ja'far besok pagi. Kami akan lakukan pressure ke Mabes Polri," kata Hardi. Normal kembali Menurut dia, untuk menangani kerusuhan di Sampit, sedikitnya Rp 36 milyar uang daerah terkuras. Uang itu bersumber dari retribusi sektor kehutanan yang dihimpun selama tahun 2000 sebesar Rp 41 milyar. "Sedangkan target pendapatan asli daerah tahun 2001 sebesar Rp 60 milyar optimis tercapai 100 persen," ujarnya. (aji/drm/mam)
|