HARTA/PUSAKA
HARTA MENURUT
ADAT MINANGKABAU
Sako artinya harta, yang ada sejak turun temurun dari garis keturunan ibu. Tiang sako pada rumah adat adalah tiang yang terpenting di antara segala tiang, dalam bahasa sehari-hari disebut Tonggak Tuo. Pusako sebagai harta asli adalah lambang ikatan kaum yang bertalian darah dan supaya "tali jangan putus, kait jangan sekah", maka ia menjadi harta persumpahan, sehingga barang siapa yang melanggarnya maka "rambuiknyo ruruik, matonyo buto", dan akan sengsara sampai pada keturunannya. Inilah yang disebut dengan kata sumpah "Ka ateh indak bapucuak ka bawah indak baurek, ditangah-tangah dilarik kumbang", artinya nenek moyang dari orang yang melanggar yang telah lama meninggal tidak akan selamat di dalam kubur, dan keturunan yang akan datang pun tidak akan selamat lahirnya, dan ia beserta keluarganya yang hidup sekarang pun akan hidup segan matipun tak mau.
PUSAKO TINGGI
Adalah harta yang diwarisi
secara turun-temurun dari beberapa generasi menurut garis keturunan ibu.
Pusako tinggi atau hutan tinggi sekarang disebut juga dengan ulayat. Yang
masuk hutan tinggi adalah hutan dan padang, gunung dan bukit, danau dan tasik,
rawa dan payau, lembah dan sungai.
Adanya harta pusaka tinggi berkaitan dengan sejarah lahirnya kampung dan koto yang diikuti dengan membuka sawah ladang sebagai sumber kehidupan.
Harta pusaka tinggi dikatakan juga "Pusako Basalin" karena diturunkan dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Harta ini tidak boleh dibagi-bagi menjadi harta milik masing-masing. Harta kaum ini dijaga oleh Tungganai sebagai laki-laki tertua dalam kaum. Dengan peraturan seperti ini, harta pusaka tinggi menjadi tetap dalam tiap-tiap kaum menurut aliran ibu.
PUSAKO RANDAH
Adalah harta yang didapat
dari hasil usaha pekerjaan dan pencarian sendiri.
Pusaka rendah sama dengan hutan rendah yang maksudnya adalah sawah dan ladang
yang diperoleh karena:
HARATO PANCARIAN
adalah sekalian harta
pencarian suami istri yang diperolehnya selama perkawinan, baik atas usaha
sendiri maupun atas pemberian orang lain.
Harta pencarian yang diperoleh dengan membeli atau dalam istilahnya "tambilang
ameh" berupa sawah, ladang, kebun dan lain-lain, bila terjadi perceraian maka
harta pencarian itu dibagi dua.
Harta pencarian yang letaknya di rantau, hukumnya menurut "dima bumi dipijak, sinan langik dijunjuang", artinya hukum yang dipakai adalah yang berlaku di tempat harta tersebut berada.
Harta pencarian dapat
dibagi dua, yaitu: Harta pencarian yang bersumber dari harta pusaka seperti
menggarap harta pusaka dalam bentuk "genggam beruntuk" atau "manaruko tanah
ulayat kaum".
Harta pencarian yang tidak bersumber dari harta pusaka seperti yang diperoleh
dengan menjual jasa atau modal usaha dari hasil penjualan jasa itu.
HARATO SUARANG
adalah harta yang dimiliki
oleh seseorang baik oleh suami maupun oleh istri sebelum terjadinya perkawinan.
Setelah terjadinya perkawinan, status harta ini masih milik masing-masing. Jadi
harta suarang ini merupakan harta pembawaan dari suami dan isteri. Karena harta
ini milik pribadi, maka harta itu dapat diberikannya pada orang lain tanpa
terikat pada suami atau isterinya.
Dalam pepatah adat terungkap "suarang dibagi, pusako dibalah". Maksudnya sebagai harta bersama, masing-masing mempunyai hak dan bagian dan sebagai pusaka ia dibagi menurut warisan masing-masing. Artinya, bila perkawinan mereka bubar, harta itu dibagi dua.
Ketentuan pembagiannya adalah sebagai berikut:
HARATO PUSAKO / HARATO SARIKAIK
Harta Pusaka atau harta serikat adalah harta asal yang diwarisi menjadi harta kaum bagi yang berhak memiliki.
Dalam tiap-tiap suku disuruh mengadakan harta serikat untuk menjadi harta persediaan dalam kaum bagi orang yang satu kaum tersebut. Hasil harta serikat dipegang oleh adat, yaitu perempuan tertua dalam tiap kaum serta dijaga oleh seorang mamak lelaki tertua dalam kaum tersebut. Dialah yang berwenang membagi-bagikan tugas dalam mengusahakan harta serikat kaum kepada kemenakannya yang satu kaum itu.
Harta sekali-kali tidak boleh dijual atau digadaikan. Apalagi dihilangkan atau dilenyapkan oleh siapa saja yang menjadi anggota dalam kaum. Jika hendak menjual atau menggadaikan, wajib atas mufakat semua laki-laki dan perempuan dewasa yang menjadi anggota kaum.
Walaupun begitu, masih belum boleh dijual atau digadaikan, kalau tidak disebabkan hutang adat yang empat perkara:
Kalau tidak karena salah satu sebab yang disebutkan di atas, harta kaum tidak boleh dijual atau digadaikan. Harta pusaka amat besar faedahnya bagi keselamatan nagari dan isi nagari, karena:
Harta pusaka yang diterima jadi jaminan, turun-temurun menurut aliran darah dan suku ibu sampai ke jurai-jurainya, walapun sampai berapapun jauhnya namun tali darah dan tali adat tidak terputus. Harta pusaka yang diterima dari nenek moyang yang "mancacang malateh" nagari di masa dahulu diturunkan dalam garis ibu, sedang laki-laki dalam kaum diwajibkan untuk berusaha menambah, setidak-tidaknya menjaga, supaya harta itu jangan habis atau berkurang.