KANAGARIAN
NAGARI-NAGARI
DI MINANGKABAU
Nagari adalah suatu pergaulan hidup tertentu yang mempunyai daerah tertentu, rakyat tertentu dan pemerintahan tertentu. Nagari tidak terjadi begitu saja. Nagari terjadi melalui suatu urutan yang dimulai dari Taratak. Sebuah pepatah mengatakan:
Taratak mulo
babuek
Sudah taratak manjadi dusun
Sudah dusun manjadi koto
Baru bakampuang-banagari
Nagari di Minangkabau menurut pemerintahannya merupakan suatu serikat (federasi). Prinsip nagari adalah bebas mengurus dirinya masing-masing untuk ke dalam, dengan semboyan "Adat Salingka Nagari". Maksudnya, tiap-tiap nagari berdiri dengan adatnya. Walaupun cara pemakaiannya tidak sama untuk tiap nagari, namun mereka selalu siap sedia dan bersama-sama menghadapi soal ke luar. Bilamana dalam nagari-nagari yang berserikat itu timbul masalah, baik masalah sosial maupun masalah ekonomi atau politik, penyelesaiannya tidaklah "barangok ka lua badan", melainkan diselesaikan oleh nagari itu sendiri, sesuai dengan petuah adat yang berbunyi "Kusuik bulu, paruah manyalasaikan, kusuik paruah, bulu manyalasaikan".
Susunan nagari di Minangkabau bertingkat-tingkat.
Singok
bagisia,
Halaman salalu,
Sawah sapamatang,
Ladang sabintalak,
Basasok bajarami,
Batunggua panabangan
Bapandam pakuburan
Menurut Undang-Undang Nagari di Minangkabau, sebuah nagari sah bila memenuhi syarat-syarat yang disimpulkan dalam tujuh hal:
|
|
|
ASAL MUASAL NAGARI
Dahulu, nagari adalah
empat buah saja namanya, pertama Taratak, kedua Dusun, ketiga Koto dan keempat
Nagari.
Taratak berasal dari kata Tetak, dusun berasal dari kata susun, Koto berasal
dari kata sakato dan nagari berasal dari kata pagar atau dipagari, yaitu
dipagari dengan adat dan undang-undang.
Awalnya nagari adalah
rimba besar, dan siapa yang hendak membuat ladang atau mencari tempat kediaman,
maka dicarilah tempat yang baik, dan kalau sudah dapat barulah mulai menebang
batang-batang kayu yang tumbuh ditempat tersebut, setelah itu barulah dimulai
mencangkul atau menjenjang tanah.
Pekerjaan itulah yang dinamakan tetak. Sampai sekarang masih digunakan, misalnya
"manatak kasumayan" atau tempat menaburkan benih, manatak ladang atau manatak
hari (menentukan hari baik untuk perkawinan).
Lama-kelamaan, sebutan itu menjadi biasa dan tempat tersebut dinamakan Taratak
dan sebagai tempat kediamannya.
Tidak berapa lama, datanglah beberapa orang membuat ladang atau tempat kediaman di sebelah orang yang pertama, dan tempat itu dinamakan Dusun, karena ladang atau tempat orang-orang itu sudah bersusun.
Selanjutnya, datang pula beberapa orang hendak tinggal disebelah dusun tersebut untuk membuat rumah atau ladang. karena manusia berkembang juga, maka tempat itu dinamakan Kampung, yang asal katanya berkampung/berkumpul.
Dan kalau sudah terjadi
beberapa kampung yang berdekatan antara satu dengan yang lain dan penduduknya
juga seiya sekata, dimana "barek samo dipikua, ringan samo dijinjiang", maka
kumpulan kampung itu dinamakan Koto.
Kemudian barulah Nagari, setelah adanya dua atau tiga buah Koto yang berdekatan.
Koto dan Kampung itu
sepakat bahwa mereka akan seiya sekata, buruk sama dibuang, baik sama dipakai
dan salah sama ditimbang.
maka Koto yang berdekatan itupun dipagar dengan undang-undang dan peraturan adat
supaya jangan tumbuh yang tidak baik, dan segala isi nagari aman, sebagaimana
pepatah orang Minangkabau:
Nagari bapaga
undang
kampuang bapaga pusako.