DEWA, 01 Oct 2006
Wacana Interpelasi Kepada Gubernur Maluku Salah Alamat
Ambon, Dewa
Wacana hak interpelasi di DPRD Provinsi Maluku terhadap Gubernur Maluku Karel
Albert Rahalahu terkait dengan pelantikan Bupati dan Wakil Bupati Seram Bagian
Barat (SBB) beberapa waktu lalu, mendapat tanggapan dari Dekan Fakultas Hukum
Unversitas Pattimura (Unpatti) G. Leasa, SH, M.Hum.
Kepada wartawan, Senin (2/10) di Ambon, Leasa mengatakan, wacana hak
interpelasi di DPRD Maluku kepada Gubernur Maluku salah alamat."Menurut saya,
wacana interpelasi di DPRD Maluku kepada Gubernur Maluku Karel Albert Ralahalu,
terkait dengan pelantikan Bupati dan Wakil Bupati SBB bebera waktu lalu, itu salah
alamat. Tetapi kalau interpelasi itu diarahkan kepada Menteri Dalam Negeri
(Mendagri), pertanyaan adalah, apakah sudah tepat DPRD Maluku melakukan
interpelasi kepada Mendagri, padahal sebenarnya DPR RI yang punya kewenangan
melakukan interpelasi kepada Mendagri. Jika wacana interpelasi ini datang dari partai
yang besar, mestinya harus membuat kajian yang lebih besar lagi, bagaimana
melihat persoalan yang lebih besar di masyarakat, karena kalau sudah duduk di
lembaga yang merupakan representasi dari rakyat, maka kepentingan rakyat harus
ditempatkan diatas segala-galanya, bukan lagi melihat kepentingan partai atau
kelompok," tandasnya.
Kendati demikian, Leasa mengakui, bahwa hak interpelasi itu, merupakan salah satu
hak dari Anggota Dewan, disamping hak baget dan hak inisiatif, apalagi hak interplasi
itu dijamin oleh tata tertib (Tatib) Dewan. Tetapi persoalnya adalah, substansi yang
mau dibahas didalam interpelasi itu.
Lantas, jika substansinya menyangkut kebijakan Gubernur yang merugikan
kepentingan masyarakat umum, maka hak interpelasi sangat tepat, tetapi kalau
terkait dengan pelantikan Bupati dan Wakil Bupati SBB, menurut Leasa mestinya
Anggota Dewan harus betul-betul mengkaji secara jeli, karena dalam kapasitas
Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah, salah satu tugasnya adalah
melantik bupati dan wakil bupati atas nama Mendagri. "Kebijakan untuk mensahkan
pelantikan bupati dan wakil bupati, sesuai UU No.32, ada ditangan Mendagri atas
nama Presiden. Dengan demikian, kalau hak interplasi itu, terkait dengan masalah
pelantikan bupati dan wakil bupati SBB, maka pertanyaanya adalah, apakah
pelantikan itu kebijakan Gubernur? kan tidak, dan apa yang dilakukan oleh Gubernur
merupakan wakil pemerintah pusat di daerah, sedangkan kebijakan ada di Mendagri,"
ungkapnya.
Dia menegaskan, seharusnya hak interpelasi itu ditujukan kepada KPUD SBB,
karena KPUD yang punya kewenangan melaksanakan Pilkada dan memutuskan
siapa yang keluar sebagai pemenang, hasilnya diusulkan kepada Gubernur untuk
diteruskan ke Mendagri guna mendapatkan pengesahan atau pengangkatan.
"Kalau Anggota DPRD Maluku sibuk-sibuk dengan hak interplasi, lebih baik sibuk
dengan masalah-masalah yang lain, karena ada banyak masalah terkait dengan
kepentingan rakyat di daerah ini. Saya kira itu yang lebih penting, kendati belum
sampai pada keputusan Dewan secara formal, karena masih dalam wacana,
mudah-mudahan wacana ini bisa ditangkap oleh para elit politik atau seluruh Anggota
Dewan itu sendiri, untuk dikaji lebih dalam, sehingga jangan sampai interpelasi itu
merugikan rakyat, "tegasnya, seraya menambahkan, hal ini karena dalam proses
persidangan hak interpelasi membutuhkan anggaran.
"Bayangkan dalam satu kali persidangan itu dibayar, kalau persidangan yang tidak
bermanfaat dan hanya untuk kepentingan tertentu saja, maka itu juga sangat tidak
bermanfaat. Karena itu, wacana hak interplasi di DPRD Provinsi Maluku, harus dikaji
secara baik, supaya para Anggota Dewan dalam melaksanakan tugasnya,
benar-benar untuk kepentingan rakyat, bukan untuk kepentingan partai atau
kelompok, karena kalau sudah duduk di Dewan, tidak lagi membicarakan kepentingan
partai tetapi kepentingan masyarakat secara umum," terangnya lagi. [D3W] |