KOMPAS, Kamis, 05 Oktober 2006
Pembunuh Munir Kembali Tak Jelas
MA: Pollycarpus Tidak Terbukti Membunuh
Jakarta, Kompas - Sejarah akan menguji pemerintahan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono, menyusul putusan Mahkamah Agung yang menyatakan Pollycarpus
Budihari Priyanto tidak terbukti ikut membunuh Munir. Pilot Garuda itu hanya
dinyatakan terbukti menggunakan surat palsu dan dihukum selama dua tahun.
Dengan keluarnya putusan Mahkamah Agung (MA) ini, pembunuh Munir kembali
tidak jelas. Ini menjadi tantangan bagi Presiden Yudhoyono yang pernah mengatakan,
pengungkapkan kasus pembunuhan aktivis hak asasi manusia ini sebagai ujian
apakah sejarah sudah benar-benar berubah atau belum.
Sidang majelis hakim agung itu sendiri berlangsung pada Selasa (3/10), tetapi baru
diketahui pers hari Rabu. Ketua MA Bagir Manan yang ditanya pers di Istana Negara,
Rabu, mengaku belum tahu putusan itu. "Sidangnya berlangsung lama," kata Artidjo
Alkostar, hakim anggota majelis, kepada pers di Gedung MA. Dua hakim agung
lainnya adalah Atja Sondjaja dan Iskandar Kamil (Ketua).
Putusan majelis itu sendiri tidak bulat. Artidjo menyampaikan pendapat berbeda. Ia
menyatakan, Pollycarpus terbukti ikut berencana membunuh Munir dan
menggunakan surat palsu. Artidjo sependapat dengan jaksa penuntut umum dan
menghukum Pollycarpus hukuman seumur hidup. Namun, dua hakim punya pendapat
berbeda sehingga Artidjo kalah suara.
"Dakwaan pertama tidak terbukti karena memang tidak ada alat bukti. Tidak ada
saksi. Menurut undang-undang, saksi itu kan harus mengalami sendiri, mengetahui
sendiri, melihat sendiri, mendengar sendiri (Pollycarpus memasukkan racun). Tidak
ada yang memenuhi unsur itu," ujar Iskandar.
Menurut Iskandar, Pollycarpus hanya terbukti menggunakan surat palsu yang dipakai
Pollycarpus ke Singapura. Ditanya tentang motivasi Pollycarpus menggunakan surat,
Iskandar mengatakan, "Kita tidak tahu. Motivasi bisa macam-macam, segala motivasi
bisa. Kita hanya melihat dia menggunakan surat yang bertanggal mundur," katanya.
Artidjo menggunakan pola pikir aposteriori dalam menganalisis pembunuhan Munir.
Metode aposteriori adalah metode berpikir yang bertitik dari akibat kemudian dicari
petunjuk. Dalam kasus ini, kata Artidjo, ada kematian Munir dan ada petunjuk.
Misalnya, sebelum berangkat, Munir pernah ditelepon seseorang, lalu ada seseorang
yang ikut ke pesawat meskipun tidak sedang bertugas, kemudian menawari
pertukaran tempat duduk. "Meski tidak ada yang melihat langsung, tetapi ada
petunjuk yang jelas," demikian argumen Artidjo.
Kecewa dan aneh
Putusan itu sangat menyakitkan istri Munir, Suciwati. Saat dihubungi, Suciwati
mengaku sangat kecewa atas ketidaksensitifan MA. Baik Suciwati maupun
Koordinator Kontras Usman Hamid menilai hal tersebut membuktikan pemerintah
bersikap setengah hati dalam menuntaskan penyelesaian kematian Munir. Putusan
itu menunjukkan kian mendesaknya revitalisasi penanganan kasus Munir seperti
diungkapkan oleh Presiden.
Meski kecewa, Suciwati menyatakan tak akan pernah mundur dan berhenti mencari
keadilan. "Jangan berharap putusan ini akan mematahkan semangat kami. Kami
tidak akan pernah berhenti," kata Suciwati.
Komentar senada juga diungkapkan Pollycarpus. Seperti diungkapkan Mohammad
Assegaf, pengacaranya, Pollycarpus menilai putusan MA aneh. "Masa saya
menggunakan surat palsu. Untuk kepentingan apa saya menggunakan surat palsu.
Hanya ingin jalan-jalan ke Singapura? Atau agar dapat pesawat gratis dan hotel
gratis? Lagi pula, yang memalsu surat kok tidak diadili. Itu kan lucu," ujar Pollycarpus
seperti dikutip oleh Assegaf.
Menurut Assegaf, pihaknya belum merencanakan upaya hukum terkait putusan
tersebut. Hanya saja, pihaknya segera mengurus pembebasan bersyarat bagi
Pollycarpus mengingat yang bersangkutan telah menjalani masa tahanan selama 19
bulan. Apabila mengacu pada putusan MA yang menghukum Polly dua tahun penjara,
Pollycarpus akan bebas pada lima bulan mendatang.
Revitalisasi
Menanggapi vonis tersebut, Juru Bicara Presiden Andi Mallarangeng mengatakan,
Presiden Yudhoyono telah menginstruksikan Kepala Kepolisian Jenderal (Pol)
Sutanto untuk merevitalisasi tim kepolisian agar dapat mengungkap tuntas kematian
aktivis hak asasi manusia almarhum Munir beberapa waktu yang lalu.
Menurut Andi, dari awal Presiden Yudhoyono sudah berkomitmen untuk
mengungkapkan kasus tersebut. "Meskipun belum membaca rinci perkembangannya,
tentu Presiden ingin agar kinerja kepolisian dalam kasus ini bisa diperbaiki dan
ditingkatkan lagi," uj Andi, yang menambahkan instruksi Presiden disampaikan
dengan menelepon Kepala Polri.
Ditanya bagaimana sikap Presiden dengan putusan MA, sehingga pelaku
pembunuhan Munir menjadi misteri, "Justru itulah yang diminta Presiden supaya tidak
terjadi misteri."
Polri akan mencari
Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jenderal Sutanto menegaskan, Polri akan
mencari dengan sekuat tenaga pelaku pembunuhan pembunuhan aktivis hak asasi
manusia Munir setelah Mahkamah Agung menyatakan Pollycarpus tidak terbukti
terlibat dalam pembunuhan itu.
"Nanti saya akan cek bagaimana pastinya. Tentu kita akan mencari pelakunya. Ya
kami mohon Pollycarpus memberikan bantuan dengan bekerja sama dengan Polri,"
ujar Sutanto usai acara berbuka bersama di Istana Negara, Jakarta, Rabu.
Untuk mengungkap misteri dan mencari pelaku pembunuhan Munir, Polri telah
membentuk tim baru dengan menambah penyidik yang berkualitas, dengan kerja
sama dengan Pemerintah Belanda untuk mendapat informasi yang lebih lengkap.
"Tim baru akan menjadi bagian dari revitalisasi seperti ditugaskan Presiden. Tim akan
mengembangkan informasi baru yang nanti kita peroleh," ujarnya.
Untuk pengungkapan misteri dan mencari pembunuh Munir, Sutanto mengemukakan
kelemahan aparat kepolisian yaitu karena tempat kejadian perkara (TKP) Munir di
dalam pesawat Garuda Indonesia. Padahal menurutnya, TKP sangat penting sekali
untuk mengungkap sebuah kasus. Sutanto memberi contoh kasus pengungkapan
pelaku bom di Bali dan Jakarta sukses karena olah TKP yang baik. "Kelemahan kita
di situ (TKP)," ujarnya.
Mengenai keinginan Presiden agar kasus Munir dapat menjadi ujian bagi sejarah
Indonesia sudah berubah atau belum dari sejumlah misteri, Sutanto mengemukakan,
"Siapa pun tentu ingin ini terungkap. Penyidiknya ingin ini bisa terungkap. Kita
bekerja setengah mati karena tingkat kesulitannya tinggi."
Mengenai apakah akan dibuka kembali penelusuran hubungan telepon yang dilakukan
Pollcarpus, Sutanto mengemukakan, "Itu sebagai indikasi. Akan kita cari bukti-bukti
lain. Arah sudah ada tinggal cari pembuktian lain." (ana/har/inu/bdm)
Copyright © 2002 Harian KOMPAS
|