KOMPAS, Kamis, 26 Oktober 2006
Kekhawatiran Itu Kembali Menjadi Kenyataan
Kekhawatiran warga Poso akan meningkatnya kekerasan setiap bulan Ramadhan
kembali menjadi kenyataan. Harapan agar bisa menjalankan hari raya Idul Fitri
dengan hikmat dan damai kembali buyar. Perdamaian malah semakin menjauh pada
hari suci tersebut.
Sejak Minggu (22/10) mulai pukul 22.30 Wita sampai Senin dini hari, puluhan aparat
keamanan dari satuan Brimob sudah terlibat bentrok dengan ratusan warga Kelurahan
Gebang Rejo, Poso. Dua warga menjadi sasaran peluru.
Syafuddin (22) kena tembak di paha dan leher dan akhirnya meninggal dunia setelah
dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah Poso, sedangkan Muhammad Rizki (29),
korban tembak lainnya, selamat.
Senin siang, bentrokan terulang ketika 300 warga mengantar jenazah Syafuddin dari
rumah duka ke pemakaman. Saat melintasi sebuah pos keamanan, massa meneriaki
dan melempari aparat Brimob yang bertugas. Kembali tembakan merobohkan dua
warga. Di sisi lain, 3 rumah, 4 sepeda motor, dan 1 truk polisi dibakar massa.
Polisi mengatakan, bentrokan berawal dari penyerangan warga ke Pos Polisi
Masyarakat (Polmas) di Gebang Rejo. Puluhan anggota Brimob diturunkan. Melihat
hal itu, massa berkumpul dan pecahlah bentrokan. Ratusan warga menyerang Pos
Polmas dan anggota Brimob yang ada di lokasi, serta membakar sebuah truk
operasional dan empat sepeda motor polisi.
Menurut polisi, ada suara tembakan dan ledakan bom dari warga. Warga dinilai
anarkis, maka aparat melepas tembakan. Demikian dikatakan Kepala Bidang
Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah Ajun Komisaris Besar M
Kilat.
Ketua Forum Silaturahim Perjuangan Umat Islam (FSPUI) Poso Adnan Arsal
membantah versi polisi itu. Menurut dia, bentrokan diawali serbuan personel Brimob
ke Tanah Runtuh, Gebang Rejo. Tanah Runtuh adalah Markas Pondok Pesantren
Amanah pimpinan Adnan.
Warga yang khawatir lalu mengumpulkan massa, dan terjadilah bentrokan disertai
tembakan. Warga lalu mendatangi Pos Polmas dan melempari pos serta membakar
truk polisi. Kembali ada tembakan yang merobohkan dua warga. "Tembakan hanya
dari aparat Brimob," ujar Adnan.
Tidak jelas versi siapa yang benar. Yang kita tahu, bulan Ramadhan di Poso kembali
dicemari peristiwa kekerasan. Bulan Ramadhan menjadi bulan penuh ketakutan dan
kewaspadaan bagi warga Poso.
Tahun 2002, di tengah persiapan Idul Fitri pada bulan Desember, dua mayat
ditemukan di Poso Kota, tertembus peluru. Lebaran 2004, sebuah angkutan kota
dibom di depan Pasar Sentral, Poso. Enam orang tewas.
Sepanjang Ramadhan tahun 2005, tiga warga Poso, termasuk seorang polisi, tewas
ditembak. Lalu disusul pemenggalan tiga siswa SMA Kristen Poso di Kelurahan Bukit
Bambu, Poso Kota, 29 Oktober 2005. Bulan Ramadhan tahun ini, Sekretaris Umum
Gereja Kristen Sulawesi Tengah Pendeta Irianto Kongkoli tewas ditembak di Palu.
Mengapa kekerasan di Poso selalu meningkat pada bulan Ramadhan? Dikatakan,
kekerasan di Poso dilakukan provokator untuk memecah belah umat beragama.
Namun, apakah bentrokan antara aparat Brimob dan warga Gebang Rejo juga akibat
ulah provokator? Atau karena aparat keamanan di Poso tidak cakap melaksanakan
tugas menciptakan keamanan? Atau karena warga Poso sudah terbiasa bertindak
anarkis?
Ironisnya, jumlah polisi di Poso kini lebih dari 5.000 personel, ditambah TNI sekitar
1.500 personel—terbanyak seluruh Indonesia untuk tingkat kabupaten. Di sisi lain,
nyatalah bahwa Poso menjadi kabupaten dengan tingkat keamanan paling
rendah.(REINHARD NAINGGOLAN)
Copyright © 2002 Harian KOMPAS
|