The Cross

 

Ambon Berdarah On-Line
News & Pictures About Ambon/Maluku Tragedy

 

 


 

 

 

Radio Netherland Hilversum


Radio Nederland Wereldomroep, 12-10-2006

Maluku Manise Kembali
"Orang Ambon Menemukan Ke-Ambon-annya"

Aboeprijadi Santoso & Nina Nanlohy

Ambon dan Maluku yang dilanda konflik dan kerusuhan berdarah sejak 1999 sampai 2004, telah menikmati perdamaian. Ambon telah manise kembali. Bagaimana perdamaian itu tercipta? Bagaimana masyarakat Maluku melenturkan ketegangan dan kekakuan pasca-keamanan untuk menjaga perdamaian?

Di pelosok kota Ambon, Radio Nederland Wereldomroep berbincang-bincang dengan Ibu Suryani Hilud, Ibu Fatma, juru bicara Masjid al-Fatah, Bapak Nibu dan aktivis Gerakan Perempuan Peduli Maluku, Ibu Ottie Patty.

Konflik yang dipicu oleh sejumlah jaringan jendral dan preman di dalam dan di luar Ambon pada 1999 menjadi kerusuhan berdarah bertahun-tahun. Perdamaian mulai terjaga pada 2004 namun baru mantap sejak pertengahan 2005. Sekitar 60% pengungsi telah kembali ke daerah asal mereka, namun masalah ini belum tuntas.

Kedua komunitas, Islam dan Kristen telah bersatu kembali. Rukun. Para Imam dan Pendeta menjalin kerjasama agar tidak terprovokasi oleh pihak luar. Orang luar tahu, orang Ambon berdarah panas, karena itu, gampang terpancing. Setelah terjadi, baru timbul penyesalan. Kedua komunitas kini sadar kembali, kini mereka "waspada terhadap isu-isu yang dapat menghancurkan," demikian Pak Nibu dari Masjid al-Fatah Ambon.

Menurut ibu Suryani Hilud, yang jadi trauma adalah orang luar, bukan tetangga. Kita harus tetap waspada "jangan ada yang mengacau situasi di kota Ambon," tegas Ibu dari sedikit keluarga pengungsi yang masih tersisa di Waihoa.

Percaya Pada Perdamaian

"Saya percaya pada perdamaian. Orang Ambon telah sadar akan dampak dari kerusuhan tersebut. Tak ada yang kalah dan tak ada yang menang, pada akhirnya keuntungan pada orang yang menciptakan kerusuhan itu. Pemerintah Maluku hendaknya memenuhi hak-hak para pengungsi."

Ibu Fatma, yang juga kami temui di perkampungan pengungsi Waihoa mengingatkan "kami kan masih punya pela gandong."

Pela dan Gandong adalah ikatan sumpah para leluhur yang sampai saat ini tidak terputuskan. Melalui lintas ini, kegiatan tercipta antara para pemuda serta perkumpulan di Maluku. Menyinggung soal trauma atau was-was, Ibu Fatma berkomentar, "Kalau trauma, pasti, karena kebetulan kita langsung bertemu dampaknya. Sampai sekarang, itu masih. Saking takut dampaknya masih terasa sampai sekarang".

Melenturkan Suasana

Sejumlah komunitas yang menjadi korban konflik mencoba menembus situasi untuk melenturkan suasana, menciptakan dan menjaga perdamaian.

Sejak semula sebenarnya tidak ada konflik antar agama di Maluku. "Kalau benar ada konflik agama, berarti tidak mungkin akan terjadi perdamaian. Karena masing-masing komuniti mempunyai keyakinan tersendiri, kan. Ada kelompok-kelompok tertentu, yang mempunyai kepentingan dibalik konflik Maluku itu," demikian ibu Ottie Patty, aktivis Gerakan Perempuan Peduli Maluku, asal desa Batu Merah yang kini tinggal di kawasan relokasi.

Salah satu inisiatif perdamaian yang diprakarsai Ibu Ottie ialah membuka pasar antara pedagang-pedagang dari dua komunitas. Sebelumnya, kerusuhan membuat orang luar mengambil keuntungan dengan membuka pasar di wilayah masing masing kelompok, sehingga segregasi (pemisahan kelompok) tetap terjaga dan bekas konflik tetap membekas, sementara orang luar mengambil keuntungan dengan membuka pasar kaum Kristen dan pasar bagi penduduk Muslim. Inilah yang ditentang dan berhasil diterobos berkat peran Ibu Ottie.

Peran Ibu Ottie yang juga penting dan menarik adalah menembus suasana kekakuan antar kelompok setelah keamanan mulai tercipta. Misalnya, mendatangkan perempuan Muslim ke Wisma Atlit Karang Panjang Ambon, daerah pengungsi Kristen, tanpa harus mengorbankan kepentingan dan identitas masing masing kelompok. Maka Ibu Ottie mensyaratkan: jadi kalau Ibu Ibu Muslimah biasanya berjilbab, sekarang juga harus datang dengan berjilbab.

Semula Ibu Ibu yang diajak tsb ogah dan takut, tapi Ibu Ottie mengingatkan:

"Kalau sudah berkomitmen untuk jadi pahlawan perdamaian, buktikan itu. Jangan kita ngomong. Kita harus buktikan bahwa betul-betul kita adalah pahlawan perdamaian. Nah, saya ajak 20 orang. Karena waktu itu yang diambil untuk masuk dalam kelompok (hádala) 20 Kristen dan 20 Islam. Saya jadi jaminan. Nanti kamu kesana baru kamu lihat bahwa saya bisa apa enggak memfasilitasi kamu masuk ke daerah Kristen. Tapi yang jelas, identitas kamu harus jelas! apa itu? Jilbab harus dipakai tidak boleh dilepaskan. Kalau kamu lepas jilbab masuk ke komunitas saya berarti kamu munafik. Jilbab harus dipakai. Tunjukkan bahwa kamu memang betul-betul cinta damai, ini damai harus macam begini."

Dengan terobosan dari tingkat akar rumput seperti itulah, lama kelamaan ketegangan dan kekakuan pudar. Dan, dengan demikian, keamanan yang sudah berangsur pulih itu kemudian beralih menuju perdamaian yang mantap.

"Memulihkan KeAmbonan"

Warga kota Ambon bergulat dengan konflik dan banyak mengalami pasang surut. Momentum ulang tahun kota Ambon ke 431 menjadi titik tolak membangun kota baik secara fisik mau pun kehidupan masyarakatnya. Demikian Walikota Kotamadya Ambon Drs. Markus Jacob Papilaja dalam wawancara khusus kepada Radio Nederland Wereldomroep. (Wawancara tsb belakangan disiarkan lengkap di televisi lokal).

Berbicara mengenai apa yang memungkinkan perdamaian di Ambon ini - sesuatu yang menjadi satu harapan dari Ambon maupun Indonesia - Markus Papilaja berkomentar:

"Orang Ambon pulih jati-dirinya. KeAmbonannya orang Ambon pulih. Mengapa saya bilang keAmbonannya orang Ambon pulih, sebagai suatu yang sangat penting, sebab konflik itu nuansanya agama. KeAmbonannya orang Ambon itu(ialah) orang Ambon tidak pernah menyapa kamu orang Islam atau orang Kristen? Nggak, kamu dari kampung mana? Nenek moyang saya dari Itawaka, yang berikut dari Suli berarti saya ini Pela dengan siapa? Itulah keAmbonannya orang Ambon. Bukan kamu agama apa! Papilaja dari manakah asalnya, bukan Papilaja agamanya apa? Itu sebabnya keAmbonannya orang Ambon sudah pulih".

Disiarkan dalam acara Jelajah Nusantara, Radio Nederland Wereldomroep 26, 27 & 28 Sept. 2006.

© Hak cipta Radio Nederland 2006 Disclaimer
 


Copyright © 1999-2002 - Ambon Berdarah On-Line * http://www.go.to/ambon
HTML page is designed by
Alifuru67 * http://www.oocities.org/batoemerah
Send your comments to alifuru67@yahoogroups.com
This web site is maintained by the Real Ambonese - 1364283024 & 1367286044