Seakan terjaga dari tidur yang melenakan, sekonyong-konyong kita dibangungkan oleh ribut-ribut masalah hak cipta software komputer. Juga seakan hendak menegaskan Undang-undang hak cipta yang diterbitkan pemerintah tahun 2002, terjadi penertiban secara random oleh pihak-pihak yang dirugikan dan dilecehkan hak inteletualnya. Alih-alih kita pun dibuat keder dan terdiam menghadapinya.
Tak banyak yang dapat diperbuat saat kita dituding melanggar aturan main, dan pada akhirnya secara materi kita porak poranda kalau tak bisa dibilang habis. Bisnis jasa yang banyak menggunakan perangkat komputer yang notabene pelaku UKM gigit jari setelah menghitung ulang angka-angka yang harus dikeluarkan untuk menggunakan perangkat lunak secara sah di mata hukum. Rakyat pun, yang masih mayoritas dibawah garis kemiskinan, siap-siap masuk wilayah “papa teknologi”. Alternatif lainnya, piracy, cyber crime menjadi solusi orientasi. Kita pun terbata-bata menerjemahkan kreativitas yang tengah mewabah. Cita-cita semakin jauh meninggalkan bumi jelata. Tempat mengadu tak menghibur saat tubuh rebah mengadu, meski pertiwi yang menina bobokan.
Kami penyedia jasa Internet atau yang dikenal dengan nama Warnet memang masih tak percaya ketika rekan-rekan kami yang lain panik saat periuk nasinya goncang. Kami sedih, terluka, dan juga merasa was-was akan kemungkinan hal yang sama terjadi menimpa.
Saat kami berkaca diri, banyak diantara kami yang masih secara sederhana merangkai kata teknologi kepada masyarakat. Mungkin kami adalah komunitas edukasi, peminjam modal kecil, bisnis rumahan, yang belum tentu akrab dengan teknologi. Idealisme terkadang kami sorong sebagai jembatan untuk mengenalkan saudara-saudara kami yang lain yang tak lebih beruntung pada peradaban. Tak ada hitung-hitungan matematis saat tenaga maupun pikiran tercurah untuk mengeja abjad demi abjad. Sedikit naďf, mungkin cukup belas kasih Sang Pencipta yang kelak akan mewujudkan balasannya di waktu yang lain.
Bermodal nekad, kami pernah menggantungkan kata profit diatas atap tempat kami berjudi nasib, malah tak sedikit diantara kami yang benar-benar menitipkan harapan meski sama sekali buta akan apa yang kami jual. Hanya sedikit yang melek benar-benar waras mau bergumul demi pertiwi.
Oleh sebab itu dalam relung ruang hati kami berkecamuk rasa tak percaya bahwa kami terpaksa melepas keakraban dan persahabatan yang telah terajut. Bagi kami yang tak besar, rasanya kami berjudi dalam peruntungan saat menebarkan idealisme, melebarkan secercah harapan bagi anak negeri. Di ujung rasa was-was yang bergelayut : pak polisi, BSA (Business Software Alliance), Microsoft tolong pertimbangkan surat ini saat berkunjung ke tempat kami.
kawasts@gmail.com; kawasts@lycos.com; Pendidik dan Pemilik sebuah warnet sederhana di bilangan Jakarta selatan. Dimuat di www.awari.or.id