Di Negara "Liberal" Jerman:

Bukan Cuma Pemilunya Yang Harus Demokratis, Tetapi Partai Peserta Pemilu Pun Wajib Demokratis

Pemilu, memang termasuk salah satu pilar demokrasi. Namun, hanya mengandalkan pemilu menjadi demokratis lantaran diikuti oleh banyak partai, agaknya tidak cukup buat mengembangkan proses demokratisasi. Di negara "liberal" Jerman misalnya, ada syarat lain yang harus dipenuhi. Yakni: partai peserta pemilu harus memiliki struktur organisasi yang demokratis pula.


Sebagai negara federal, pemilu penobatan Kanselir Jerman tanggal 27 September 1998 mendatang ini, termasuk ke dalam Pemilihan Umum (Pemilu) Negara Federal (Bundestagswahl). Sementara itu, untuk memilih pemerintahan dan anggota-anggota parlemen negara bagian, diselenggarakan Pemilu Negara Bagian (untuk mayoritas negara bagian disebut sebagai Landtagswahl). Waktu penyelenggaraannya tidak harus sama dengan Pemilu Negara Federal. Salah satu contohnya ada lah Pemilu Negara Federal 2 Desember 1990 -- seusai ratifikasi reunifikasi Jerman. Setahun kemudian, tepatnya tanggal 2. Juni 1991, di Negara Bagian Hamburg, diselenggarakan Pemilu Negara Bagian -- yang di sana disebut Buergerschaftwahl.

Berbeda halnya dengan Pemilu Negara Federal yang menganut sistim proporsional dan sistim distrik, Pemilu di Negara-Negara Bagian, misalnya Hamburg, umumnya menganut sistem proporsional. Artinya, setiap partai peserta pemilu mengajukan daftar calegnya. Di Hamburg contohnya, kursi yang diperebutkan sebanyak 121.

Khusus mengenai Buergerschaftswahl di Hamburg tahun 1991, sejarah konstitusi Jerman mencatat satu peristiwa bersejarah dan tetap menjadi buah cakap. Maklum lah, dalam keputusan Pengadilan Konsitusi Negara Bagian 4 Mei 1993, Pemilu Negara Bagian Hamburg tahun 1991 dinyatakan batal dan harus diulang kembali. Pemilu tersebut dinyatakan verfassungswidrig alias bertentangan dengan konstitusi.

Bukannya ketak-beresan atau kecurangan sepanjang pelaksanaan pemilu itu sendiri yang menjadi penyebab. Namun, permasalahannya justru terletak pada masalah intern dalam tubuh partainya Kanselir Helmut Kohl, Christlich Demokratische Union (CDU) Hamburg alias Partai Kristen Negara Bagian Hamburg.

*****

Bermula, kisah ini diawali oleh langkah kubu vokalis di dalam tubuh Partai Kristen CDU Negara Bagian Hamburg. Kubu ini mengecam praktek-praktek sistem-kelompok dalam pemilihan calon-calon legislatif. Tak demokratis, hujat sang pembawa suara kubu vokalis ini, Markus E. Wagner. Seusai Pemilu Negara Bagian Hamburg tahun 1991, pada tanggal 16.01.1992, kubu ini lantas mengadukan bisul-bisul pemilhan caleg non-demokratis ke das Hamburgerische Verfassungsgericht alias Konstitusi Negara Bagian Hamburg.

Sebelumnya, kubu ini telah melimpahkan perkaranya kepada Panitia Pemilu Negara Bagian setempat. Namun, gugatan para vokalis ditepis oleh lembaga tersebut. Begitu juga, Komisi Parlemen yang menangani kasus ini menolak keberatan kubu vokalis CDU.

Sesungguhnya, perdebatan intern ihwal mekanisme pemilihan caleg Partai Kristen Negara Bagian Hamburg ini sudah dimulai sejak tahun 1973. Cuma -- seperti biasanya nasib para vokalis di mana-mana -- kritik-kritik mereka senantiasa tak diabaikan oleh para pimpinan partai yang kurang suka mendengar suara-suara parau dan kerap berentan hati. Namun demikian, kubu oposan tak patah sayap.

Pemilihan para caleg di Hamburg memang rumit dibandingkan dengan pemilihan dalam tubuh Die Gruenen alias Partai Hijau. Partai Hijau mengenal demokrasi langsung. Para calegnya dicoblos oleh para anggotanya secara luber pula. Atau calon Kanselir dari Partai Sosialdemokrat SPD yang perlu pemungutan suara anggota-anggota partainya -- tak tergantung pada SARAP (Suku, Agama, Ras dan Pribadi), artinya orang asing yang anggota SPD pun diperkenankan urun pendapat.

Kembali ke Partai Kristen CDU Negara Bagian Hamburg. Partai Kristen CDU Negara Bagian Hamburg secara struktur organisasinya terdiri dari Landesverband (Perhimpunan Negara Bagian), kemudian Kreisverband (Perhimpunan Cabang) dan tingkat terendah, Ortsverein (Perhimpunan Ranting)1Di dalam AD/ART Partai Kristen itu disebutkan, bahwa untuk memilih caleg-caleg yang dikirimkan ke parlemen negara bagian (Buergerschaft), parlemen negara federal (Bundestag) dan parlemen uni Eropa perlu dibentuk Vertreterversammlung alias Perwakilan Sidang. Perwakilan ini lah yang menetapkan para caleg ketiga jenis parlemen tersebut di atas. Undangan rapatnya dibuat oleh Ketua Partai, yang sekaligus memimpin rapat tersebut (AD/ART Partai Kristen CDU Hamburg, Pasal 21 ayat 1, 2 dan 6).

Namun, Perwakilan Sidang tak bisa sesuka hati mengajukan caleg. Menjelang pemilu, dibentuk Wahlausschuss (Komisi Pemilu). Ada pun separoh jumlah anggotanya berasal dari oleh wakil-wakil Kreisverbaende alias Cabang-Cabang Negara Bagian Hamburg, dan separuhnya diisi oleh anggota-anggota Dewan Pimpinan Partai Negara Bagian Hamburg. Selain itu, DPP memperoleh satu suara tambahan (AD/ART Pasal 22). Lantaran Negara Bagian Hamburg memiliki 7 Perhimpunan Cabang, maka jumlah keseluruhan wakilnya juga 7. Ditambah 7 dari DPP Negara Bagian plus 1 anggota ekstra dari DPP Negara Bagian, maka anggota Komisi Pemilu bertotal jenderalkan 15. Alhasil, secara mayoritas, Komisi Pemilu dikuasai oleh DPP Negara Bagian alias Diktator DPP.

Nah, Komisi Pemilu ini lah yang berhak mengajukan nama-nama caleg untuk disodorkan kepada Perwakilan Sidang (AD/ART, pasal 24, ayat 1).

*****

Ada pun mekanisme pemilihannya berlangsung sebagai berikut: Untuk memilih caleg, caleg nomor urut satu s/d nomor 5 dicolok per orang secara langsung dan rahasia. Sedangkan untuk 10 caleg nomor urut selanjutnya, pemilihan dilangsungkan per kelompok (AD/ART Partai CDU Pasal 24, ayat 1).

Katakan lah, Komisi Pemilu mengajukan 65 nama caleg. Kelima caleg pertama, dari nomor 1 s/d 5, yang biasanya sudah ditempati oleh anggota DPP, dicoblos satu persatu. Kalau salah satu gugur, sedangkan empat sisanya lolos, maka keempat caleg ini boleh mewakili Partai Kristen. Yang rumit ada lah caleg-caleg selanjutnya. Sebab, prinsip pemilihannya ada lah gotong-royong: satu lengser, longsor pula yang lain. Jadi, caleg mulai dari nr. 6 s/d 15 dikelompokkan menjadi satu kubu, dan kemudian dipilih berombongan. Walhasil, kalau satu gugur, yang sembilan sisanya tergusur pula. Demikian juga mekanisme pemilihan untuk caleg-caleg bernomor 16 s/d 25.

Dengan cara ini, setiap anggota Partai Kristen CDU Negara Bagian Hamburg tidak bisa memilih calon legislatif yang disukainya atau mencalonkan diri sesuka hati -- seperti tokoh vokalis Markus E. Wagner tadi. Wakil-wakil sidang hanya bisa menyatakan persetujuan atau penolakannya terhadap daftar caleg yang telah disodorkan oleh Komisi Pemilu. Kalau pun tak setuju, AD/ART mengatur, agar pemilihan diulang sampai dua kali.

Namun, dalam prakteknya, para caleg sodoran DPP itu selalu lolos -- sekali pun dari lobang jarum. Pada tahun 1990 misalnya, rapat anggota menyetujui daftar 246 nama yang diusulkan oleh DPP Negara Bagian Hamburg untuk menduduki pos Perwakilan Sidang. Ketika itu, rapat anggota dihadiri oleh 433 orang (Jumlah keseluruhan anggota Partai Kristen Hamburg sekitar 13.000 orang). Usulan untuk memasukkan seorang calon baru ke pos Perwakilan Sidang, tertepis begitu saja. Bahkan, tuntutan agar setiap anggota Perwakilan Sidang bersedia mempromosikan diri sembari berkenan bicara tentang gagasannya, diluar-pagarkan pula. Dengan demikian, tampak lah betapa lebarnya sayap DPP.

Nah, di sini lah repotnya. Tokoh muda vokalis yang baru muncul dan tak menjabat sebagai fungsionaris partai macam Markus E. Wagner, tidak mungkin menempati daftar caleg nomor satu s/d lima. Paling banter dimasukkan ke dalam daftar kelompok. Itu kalau tokh Komisi Pemilu atau Perwakilan Sidang -- yang notabene kepanjangan DPP -- sudi memberi lampu hijau.

*****

Fakta-fakta ini lah yang kemudian menjadi pertimbangan Pengadilan Konstitusi Negara Bagian Hamburg. Ke delapan hakim di pengadilan itu menilai, bahwa "pada dasarnya, termasuk ke dalam kebebasan memilih ada lah kebebasan menggunakan hak usulan bagi segenap partisipan pemilih. Akan tetapi, ia membutuhkan satu prakondisi. Yakni: para anggota partai perlu memiliki kebebasan menyusun calon-calonnya. Keputusan pemilihan calon tidak lah bisa diserahkan begitu saja di bawah ketiak Dewan Pimpinan Partai".

Secara kongkrit, Pengadilan Konstitusi Negara Bagian itu melihat ketimpangan-ketimpangan dalam penetapan caleg. Antara lain: Terjadi diskriminasi terhadap caleg usulan yang berbeda dari caleg restu DPP; Lewat pemilihan lewat sistem kelompok tersebut, para caleg usulan yang berbeda dari berkah DPP, sama sekali tiada memiliki kesempatan.

Selanjutnya, Pengadilan Konstitusi Negara Bagian Hamburg menyimpulkan bahwa "dengan keadaan ini, maka tersisihkan lah hak-hak para anggota partai guna memanfaatkan kebebasannya berpartisipasi dalam pemilu, lantaran tak menyetujui daftar caleg sodoran DPP. Dan ini, merupakan pelanggaran berat terhadap prinsip-prinsip demokrasi intern partai".

Maka, sudah menjadi keharusan serta jika perlu, harus selalu diawasi dan diuji ulang, demikian Pengadilan Konstitusi Negara Bagian Hamburg, ihwal pelaksanaan demokrasi intern partai. Sebab, salah satu syarat buat menegakan tatanan demokrasi sesuai dengan Grundgesetz alias UUD Jerman Pasal 20 ayat 1 dan 2 ada lah, keharusan demokratisnya sturktur intern partai-partai (Pasal 21 ayat 1).

Selain itu, Parteiengesetz alias UU-Kepartaian menyebutkan, bahwa secara konstitusi, Partai-Partai merupakan bagian yang tak terpisahkan dari tatanan negara demokratis (Pasal 1, ayat 1).

Karena pemilihan para caleg dalam tubuh Partai Kristen Daerah Hamburg dinilai tidak demokratis, maka Pemilu Negara Bagian Hamburg 2 Juni 1991 itu dinyatakan batal. Dan kemudian diulang pada tanggal 19 September 1993 <TAMAT>

BERLIN 21.9.1998.
Pipit R. Kartawidjaja


1Penjelasan: Lantaran Jerman merupakan negara federal, maka partai-partainya pun terbagi menurut jumlah negara bagian. Struktur organisasinya sebagai berikut: Bundesvorstand (Pengurus Federal/Pusat, Landesverband (Perhimpunan Negara Bagian), Kreisverband (Perhimpunan Cabang) dan Ortsverein (Perhimpunan Ranting). Karena negara bagian Jerman berjumlah 16, maka Partai Kristen CDU seharusnya memiliki 16 Landesverbaende atau Perhimpunan Negara Bagian. Pada kenyataannya, Partai Kristen CDU hanya memiliki 15 Perhimpunan Negara Bagian. Pasalnya, di Bavaria, Partai Kristen CDU tidak diwakili. Di sana sudah ada Partai Kristen CSU (Christlich Soziale Union alias Uni Kristen Sosial). Kanselir Helmut Kohl ada lah Ketua Partai CDU Negara Federal dan duduk di Bundesverband alias Pengurus Federal/Pusat. Tetapi ia bukan Ketua Partai Kristen CSU. Partai Kristen CDU Hamburg, misalnya, sebagai Perhimpunan Negara Bagian memiliki 7 Kreisverbaende alias Perhimpunan Cabang. Sedangkan Partai Kristen CDU Berlin sebagai Perhimpunan Negara Bagian memiliki 23 Kreisverbaende alias Perhimpunan Cabang. Setiap Perhimpunan Negara Bagian berdiri secara mandiri, karenanya setiap Perhimpunan Negara Bagian memiliki AD/ARTnya sendiri. Dalam penentuan haluan politiknya pun demikian: Partai Kristen CDU di Berlin umpamanya, berkoalisi dengan Partai Sosialdemokrat Berlin -- kendati di tingkatan negara federal kedua partai ini berseteru bak kucing dengan anjing.
Kembali ke Daftar Isi