Perangko, Surat dari tanah air.

Sebagai warga negara Indonesia yang sudah lama tinggal diluar negri mendapat surat dari tanah air adalah suatu kebahagiaan yang tak terkira, meskipun isinya hanya cerita-cerita yang tidak terlalu penting dari sanak saudara tetapi dalam membacanya selalu disertai dengan keasyikan yang sifatnya tersendiri. Setelah itu pikiran melayang melintasi jarak yang sangat jauh, mencoba menerka-nerka bagaimana kehidupan yang sedang berjalan di kampung, bertanya-tanya dalam hati si A sekarang bagaimana, apa yang terjadi dengan si B dan seterusnya-dan seterusnya.

Kebahagiaan dalam menerima surat ini biasanya akan sirna apabila si pengirim menempelkan prangko yang bergambar wajah Soeharto, ini sangat membosankan, tidak saja karena kita mengetahui kwalitas dari orang ini, tetapi dari segi keindahanpun menempelkan wajah Soeharto dalam surat sangatlah dibawah standar estetika. Dari kejadian seperti itu aku selalu memprotes sanak saudara di tanah air, lebih baik surat-surat itu ditempeli dengan prangko-prangko yang bergambar lain, misalnya orangutan, babi rusa atau apasaja yang benar-benar memberi gambaran keindahan negri kita. Jangan Soeharto.

Ini memang masalah yang kecil tetapi bisa juga jadi besar kalau kita mau membesar-besarkannya, misalnya kalau kita mempertanyakan kriteria apa yang harus dipenuhi oleh seseorang agar wajahnya bisa dijadikan gambar dalam prangko. Orang utan atau babi rusa jelas mempunyai kriteria yang memenuhi persyaratan karena kedua binatang itu termasuk binatang langka yang terancam kepunahan dan hanya ada di Indonesia, Soeharto ?, bagaimana dengan orang ini, apakah dia termasuk sesuatu yang langka ?, ataukah dia termasuk sesuatu yang terancam punah sehingga harus mendapat perlindungan atau karena dia pahlawan, lho..siapa yang beranggapan seperti itu? Untuk mendapatkan jawaban dari pertanyaan ini tentunya kita tidak bisa sembarangan, harus ada proses musyawarah mufakat yang bersifat demokratis. Jadi kalau kita berandai-andai, bahwa waktu itu ada musyawarah mufakat diIndonesia, tentunya semua wakil rakyat menyetujui gambar orang utan dan babi rusa di prangko, tidak perlu ada wakil rakyat yang beroposisi sehingga orang itu harus direcall oleh partainya. Dan hasil keputusan MPR waktu itu tentunya akan diterima oleh semua golongan masyarakat di Indonesia, mungkin sebagian kecil saja yang tidak setuju, misalnya kelompok agama yang fanatis, karena mungkin buat mereka babi rusa itu haram, lebih baik gambar onta sajalah.(ini bisa benar, selama ini tidak pernah rakyat di Indonesia mengetahui perdebatan yang berlangsung di MPR).

Setelah Soeharto turun dan ini karena dipaksa,(bukan seperti yang selalu digembar-gemborkan oleh para pekerja kedutaan, "Soeharto punya maksud baik, sehingga dia merelakan kekuasaan ketangan Habibie",) hatiku senang karena tidak akan lagi mencak-mencak kalau sanak saudara mengirim surat,tidak mungkin lagi ada prangko yang membosankan.Aku khabari teman-teman buleku yang hobbynya mengumpulkan prangko(cerita tentang hobby yang satu ini bisa panjang juga, karena aku tidak mengerti, apa sih nikmatnya mengumpulkan prangko,? tapi lain kali sajalah dibahas,toh masih ada hobby-hobby lainnya yang juga patut dipertanyakan, misalnya membakar gereja, memperkosa perempuan Tionghoa atau seperti yang terjadi baru-baru ini di Banyuwangi, membunuhi para pengikut NU, dsb) bahwa mulai sekarang ini mereka akan selalu mendapat prangko yang bagus-bagus saja dariku.

Kebiasaanku disini adalah mengintip kotakpos sebelum membukannya, apabila dari luar sudah terlihat bahwa didalam ada surat yang disertai cap polisi, bank atau perusahaan listrik maka dengan segan aku membuka kotak pos itu, karena aku tahu isinya hanya tagihan-tagihan pembayaran. Lain apabila ada surat yang ditulis tangan dengan bahasa Indonesia "kepada ytc", wah..senang tiada kepalang.Ini jelas dari tanah air, entah dari sanak saudara atau pacar lama.

Hari ini seperti biasanya, sebelum berangkat kuliah aku sempatkan juga untuk mengintip kotakpos,eh..ternyata ada bahasa Indonesianya, dengan gembira aku buka kotak pos dan mengambil surat itu, karena terlalu bahagia aku tidak sempat lagi memperhatikan prangkonya(tidak mungkin lagi gambar Soeharto), kubaca dengan cermat surat itu waduh..sekarang ini isinya tidak lagi cerita-cerita kecil tentang keluarga tapi berbau politik, ini luar biasa, keluargaku yang selama ini menganggap politik sebagai hal yang hanya bisa di bicarakan oleh mereka-mereka yang bertitel,atau yang berpangkat sudah mulai juga menyadari bahwa orang biasapun bisa juga "ngomong"tentang politik. Mereka menuliskan bahwa dikampungku sudah banyak orang yang mendirikan partai, kang Udin tetangga sebelah dua minggu yang lalu telah medirikan partai yang bernama PPMT singkatan dari PARTAI PENGGEMAR MARTABAK TELOR, dasar pemikirannya katanya, karena sekarang ini orang lebih suka makan di MC Donald atau Pizza, ini adalah praktek barat yang ingin merubah budaya bangsa kita, oleh sebab itu praktek ini hanya bisa dilawan kalau kita menjunjung tinggi rasa nasionalis kita, dengan cara memakan martabak telur. Kang Udin mungkin lupa bahwa martabakpun datangnya dari India alias bukan asli indonesia, sementara itu pak "Serse" yang tinggal sebelah mesjid katanya telah mendirikan perusahaan, soalnya dia sudah pensiun dan seperti kebanyakan militer lainnya diapun tidak mau ketinggalan, mau terjun kedunia bisnis, dia baru saja menyelesaikan papan reklame perusahaannya, yang nantinya dia pasang didepan rumah, bunyinya "PT BIRO JASA REFORMASI". Jasa apa, tidak ada orang kampung yang tahu. Dan yang paling menarik tentunya apa yang dilakukan pak ustad Ali, dia "katanya" tidak mau mendirikan partai baru tetapi mau menghidupkan kembali yang dulu pernah ada yaitu MEDIBA, ini dia lakukan setelah dia mendengar dari radio dan TV bahwa partai-partai yang dulu di larang sekarang diperbolehkan lagi, seperti PNI baru, atau MURBA dsb. Pak Ustad ini tidak tahu kalau MEDIBA itu singkatan dari Meleng Dikit Bacok, waduh.., waktu para tetangga menanyakan hal tersebut kepadanya, dengan enteng dia menjawab, "lho mengapa mesti saya terangkan, disini kan sudah biasa pake nama kayak gituan, apakah saudara-saudara sekalian tahu apa itu arti dari BAKORSTANASDA, MENDIKBUD, BABINSA ?", akhirnya para tetangga hanya bisa garuk-garuk kepala saja, dan meng iya kan, karena mereka sendiri tidak tahu apa arti semua itu.

Setelah kubaca dengan teliti, kumasukan kembali surat itu kedalam amplopnya, nah...saat itulah aku tercengang, prangko yang ditempelkan disurat itu bergambar wajah seseorang, setelah kuperhatikan denga seksama ternyata itu wajahnya Habibie, bagaimana ini bisa terjadi?, bingung sekali diriku dibuatnya dan mempertanyakan kembali kriteria apa yang harus dipenuhi supaya seseorang atau seekor binatang bisa jadi gambar prangko? Apakah Habibie termasuk binatang langka?, aku rasa bukan, gambar dia tidak bisa jadi prangko. Apakah wajah Habibie melambangkan "keindahan"?,tidak juga,lebih bagus gambar komodo dengan latar belakang keindahan pulau Rica. Ataukah Habibie sudah menjadi orang "penting" di Indonesia?, ini maksudnya apa?. Sepengetahuanku, seorang wakil presiden bisa menggantikan kedudukan presiden apabila sang presiden berhalangan atau sakit, dua alasan atau syarat tersebut tidak tampak saat Soeharto mundur, dia masih segar bugar alias tidak sakit setelah itu diapun tidak berada dalam posisi"berhalangan". Inilah yang seharusnya menjadi bahan pemikiran kita, apabila kita benar-benar menginginkan reformasi yang sebenarnya, yang artinya tidak lebih dari mengembalikan republik ini sesuai dengan konsep awal yaitu negara yang berlandaskan hukum.

Nah...kalau semua ini bisa terjadi tentunya aku tidak usah lagi mencacimaki keluarga di tanah air karena masalah prangko.

(Asep A. Rukhiyat)
Kembali ke Daftar Isi