Hidayatullah.com, Jumat, 27 Pebruari 2004

Privatisasi Air Mulai Undang Kecaman

Keputusan DPR mensahkan Rancangan Undang Undang (RUU) Sumber Daya Air (SDA) menjadi UU mengundang penolakan. Salah satunya Ketua Umum PB NUHasyim Muzadi

Hidayatullah.com--Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Hasyim Muzadi misalnya, sangat menyesalkan dan menolak keputusan DPR itu. "Saya sangat tidak setuju dengan privatisasi air itu," kata Hasyim, sepeprti dikutip koran Tempo, Jum'at (27/2).

Bahkan, Ketua pendiri Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kesehatan, Iskandar Sitorus, mengatakan UU SDA tidak akan membuat masyarakat menjadi sehat, justru akan menyengsarakan masyarakat. "Karena air sudah dikuasai sekelompok orang yang memiliki modal," kata Iskandar, di Jakarta, Kamis (26/2).

Hasyim menegaskan, segera menyurati Presiden Megawati Soekarnoputri untuk menunda pemberlakuan UU SDA dan jika perlu dibatalkan. "Ditunda sampai didapat hasil kajian paling komprehensif dari berbagai kalangan, termasuk pemerintah sendiri," kata Hasyim. Alasannya, walau undang-undang tidak menyebut privatisasi, pasal-pasalnya jelas mengarah pada penguasaan air untuk industri dan bentuk-bentuk komersialisasi lainnya.

"Undang Undang itu sangat berpihak pada penguasaan air oleh pihak swasta. Tentu saja nantinya akan terjadi komersialisasi air dan sumber-sumber daya air yang ada. Kalau dibiarkan terus, penggunaan air akan bergeser dari kebutuhan pertanian dan masyarakat menjadi kebutuhan industri dan komersialisasi. Petani yang sebenarnya pahlawan pangan, disuruh membeli air? Sungguh tidak adil!" kata Hasyim.

Pendapat lain dikatakan Iskandar. Dari segi kesehatan, UU SDA menjadi sangat berbahaya. Karena orang tidak akan puas menggunakan air, lantaran biayanya mahal. "Orang akan irit menggunakan air, karena tidak mampu membeli air. Padahal dua per tiga tubuh manusia terdiri dari air," kata Iskandar.

Apalagi, format dan standar air bersih atau hygienis belum ada. Tidak heran, bila tugas Departemen Kesehatan diambil alih oleh Departemen Perindustrian dan Perdagangan yang kemudian mengeluarkan peraturan tentang air. Kekeliruan itu mengakibatkan air yang seharusnya dikelola negara, justru dikelola kalangan kapitalis yang berorientasi pada bisnis semata. "Sebaiknya pemerintah tidak membuat UU SDA," kata Iskandar.

Hanan Soeharto, praktisi hukum juga menyesalkan dukungan Departemen Kesehatan serta Perindustrian dan Perdagangan terhadap privatisasi air. "Air bersih atau hygienis tidak lepas dari kebutuhan sehari-hari. Kenapa Depkes dan Deperindag tidak memikirkan kepentingan orang banyak?" kata Hanan.

Beberapa saat lalu, DPR telah menyetujui untuk mengesahkan Rancangan Undang Undang Sumber Daya Air (RUU SDA) menjadi Undang Undang SDA.

AIR merupakan sumber hidup dan kehidupan seluruh makhluk di muka bumi. Itu bisa dilihat dari fakta bahwa 70 persen permukaan bumi tertutup air dan dua per tiga tubuh manusia terdiri dari air.

Menurut data, Indonesia pada 1990 punya potensi air/jiwa/tahun sekitar 15.523 m3 dan aliran mantap sebesar 3.880 meter/jiwa/tahun. Sedangkan di pulau Jawa tahun 1990 punya potensi air/jiwa/tahun 1.475 m3 dan aliran mantap 368,75 meter kubik /jiwa/tahun.

Di sebagian besar wilayah Indonesia sumber daya air hingga tahun 2020 diperkirakan masih dalam status aman. Tapi untuk Jabotabek termasuk DKI Jakarta sudah dalam status kritis.

Wilayah lain yang berada dalam status kritis adalah Kodya/Kab Cirebon, Indramayu, Purwakarta, Karawang, Sidoarjo, Bantul (DIY), Lamongan, serta Gianyar.

Sementara itu, wilayah dalam status waspada sumber daya air Aceh Utara, Deli Serdang, sebagian besar Kabupaten di Jawa, Madura dan Bali, Bogor( 2020), Cianjur (2010) Bandung, Tasikmalaya, Ciamis, Kuningan, Majalengka, Sumedang, Kudus, Pati, Rembang, Blora, Sragen, Sukoharjo,Jombang,Lamongan,Ngawi, Madiun, Nganjuk, Kediri, Trenggalek, Banyuwangi, Situbondo, Sampang, Pamekasan, Sumenep, Tabanan, Badung, Klungkung, Lombok, serta beberapa kabupaten di Kalsel dan Sulsel.

Bukan tidak mungkin sesuatu hal buruk akan terjadi bila penguasaan air sebagai hajat hidup orang banyak justru ditangani oleh kalangan swata secara sepihak. (ti/sp)

Kembali