SERBA SINGKAT TENTANG

KEBIJAKAN NEOLIBERAL

1. Apa yang dimaksud dengan neoliberal?

Neoliberal adalah sebuah paham yang bertolak dari kritik

ideologis terhadap paham negara kesejahteraan (welfare

state). Menurut paham ini, campur tangan negara dalam pasar

(yang dianjurkan oleh paham negara kesejahteraan) adalah

penyebab utama terjadinya kegagalan pasar: monopoli,

oligopoli, inflasi, devaluasi, dsb. Akibat adanya kegagalan

pasar ini maka pasar menjadi tidak sempurna, sehingga

menghambat terjadinya pertumbuhan ekonomi yang merupakan

syarat utama bagi terwujudnya kesejahteraan rakyat.

Singkatnya, tanpa pasar bebas tidak ada pertumbuhan ekonomi

dan tanpa pertumbuhan ekonomi tidak ada kesejahteraan

rakyat.

2. Apa saja bentuk-bentuk kebijakan neoliberal itu?

Kebijakan neoliberal secara umum terdiri atas dua :

pertama, apa yang disebut proyek penyesuaian

struktural/structural adjusment project (SAP). Kedua,

kebijakan deregulasi. Kebijakan SAP ini terdiri dari

kebebasan berdagang, kebebasan menanam modal, pemotongan-

pemotongan anggaran untuk kepentingan publik, pemotongan

subsidi-subsidi, devaluasi (pemotongan) nilai mata uang,

dan upah buruh yang rendah. Sedangkan kebijakan deregulasi

terdiri atas penghapusan intervensi pemerintah dalam pasar,

privatisasi (swastanisasi) aktivitas-aktivitas ekonomi yang

dikuasai oleh negara (misalnya swastanisasi BUMN-BUMN), dan

terakhir liberalisasi seluruh kegiatan ekonomi.

3. Bagaimana peran negara dalam skenario neoliberal?

Menurut kaum neoliberalis, peran negara hanyalah sebagai

alat dari kaum kapitalis untuk memudahkan proses ekspansi

(perluasan) dan akumulasi (penumpukan) modal. Dalam hal

ini, peran negara hanya sebatas : pertama, menyediakan

perangkat hukum yang jelas dan transparan; kedua, negara

menjamin kepemilikan pribadi atas barang; dan ketiga,

negara hanya berperan melindungi keamanan dalam negeri dari

ancaman dan serbuan musuh. Lebih dari ketiga hal ini,

negara tidak memiliki peran dan fungsinya sama sekali.

4. Siapa yang paling diuntungkan dari penerapan kebijakan

neoliberal?

Jelas yang paling diuntungkan adalah kaum kapitalis asing

dan kaki tangannya (komprador) di dalam negeri. Dengan

diterapkannya kebijakan neoliberal, maka kaum kapitalis

menjadi lebih leluasa dalam memaksimalkan keuntungannya.

Sedangkan rakyat, terutama kaum buruh dan tani, semakin

tertindas kehidupannya: pertama, karena daya belinya rendah

akibat di-PHK atau karena kalah bersaing melawan produk

pertanian impor; dan kedua, seiring dengan menurunnya daya

beli tersebut harga-harga bahan kebutuhan pokok justru

semakin tinggi akibat dari dihapuskannya subsidi-subsidi.

5. Apakah Neoliberalisme mensyaratkan demokrasi?

Sepintas, seolah-olah jawabannya adalah ya: neoliberalisme

hanya akan tumbuh subur di negara-negara yang demokratis.

Pendapat ini jelas merupakan manipulasi yang amat

berbahaya. Neoliberalisme sebenarnya tidak membutuhkan

demokrasi, tetapi ia membutuhkan liberalisasi. Karena

dengan liberalisasi, maka kesempatan untuk perluasan dan

penumpukan modal akan semakin maksimal.

6. Apakah Neoliberalisme anti militerisme?

Pertanyaan ini pun sering menjebak karena secara gejala

tampak bahwa neoliberalisme anti militerisme. Misalnya,

keputusan untuk melakukan embargo senjata terhadap TNI

akibat peristiwa Santa Cruz, Timor-Timur (12/11/'91) Atau

yang paling mutakhir, ancaman pengadilan internasional

bagi jenderal-jenderal yang melanggar HAM. Padahal

sesungguhnya tidak demikian, kaum neoliberalis justru akan

sangat membutuhkan militer untuk mengamankan investasinya.

Mengapa demikian, karena kebijakan neoliberal akan

melahirkan banyak pengangguran, turunnya derajat

kesejahteraan rakyat akibat daya beli yang rendah dan harga

kebutuhan pokok tinggi. Kesenjangan ini memunculkan protes

sosial yang nantinya mengganggu stabuilitas politik dan

investasi. Agar supaya tidak mengganggu, maka kaum

neoliberalis akan menggunakan militer untuk memadamkan

protes sosial tersebut. Dengan kata lain, paham neoliberal

justru sangat membutuhkan militer, tetapi bukan militer

yang langsung terjun ke dunia bisnis. Tetapi militer yang

profesional, militer yang hanya sekedar berfungsi

mengamankan modal.

7. Bagaimana sikap pemerintahan Gus Dur dan Megawati

terhadap kebijakan neoliberal?

Jika kita melihat RAPBN dan butir-butir yang tertera dalam

Letter of Intent (nota kesepakatan) antara IMF dan

Indonesia, sangat jelas terlihat bahwa pemerintahan baru

ini merupakan pengabdi IMF/neoliberal. Pemerintahan Gus

Dur, misalnya, tanpa ampun memotong anggaran untuk subsidi

BBM dan listrik. Demikian juga dengan keputusan untuk

mengotonomikan kampus-kampus, sehingga nantinya tidak ada

lagi perbedaan yang mencolok antara universitas negeri

dengan universitas swasta. Keduanya akan sama-sama mahal

biayanya. Pemerintahan ini juga tetap setia mengurusi bank-

bank dan atau perusahaan-perusahaan yang sudah bangkrut,

yang selama ini dititipkan ke BPPN. Padahal, biaya untuk

pemulihan perbankan itu sungguh sangat besar (Rp. 600

trilyun).

8. Mengapa Gus Dur dan Megawati begitu takluk pada skenario

neoliberal?

Pertama, alasan kuno bahwa kita tidak punya uang segar

(fresh money) untuk membangun kembali fondasi ekonomi yang

telah hancur berkeping-keping. Yang punya dana segar hanya

IMF dan kalau kita ingin mendapatkan bantuan dana, maka

kita harus bersedia menerima program-program neolioberal.

Alasan ini sungguh sangat pragmatis dan mencari mudahnya

saja; kedua, adanya kesamaan ideologis antara pemerintahan

baru ini dengan IMF. Sama-sama pro-pasar bebas. Bagi IMF,

sistem politik apapun yang digunakan selama itu

menguntungkan kaum kapitalis, maka tidak ada alasan untuk

tidak memberikan bantuan. Sedangkan bagi pemerintahan baru

ini, yang penting dulu saat ini adalah, bagaimana

menyediakan kebutuhan pokok rakyat agar tidak timbul protes

sosial.

9. Bagaimana sikap kita menghadapi serbuan kebijakan

neoliberal?

Pertama, kita harus menolak kebijakan neoliberal ini, sebab

kebijakan ini jelas-jelas hanya menguntungkan segelintir

kaum borjuasi dan menghisap serta memiskinkan kehidupan

mayoritas rakyat (buruh-tani). Kedua, dalam kondisi krisis

yang serba tidak menentu seperti saat ini, presiden Gus Dur

seharusnya mensubsidi kebutuhan-kebutuhan pokok rakyat

kecil, bukannya makin menambah beban krisis tersebut ke

pundak rakyat yang heroik; seiring dengan sikap penolakan

tersebut, maka rakyat harus segera didorong untuk membentuk

lingkaran-lingkaran dan organisasi-organisasi massa yang

semuanya itu bermuara pada perlawanan terhadap neoliberal.

Jika organisasi rakyat kita sudah kuat, akan sangat mudah

membendung ekspansi kebijakan neoliberal; ketiga,

neoliberalisme hanya akan sanggup kita enyahkan jika kita

juga membangun jaringan perlawanan internasional. Tanpa

perjuangan yang sifatnya global, maka perlawanan terhadap

neoliberalisme di satu lokal atau satu negara, hanya akan

mengalami kegagalan.

Saturday, April 29th 2000 - 09:00:20 PM

http://books.dreambook.com/ochoy/ochoy.html