MENU ARTIKEL



Personal Photos

Halaman Utama

MAIYAH : ILMU MELINGKAR

Innalillahi wainna ilaihi roji'uun, jika kita gambarkan akan berbentuk lingkaran, dari Allah kembali ke Allah, dari desa kembali ke desa. Demikian jawaban Cak Nun ketika menjawab dari salah seorang jamaah saat acara Maiyah "Ngudhari Sengkala" di Sorobayan, Sanden Bantul (5/01/02). Di tengah lebih dari 10.000 jamaah malam itu Cak Nun bermaiyah penuh dengan kekhusukan sekaligus penuh romantis, karena memang di tempat itulah dahulu sekitar tahun 73-75, Emha muda bersama Fajar Suharno sering berdisikusi dan bertukar pikiran soal kesenian dan sastra, hingga melahirkan teater Dinasty yang sangat legendaris itu.
Lebih jauh Cak Nun menjelaskan, mengapa saat ini kita semua harus melingkar? Ia gambarkan seperti halnya kalau dari Bantul mau kembali ke Bantul, harus dengan jalan lurus ataukah melingkar? Jika jalan lurus bisa jadi malah tidak akan sampai ke Bantul lagi, maka kita harus melingkar, jadi kita ini dari Allah dan akan kembali ke Allah ini jalannya melingkar. Maka thowaf itu menciptakan lingkaran, dan semua yang bermanfaat bagi manusia itu bersifat lingkaran atau bundar.
Maka maiyah adalah belajar mencari filosofi lingkaran, untuk menemukan kembali ilmu-ilmu Allah, karena ada dua macam ilmu (1) ilmu madrasah (sekolah), (2) ilmu hayat (alam), kedua ilmu itu bersumber dari Allah. Kita semua tidak bisa mengandalkan hanya dengan ilmu sekolah saja, terbukti negara malah semakin rusak, karena banyak orang pintar tetapi tidak baik hatinya, tidak benar aklaqnya. Maka kita harus menemukan ilmu kehidupan (hayat), sebagaimana yang terus menerus kita lakukan selama ini.
Mengapa saya bikin lingkaran, menciptakan cincin-cincin seperti ini, karena seharusnya Gus Dur kemarin dapat memberesi Indonesia, kalau Gus Dur mau taat pada warisan-warisan kebaikan dan kearifan dari leluhurnya. Sesudah dirusak oleh era pisang, eranya Soeharto, seperti halnya di gambarkan pada selama pemerintahan banyak pesta pora, KKN, pembangunan segala macam, selama orde baru. Maka harus diperbaiki dengan era -nya kitab, yang kitab itu seharusnya sudah dipegang oleh Gus Dur, artinya dengan kitab itu berarti, kita harus memperbaiki Indonesia dengan membuka kitab, membaca Indonesia secara benar, menafsirkan secara tepat, dan harus bisa menerapkan dan melaksanakan secara proporsional, maka Indonesia bisa diperbaiki, dan Gus Dur sejak awal sebelum menjadi presiden sudah kita jelaskan soal ini, dan beliaulah yang paling tepat pada saat itu untuk jadi presiden, dengan syarat Gus Dur harus benar-benar memegang kitab tersebut.
Tetapi ternyata sejarah berkata lain, dan kitab ternyata juga belum dijalankan secara benar oleh Gus Dur, dan baru dua tahun Gus Dur terpaksa harus turun, maka untuk saat ini adalah sudah harus menjadi tugas bagi pemegang Cincin, akan tetapi cincin (ali-ali) ini tidak harus menjadi presiden, era cincin ini yang penting menyiapkan rakyat agar supaya bisa dan benar untuk memilih presiden. Rakyat ini adalah makmum dan kita harus bisa memilih imam, caranya bisa memilih imam yang baik adalah jadilah makmum yang baik, dan maiyah ini tujuannya adalah mencari dan memilih orang yang bersungguh-sungguh dan baik, meski tidak banyak, yang penting ada tokoh-tokoh terpenting dari daerah-daerah, untuk menjadi makmum yang baik Maka kita ciptakan lingkaran-lingkaran kebersamaan di semua daerah, agar Indonesia mendapatkan pimpinan atau imam yang baik. [redaksi]