SATRIO PININGIT YANG
PINILIH
Posted on
2002/6/17 3:39:32
Sebutan 'Satrio Piningit' sekarang ini kembali
muncul dan diucapkan oleh semua orang, dari
paranormal, pengamat politik, elit politik, ketua
rt, dari orang-orang tua sampai ABG, dari sarjana
sampai tukang ojek. Itu persis sebagaimana awal
reformasi tahun 1998 dulu, bahkan sebelum itu
banyak kalangan dan pakar mulai membedah fenomena
kepemimpinan nasioanl atas mulai merosotnya mosi
kepercayaan terhadap presiden Soeharto saat itu.
'Satrio Piningit' ini seolah digambarkan sebagai
figur
calon pemimimpin bangsa yang sedang disembunyikan
yang akan hadir untuk mengganti kepemimpinan
nasional yang ada, dengan kepemimpinan baru yang
lebih baik, atau dulu kalau dalam zamannya Bung
Karno menunggu datangnya "Ratu Adil".
Bahkan Soehardiman pernah menyebutnya bahwa
'Satrio Piningit' itu seorang tokoh nasional dari
Jawa Timur yang saat ini sedang berada di
Jakarta. Namun Cak Nun punya pandangan lain soal
itu, dan inilah pandangannya yang dituturkan pada
redaksi saat dalam perjalanan dari Jogjakarta
menuju Jombang untuk acara Padhang Mbulan.
"Satrio Piningit" itu bisa juga
diartikan sebagai penyelamat keadaan, penalaran
praktisnya itu sederhana, kalau masyarakat mau
melihat sesuatu yang selama ini tidak populer
selama ini dianggap, tidak penting,
diremeh-remehkan, sehingga tidak marketable,
tidak layak tayang, tidak layak berita dan lain
sebagainya. Kalau masyarakat mau melihat itu maka
mereka akan selamat, kalau masyarakat hanya
melihat yang populer-populer ini, yang mainstream
ini, itulah sumber bencana mereka.
Sehingga hal ini menyangkut dimensi hidup,
artinya dimensi hidup itu bermacam-macam. Pedoman
orang untuk memilih sesuatu juga macam-macam. Ada
yang bedasarkan baik atau buruk: kalau baik
diambil, kalau buruk dibuang. Atau benar dan
salah: kalau benar dipilih, kalau salah
ditinggalkan. Dan sepengatahuan kita masyarakat
itu di dalam melihat sesuatu pedoman pilihannya
mencari nama, tokoh atau figur yang
diperhitungkan bisa muncul di tv, koran, atau
bisa "membuat berita". Dan pedoman
media itu adalah marketable atau tidak
marketable. Layak pasar atau tidak layak pasar.
Laku atau tidak laku. Meskipun gethuk mambu,
asalkan laku bisa dijual, meskipun jengkol harum,
kalau tidak laku pasti akan tidak dijual.
Kalau dari sudut pendidikan politik, kalau
masyarakat sudah mampu memandang "Satrio
Piningit" atau sesuatu yang tersembunyi,
nilai-nilai yang tersembunyi, maka dia akan
ketemu sama "Satrio Pinilih", artinya
masyarakat itu kalau mau belajar kepada rahasia
hidup, dia akan bisa memilih pemimpin. Dan selama
inikan masyarakat gampang dibodohi, sehingga
tidak ketemu sama "Satrio Pinilih",
karena yang layak jadi pemimpin adalah yang
"Satrio Pinilih" ini.
Kedua hal di atas adalah sesuatu yang bersifat
nilai, dan bukan bersifat norma, jadi satrio
piningit atau pinilih itu bisa seseorang yang
membukakan wacana yang tersembunyi, bisa wacana
itu sendiri, yang penting piningit. Sedangkan
pinilih itu juga relatif, selama ini Megawati
juga pinilih, Gus Dur juga pinilih, semua pinilih
tetapi yang dimaksud "Satrio Pinilih"
dalam pandangan mistik mengenai satrio-satrio
itu, pinilih secara benar-benar.
Maka kalau di dalam maiyah ini sangat sederhana
sekali, "sudahlah ya Allah, sampeyan saja
deh yang milih sendiri, sebab jangankan milih
pemimpin, kami ini memilih makanan saja keliru,
memilih lagu saja salah, apalagi memilih
presiden. Maka kami mohon ya Allah, satu kali ini
saja, agar sampeyan saja yang memilih, selebihnya
biar dilih MPR, biar dipilih rakyat".
**(Jns).
|