DARI JERUK BALI HINGGA
KENDURI CINTA
Posted on
2002/7/9 19:11:11
Kendati di dua tempat, Majene dan Palewali dari
empat tempat digelarnya acara maiyah bersama Cak
Nun dan Kiai Kanjeng diguyur hujan. Namun umat
yang menyemut tampak tidak banyak yang bergeming.
Seperti apa kenduri cinta itu digelar. Berikut
ini catatan liputanya.
Gemuruh desing pesawat Kartika Lines menderit di
landasan pacu Bandara Hasanuddin. Saat itu jam
dipergelangan tangan menunjukan pukul 10.00 wit.
Selang beberapa saat kemudian dari pintu ruangan
diatasnya bertulisan Arrival (kedatangan-red) 22
orang peserta rombongan konvoi kebudayaan dan
kenduri cinta keluar dan menapakan kakinya di
Makassar. Hari itu tanggal 22 April 2002. Tak
pelak senyum girang pun menyelimuti para
pejemput. Betapa tidak, Emha Ainun Nadjib beserta
rombongan Kiai Kanjeng 4 bulan sebelumnya
ditunggu-tunggu kedatangannya oleh masyarakat di
tiga kabupaten di wilayah Mandar (Polmas, Majene,
Mamuju).
Emha Ainun Nadjib atau lebih akrab disapa Cak Nun
akan melakukan lawatan kebudayaan dan kenduri
cinta yang berlabelkan, Maiyah (kebersamaan-red)
dengan seluruh lapisan masyarakat di tiga
kabupaten di Mandar. Menurut Cak Nun, kegiatan
Maiyah dimaksudkan untuk menjawab kondisi bangsa
yang kini tengah tercabik-cabik, sehingga
dibutuhkan sebuah gerakan kebudayaan yang membumi
dan tidak berjarak dengan umat. Mulai dari
petinggi hingga rakyat tingkat akar rumput,
intinya tidak ada jarak dengan siapa saja.
Dan tidak memandang status serta strata manusia.
Kita memintalnya dalam ikatan kebersamaan dan
persaudaraan, ujar Alisyahbana dedengkot
Teater Flamboyant yang juga ikut dalam rombongan
dan kini berdomisili di Jogja.
Kegiatan pengajian maiyah yang dibalut dengan
lantunan tembang yang bernuansa Islami itu
sendiri digelar mulai tanggal 22 April dan
diawali di Pelataran Masjid Raya Al Hurriyah
Tinambung sebuah kota kecamatan kecil di
kabupaten Polmas. Kemudian keeseokan harinya
tanggal 23/4 di Pelataran Parkir Gedung
Assimalewuang Majene. Pada tanggal 24/4 di
Pelataran Pasar Sentral Pekkabata Polewali dan
berakhir di Lapangan Ahmad kirrang Mamuju, 25/4.
Dari pemantauan paqbuana yang turun meliput
kenduri cinta di empat tempat yang dikunjungai
oleh Cak Nun dan rombongann Kiai Kanjeng ini juga
digelar dialog yang lebih difokuskan kepada
kesadaran berbangsa dan bernegara. Mualai dari
pendidikan politik warga, hingga pendidikan
keagamaan. Tak ayal, beberapa lontaran pertanyaan
yang keluar dari mulut para peserta dialog pun
dijawab dengan gamblang oleh Cak Nun yang juga
didampingi oleh Kiai Gus Khoirul pimpinan Ponpes
Al Asyari Bojonegoro. Tampak juga di empat
tempat tersebut umat menyemut menyaksikan gelar
acara maiyah ini.
Sementara itu, Cak Nun dan rombongan yang mampir
istirahat di Pangkep dan sempat menikmati Jeruk
Bali hasil pertanian daerah tersebut, juga sowan
ke rumah Ibu Cammana salah seorang penggiat
kesenian Gender di Mandar. Acara maiyah di empat
tempat ini disinergikan langsung Teater
Flamboyant serta beberapa jaringan kerja
kebudayaan sebagai panitia lokal seperti di
Majene digawangai kelompok Gempar, di Mamuju
diprakasai DPD Golkar Kabupaten Mamuju. Sedangkan
di Polewali oleh Jaringan Kerja Masyrakat
Pekkabata.
Kegiatan ini juga dimaksudkan untuk kembali
mempertegas dan merunut perjalanan Almukarram KH.
Muhammad Tahir Imam Lapeo, (almarhum-red) yang
juga menaburkan shalawatan di tiga kabupaten
ini, ungkap Cak Nun di rumah jabatan Bupati
Mamuju. Jelang pelepasannya kembalike Makassar,
bertolak pulang ke Jawa. (*)
-mustari mula / m syanat tajudd-
|