BERJUMPA DENGAN FIR'AUN
Posted on
2003/3/15 20:12:31
Di Indonesia yang terjadi sekarang budayanya
lisan, apa saja hanya diomongkan tidak pernah
dipraktekkan, budaya paternalistik dan
Tokoisme,..
Pada umumnya orang Mesir ini ramah-ramah,
meskipun kebiasaan suara dan perilakunya keras,
tapi hatinya baik-baik, jujur. Perangai keras
mereka karena banyak mengkonsumsi daging.
Rata-rata orang mesir kalau makan porsi mini
malnya adalah separuh ayam+nasi dan roti mesir.
Pernah ada seorang pedagang dibeli dagangannya,
ketika membayar tidak ada kembalian maka dengan
enak pedagang itu meninggalkan dagangannya tanpa
ditungguin meskipun ada orang yang belum dia
kenal, ketika ditanya kenapa ditinggal, nanti
kalau diambil barangnya sama orang yang baru
dikenal gimana, jawabannya hanya simpel
"Tidak apa-apa,urusannya sama yang
diatas"
Betapa keimanan telah tertanam dalam masyarakat
Mesir ini. Masyarakat Mesir tidak begitu
memperhat ikan penampilan, sehingga mobil barupun
bisa penyok sana sini dan tidak pernah dicuci,
sebetulnya alasannya cukup simple juga karena di
Mesir banyak debu, maka percuma kalau mobil
sering dibersihkan nanti kotor lagi.
Itu tadi cerita sekilas untuk mengawali rangkaian
Maiyah di Mesir 5 Maret 2003 kemarin yang sudah
sampai di Pyramid. Perjalanan ke Pyramid ini
dipandu salah satu staf kebudayaan Mesir yang
ditugaskan untuk mengawal perjalanan, namanya Pak
Hasan. Sampai di Piramid kita dibantu lagi oleh
seorang pemandu perempuan yang akan memandu untuk
melihat piramid sambil menceritakan tentang
sejarah piramid. Tujuan awal di kompleks ini
adalah Piramid yang terbesar dimana didalamnya
ada beberapa ruangan kamar-kamar kecil, tapi
sayang kita tidak bisa masuk karena hari itu pas
piramidanya dikunci dan tidak bisa dibuka karena
sedang ada sedikit perbaikan, begitu pula
piramida yang kedua juga tidak bisa dibuka.
Akhirnya kita menuju piramida ketiga yaitu tempat
cucunya raja dulu berada, piramid ketiga ini
dibuka dan semua bisa masuk untuk melihatnya.
Pada awalnya semua ingin masuk, tetapi banyak
yang balik karena mengira didalam hawanya pengap
tidak ada lobang, padahal tidak seperti itu,
kebetulan penulis berhasil masuk untuk
melihatnya, didalamnya terdiri dari beberapa
bilik yang dulu dipergunakan untuk istirahat cucu
raja. Perjalanan kedalam piramid memang
mengerikan karena posisi tangga dan atap piramid
yang sangat dekat sehingga ketika menuruni tangga
harus selalu menundukkan kepala, maka disarankan
yang punya sakit encok tidak perlu masuk. Tapi
alhamdulillah hampir semua rombongan bisa masuk
dengan aman.
Setelah dari piramid,tidak jauh dari situ
langsung menuju ke Spink, Patung Raja yang
didalamnya juga ada beberapa tembok bekas
bangunan istana Raja. Dari Spink dilanjutkan ke
Museum di Cairo, Museum ini terisi lengkap semua
peninggalan Fir'aun, termasuk mumi Firaun juga
disimpan disitu. Setelah melihat Museum betapa
sejarah peradaban ada di Mesir ini, menurut CN :
"Kita harus 'berterima kasih' sama Fir'aun,
karena kejaha tan dia maka peradaban dunia ini
terbangun dari sini",
Setelah dari Spink, malam harinya dilanjutkan
dengan maiyahan internal dan makan malam di rumah
Bapak Nur Shomat yang selama ini sangat melayani
dan memanjakan kita dengan pelayanannya yang
sangat baik . Acara diawali dengan santap malam
ala Mesir ditambah Bakso yang telah lama ditunggu
oleh teman-teman Kiai Kanjeng, terutama Ananto
yang maniak Bakso.
Selanjutnya acara Maiyah dimulai dan dibuka oleh
Cak Nun dengan mengungkapkan makna Maiyah.
"Dalam bermaiyah kita bersama-sama menemukan
ilmu dan ma'rifat,karena ilmu tanpa ma'rifat akan
menjadi sekuler,begitupun ma'rifat tanpa ilmu
akan menjadi keramat,maka kita perlu berilmu dan
berwasiat." Kata beliau yang kemudian
diteruskan dengan wirid Asrofa salam, Annabi
Ahollu 'alaik, Allah-Allah, Duh Gusti. Ditambah
lagi dengan lagu Engkau Menjelang oleh
Ananto, Lagu Sholatulloh oleh Mbak Via,
Dilanjutkan dengan Do'a oleh Cak Nun tentang
nasib kita dan bangsa kita yang senantiasa
difitnah sambil beliau menangis. Kemu dian diisi
pembacaan puisi oleh Mbak Fatin, dilanjutkan
menyanyi lagu Umi Kulsum yang sebelumnya beliau
bercerita tentang Kisah Khodijah yang berdagang
berkeliling, dimana waktu itu Mesir kotanya
kapitalis, sulit diberi ajaran tentang aqidah
tetapi ketika di Thoif bisa dilakukan da'wah oleh
Nabi besar Muhammad SAW, tapi yang terjadi Beliau
juga dilempari batu,dihina, tapi Beliau terus
melanjutkan perjuangannya, dan waktu itu Beliau
berdo'a " Tuhan aku tidak tahu nasibku,akan
kau lemparkan aku kemana,aku tidak perduli,
asalkan Engkau Ridloi aku ya Allah" Maka
dengan perjuangan yang dilakukan oleh Muhammad,
ketika itu akhirnya Muhammad telah menjadi orang
pilihan. Maka sangat wajar kalau Allah
memerintahkan kita untuk memberi shalawat kepada
Beliau,ketika kita bershalawat satu kali maka
Allah akan bershalawat 5 kali kepada kita. Acara
penutup diisi oleh ustadz Wijayanto yang mengulas
tentang Maiyah dan sejarahnya,yang bermula dari
surat Attaubah. Beliau mengkritisi tentang
kondisi pendidikan di Indonesia. Di IAIN selalu
diajarkan pelajaran tentang Thaharoh, tetapi di
IAIN tidak ada WC yang bisa dipergunakan, ini
tidak ada relevansinya dengan pelajaran yang
telah diajarkan. Maka sudah waktunya dipikirkan
pelajaran itu bersama aplikasinya, pelajaran
hanya dihafalkan tidak akan masuk dalam jiwa.
Sebagaimana contoh tentang Filosofi daun sebagai
obat ketika Nabi Musa mendapat petunjuk,bukan
daunnya yang menjadi obat tetapi perkenan Allah
yang menyembuhkan, begitu juga ketika Musa harus
mengikuti petunjuk Allah untuk lari ke laut
ketika dikejar Fir'aun,kenapa tidak naik ke
gunung,semua itu adalah rahasia kehendak Allah.
Di Indonesia yang terjadi sekarang budayanya
lisan,apa saja hanya diomongkan tidak pernah
dipraktekkan, budaya paternalistik dan Tokoisme,
semua yang dili hat tokohnya siapa bukan bagaina
dan apa yang dilakukan oleh partai atau
golongannya. Budayanya ikut-ikutan, apapun yang
ada di Barat diikuti, kalau tidak takut dibilang
tidak modern.
Lebih lanjut ia juga mengajarkan tentang makna
Cinta. Ia mengatakan bahwa Cinta yang kita fahami
terkadang hanya psikologis, Cinta tidak hanya
mahabbah tetapi juga harus sosiologis. Dan
sosiologis tidak sama dengan psikologis maka
semua sisi harus diperhatikan.
"Mahabbah itu cinta dengan tujuan, sementara
Mawaddah itu "Cinta yang tidak
berpamrih" maka suami istri tidak boleh
hanya mahabbah,tetapi Mawaddah,suami istri tidak
boleh memberi karena pamrih." Ulas beliau di
akhir ceramah yang kemudian acara benar-benar
ditutup dengan syir Hubbu Ahmadin dan dilanjutkan
dengan do'a oleh Cak Fuad. [reportase Roh from
mesir]
|