Emha Ainun Nadjib Mengunjungi Wisma Citra KJRI Jeddah

Posted on 2003/5/27 18:59:04
Budayawan Emha Ainun Nadjib masih seperti dulu, tampilannya sederhana dan bicara ceplas-ceplos apa adanya dalam mengungkap kondisi yang berkembang di sekelilingnya. Namun ucapannya yang ceplas-ceplos dan apa adanya itulah yang justru menjadi daya tarik tersendiri dari sosok pribadinya.
Kamis malam 24 April, Emha Ainun Nadjib yang biasa dipanggil Cak Nun tampil dalam acara sarasehan yang diselenggarakan oleh KJRI Jeddah. Emha yang sebelumnya memberikan ceramah di Riyadh dan Mekkah mendapat sambutan yang cukup meriah dari masyarakat Jeddah. Sarasehan ini berlangsung sejak pukul 20.30 hingga pukul 24.00 malam.
Dalam sarasehan tersebut, Emha yang juga merupakan adik kelas Konjen Tajuddien ketika sama-sama berada di Pesantren Gontor, mengungkapkan bahwa kondisi masyarakat Indonesia di tanah air, kian lama kian memprihatinkan. Setiap malam seluruh saluran TV selalu menampilkan atau mempertontonkan kehidupan yang glamour seperti joget-jogetan dan sinetron yang memamerkan kehidupan mewah. “Tayangan tersebut benar-benar tidak merefleksikan krisis berkepanjangan yang masih melanda negara kita,” kata suami Novia Kolopaking ini.
Selain itu perjudian juga tambah semarak, dari tempat judi yang mewah sampai judi togel kelas jalanan yang kini sudah masuk ke kampung-kampung. Dia juga menjelaskan bagaimana dahsyatnya penyebaran judi ini, hingga dilakukan juga oleh orang-orang desa yang biasa hadir di pengajian.
Kondisi yang seperti itu tentu sangat menyedihkan. Kondisi seperti itu membuat masyarakat Indonesia menjadi lemah dan tidak memiliki jati diri. Akibat masyarakat yang lemah maka bangsa dan negara pun menjadi lemah, dan bangsa yang lemah akan memunculkan suatu negara yang tidak bermartabat. Dan jika suatu negara sudah tidak bermartabat, maka tunggulah saat kehancurannya, karena negara yang seperti ini akan mudah diekslpoitasi dan menjadi incaran negara lain yang lebih kuat. Sebagai contoh Emha mengungkapkan bagaimana kini suatu negara kecil seperti Singapura ternyata sudah dapat menguasai beberapa industri vital di tanah air.
Jika proses dilemahkannya Irak adalah dengan adanya berbagai macam embargo ekonomi dan pelucutuan senjata, mungkin proses dilemahkannya bangsa kita adalah dengan beredarnya judi, tontonan-tontonan yang tidak mendidik seperti film porno dan juga penyalahgunaan narkotika.
Emha mengharapkan bangsa Indonesia dapat melahirkan lagi pemimpin besar seperti zaman kemerdekaan dulu yang dapat meninggikan martabat bangsa. Oleh karena itu bangsa Indonesia harus bisa memiliki jati dirinya sendiri (reidentifikasi), tahu serta sadar kondisi dan keadaannya saat ini (relokasi) dan dapat merumuskan kemana tujuan dari bangsa yang besar ini (reorientasi). Hal itu tidak mustahil dapat terwujud pada tahun 2009 jika pemerintah hasil pemilu 2004 mendatang betul-betul dapat melaksanakan pembangunan dan penataan kembali di segala bidang dengan baik.
Emha yang lahir di Jombang Rabu Legi 27 Mei 1953, pernah belajar di Pondok Pesantren Gontor, mencicipi Fakultas Ekonomi UGM, dan International Writing Program di Universitas Iowa City,AS (1984). Emha kini hidup bahagia dengan sang istri, mantan artis terkenal yang kini mengenakan jilbab dengan rapi, Novia Kolovaking (33 tahun) di Yogyakarta. Pernikahannya dengan Novia di KUA Desa Tamping Mojo, Kecamatan Tembelang, Kabupaten Jombang 22 Maret 1997 telah dikaruniai tiga orang anak, namun anak pertamanya, Aina Nur Pangasih Alfatekhah meninggal saat baru lahir. Novia yang menolak honor sebesar 500 juta rupiah ketika akan melanjutkan sinetron keluarga cemara karena harus melepaskan jilbabnya, kini sibuk mengelola Lembaga Pendidikan Play Group dan Taman Kanak-kanak Islam Terpadu Yayasan Alhamdulillah yang terletak di Dusun Kasihan, Tamantirto, Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Dunia artis yang membesarkan namanya dan penuh dengan kehidupan glamour ditinggalkan. Baginya peran sebagai ibu dan istri yang baik justru melebihi segalanya.(4h4)::Suara Indonesia