MENU ARTIKEL



Personal Photos

Halaman Utama

PELECEHAN SASTRA, PELECEHAN MANUSIA
Emha Ainun Nadjib dalam Dialog Sastra 17.04.2002 UC UGM

Tragedi terbesar yang dialami oleh dunia sastra Indonesia 10-15 tahun terakhir ini adalah bahwa sastra dan para sastrawan tidak mengerti siapa dan apa temannya ser ta siapa dan apa musuhnya. Tidak mengerti arus sejarah yang mana yang melecehkan dan mengikis nilai-nilai sastra.
Peta kesadaran budaya dalam kesusastraan Indonesia terlalu terpaku pada tema penjajahan politik dan kekuasaan Negara atas kehidupan sastra. Tema itu tidak salah dan memang merupakan kenyataan yang sangat memprihatinkan. Tetapi ia bukan yang utama: arus sejarah yang paling memusuhi, melecehkan dan melakukan pemusnahan terhadap dunia sastra sesungguhnya adalah arus industri materialisme dan sekul arisme.

Budaya sastra mencakrawalakan spiritualisme kemanusiaan, sedangkan budaya industri menyebarkan secara massal despiritualisasi dan dehumanisasi.
Budaya sastra mengasah kepekaan terhadap dunia batin dan kelembutan manusia, sementara budaya industri tidak memerlukan manusia -- industri memeras manusia menjadi deretan angka, yang disandera dalam dialektika profesionalisme kapitalistik dan konsumtivisme hedonistik.
Budaya sastra menggali dan memelihara kualitas nilai, sedangkan budaya industri memonopoli mekanisme kehidupan masyarakat di dalam ideologi jumlah atau kuantitas produk dan konsumen.
Budaya sastra menjaga tegaknya kesungguh-sungguhan nilai kehidupan ummat manusia, sementara budaya industri berpendapat bahwa kesungguhan kemanusiaan adalah kontra -produktif dan ia melaksanakan itu dengan efektivitas teknologis yang mengurung ummat manusia sebagai narapidana-narapidana dari hukum pasar.

Budaya sastra membimbing manusia untuk berpikir tentang mutu hidup, sedangkan budaya industri membohongi manusia tentang mutu barang.
Budaya sastra mendidik masyarakat untuk mengembangkan ilmu yang membedakan antara keinginan dengan kebutuhan, sementara budaya industri menjebak masyarakat untuk menganggap keinginannya adalah kebutuhannya.
Budaya sastra menyarankan ma nusia untuk mengendalikan diri, sedangkan budaya industri menggiring manusia untuk melampiaskan nafsu.
Budaya sastra mengabdi kepada kemurnian dan kejujuran, sementara budaya industri menghabiskan biaya untuk lawakan dan kebohongan.

Akan tetapi kesadaran tentang arus yang melecehkan sastra dan kemanusiaan ini belum menjadi wacana dasar pada peta pemikiran sastra Indonesia. Banyak sastrawan yang 'menembak' musuh-musuh yang salah. Mereka bertengkar sendiri dengan tema materialisme dan kuantitas-kuantitas hidup. Sehingga bukan hanya dunia sastra tidak mengerti apa dan siapa musuh yang melecehkannya. Lebih dari itu dunia sastra telah cenderung terkooptasi oleh nilai-nilai budaya industri, berpikir secara materialisme industri, menilai gejala-gejala sastra dan kehidupan teman-teman sastrawannya berdasarkan pola perhitungan industrial sampai tingkat psikiatrik.
Jogja 17 April 2002.