MENU ARTIKEL



Personal Photos

Halaman Utama

ENDI PENDAWA, ENDI KURAWA
Ternyata kita tergolong sengkuni

"PERJANJIAN Hudaibiyah" begitu wacana dari sejarah Muhammad SAW- yakni kesepakatan damai antar pemeluk agama belum lama di-shake handkan, gantian Palu meledak.
Bom. Boom. Booom. Wa maa adrooka mal booom...Coba tanya Pak Kapolsek atau Danramil, apa mereka tahu soal itu. Yang santri coba tanya sama Pak Kiai apa ngerti soal itu. Coba kumpulkan pakar-pakar, apa kata mereka tentang itu. Coba tunjuk satu biji saja provokator, siapa orangnya, bagaimana wajahnya, punya anak berapa.
Kita diingatkan pada dua hal:
pertama,jangan GR dengan tahun 2002. Kedua, skenario kerukunan nasional tetap tidak punya supremasi atas skenario internasional, baik dari pihak yang ofensif maupun yang defensif, pihak yang memaksakan desain tata dunia baru maupun yang menolak ditindas sehingga berpikir tentang tata dunia baru yang lain.
Polisi boleh menangkap siapa pun, dan mungkin orang yang ditangkap dan diperiksa "sekadar" penduduk lokal .Tapi, ini zaman globalisasi. Seseorang yang hidup di ketiak gunung di semak hutan bisajustru menyimpan di benaknya visi internasional. Tidak semua manusia lokal bervisi lokal.
Tetapi, kebanyakan kita memang masih manusia lokal dengan visi lokal -sehingga kebagian tugas bingung melihat macam-macam peristiwa yang bergilir dan tak pernah jelas juntrungannya. Baru saja gembira karena Tommy ditangkap, nanti terdengar suara yang bikin ambyar.

Penangkapan Tommy itu bukan peristiwa hukum, melainkan peristiwa politik. Tommy dirayurayu -"Mas Tommy, kami semua tetap takdzim kepada Bapak (Soeharto) dan hormat kepada Mas Tommy. Nanti semua kita atur bersama minimal untuk public service. Kalau di depan kamera wartawan, Mas Tommy ngalah sedikit pakai kaus tahanan, tapi sesudah mereka pulang kita atur lagi. Nanti di antara empat kesalahan hukum Mas Tommy, kita pilihkan yang paling ringan saja, sehingga kalaupun Mas Tommy masuk penjara, ya sebentar saja, sekadar untuk memuaskan masyarakat. Karena kita tidak bisa mengelak bahwa proses reformasi harus berlangsung, jadi yang penting ada bau-bau reformasi sedikit...'
Suara lain lebih nunjek : Tommy ditangkap dengan tujuan untuk mengganjal laju perjalanan Gus Dur yang akan bikin Presidium Kepemimpinan Nasional.(Skenario-I), didukung oleh CIA, Yahudi dan AS, serta sejumlah konglomerat dan media di Indonesia, sehingga Indonesia akan absen presiden beberapa waktu. Tapi Yesuit Eropa dan Cina akan berada di pihak lain (Skenario-II).
Bisa jadi mereka akan melatarbelakangi penguatan dan pelestarian Megawati, PDIP akan mencapai suara di atas 50 persen pada pemilu mendatang, Golkar diobok-obok supaya warganya nyoblos PDIP -tapi mereka juga dipithing oleh PKB supaya berpihak ke sisi lainnya.

Kalau GusDur menggalang kembali kaum nahdliyyin, masyarakat bawah digabung dengan kalangan aktivis intelektual menengah untuk pancikan rancangannya, maka tommy dipasang sebagai salah satu pengganjal. Kalau Gus Dur batuk, Tommy wahing. Kalau Gus Dur mbengok, Tommy memekik, terutama soal Hotel Borobudur itu.
Entah Tommy akan bagaimana, karena dari sudut Cendana sendiri masalahnya tidak sesederhana itu. Selama ini money laundering (pencucian uang) merupakan metode paling selamat. Uang disingkirkan bukan ke Swiss, melainkan ke kantung-kantung uang kepulauan kecil sekitar Inggris, disebar lagi ke Indonesia dengan atas nama lain, sehingga kalau malam kita memaki-maki Soeharto, kalau siang kita kerja di perusahaan yang kita tak tahu bahwa itu duitnya Pak Harto.
Atau kita shalat khusyu, pergi umroh, menyumbang panti asuhan anak yatim, sambil di kantor jadi anak buahnya bos yang berada dalam pelaku skenario penghancuran harga diri Indonesia.
Maka, dalam pertarungan Skenario-I vs Skenario-II memasuki tahun 2002 ini, bisa saja Cendana mendukung yang pertama. Alhasil, Pendawa dan Kurawa dalam perpolitikan modern ini bisa bergeser-geser konstelasinya. Pertama, bisajadi Pendawa itu mengKurawa, atau Kurawa berposisi Pendawa. Kedua, Sengkuni malah berperan seperti Nakula-Sedewa, Arjuna malah menjalankan fungsi Sengkuni: K etiga, Bisma dan Widura menghilang. Keempat, Anda dan sayaadalah Gareng Petruk Bagong Togog mBilung yang kethap-kethip mulut ndlahom gak eruh lor gak eruh kidul...
Kemudian, atas dasar kemBilung-an itu, kita membenci orang, mencegatnya di jalan, menyerbu kampungnya. Dalam Skenario maupun II kita rakyat kecil hanya bisa menjadi buntut. Buntut tak pernah bisa mengenal kepalanya Visi kita visi buntut. Tawur kita tawur buntut. Dendam kita dendam buntut. Bahkan, seringkali teriakan AllahuAkbar kita adalah teriakan pemahaman buntut.
Tetapi, pada dasarnya, pasal paling utama penjajahan globalisasi bukanlah perampokan ekonomi dan penguasaan politik, melainkan kontaminasi cara berpikir dan penghancuran kebudayaan. Kita mungkin bangga dengan pekerjaan kita sehari-hari dan merasa kita adalah pejuang. Karena, dengan ketiadaan visi mengenai cara berpikir dan wacana penghancuran kebudayaan -sesungguhnya yang kita lakukan adalah memproses penghancuran mental, harga diri, dan moral masyarakat.
Jadi; reformasi adalah melihat kembali cara berpikir kita dalam memandang dan menilai segala sesuatu di luar. Kalau tidak mau, ya ndak apa-apa. Fantadhiris-sa'ah. Mungkin kita akan menemukan ternyata kita tergolong Sengkuni, dan memang tidak ada Sengkuni ngaku Sengkuni. (Emha Ainun Nadjib)