MENU ARTIKEL



Personal Photos

Halaman Utama

Tanah yang Dijanjikan

Masuk Februari masuk regenerasi TNI, Jenderal-jenderal sepuh pensiun, yang dibawahnya mekar naik kepanggung. Jamari, Jaja, Endri, Ryam, atau siapapun akan menjadi bahan obrolan. Meskipun peta analisis politik negeri kita sering menyebut peran politik TNI pada hardware- nya. Terserahlah. Kita boleh berdebat tentang matinya Abdullah Syafiie, kerusuhan Purwakarta, seberapa pendek nanti hukuman Tommy atau bahkan dia bebas, harga BBM naik, atau apa saja.
Media massa membawa dari penggalan peristiwa ke penggalan berikutnya. Bersama kaum nyamuk pers kita adalah gerombolan pemain-pemain sepak bola yang berlari bersama-sama grubyak-grubyuk mengikuti kemana saja bola berlari.
Begitu bola tiba disudut lapangan, kita semua sudah lupa pada tempat dan arah bola sebelumnya.. Sejarah bagaikan hamparan pasir yang tercecer-cecer, satu butiran tidak menempel pada satu butiran yang lain. Peradaban adalah multi- splits soul, jiwa yang terpecah - pecah. Kebudayaan adalah festifal straight news, parade berita-berita instan.
Bukan hanya kwa-peristiwa, tapi juga kwa-nilai. Tadi siang kita salah, sorenya kita benar -diantara keduanya tidak ada persambungan nilai dan kesadaran yang konsisten. Otak kita tercecer-cecer didalam d iri sendiri. Sholat kita tidak ada persambungannya dengan korupsi kita, haji kita disconnected dengan tawuran kita.
Setiap peristiwa kita pergunjingkan tanpa pernah ada kesimpulan, setiap kasus kita perdebatkan tanpa pernah mengalami penuntasan. Salah satu ongkos sejarahnya bahwa kemudian kita tidak percaya satu sama lain, saling curiga, dan memendam kebencian diantara sesama.
Akan tetapi, dibawah, diatas, atau dibalik semua kejadian yang kita ketahui hanya secara sangat samar-samar itu, sesungguhnya ada kesamaan yang sangat pasti. Sebut saja, misalnya, lima hal.
Pertama, ada proses pemandulan tokoh-tokoh sipil. Dengan cara yang sangat tidak kentara, mereka dibikin, didorong, dan dikondisikan untuk selalu tampak bertengkar satu sama lain. Tidak dewasa, ambi sius, selalu sibuk oleh kepentingan pribadi dan golongan. Karena itu kita sekarang sudah sampai pada kondisi delegitimasi total atau eksistansi dan integritas mereka. Khalayak ramai yang memiliki kecerdasan berkesimpulan bahwa Indonesia sudah tidak memiliki negarawan, krisis pemimpin sejati, miskin kearifan, dan mlarat kematangan.
Kedua, pemecahbelahan parpol-parpol.
Ketiga, dalam peta yang lebih luas, dilakukan destruksi-destruksi terbatas.
Keempat, arah menuju minimal pembonekaan megawati dan maksimal penggulingan samar terhadapnya.
Kelima, secara sangat terjaga iramanya, diselenggarakan proses akumulasi perilaku anarkisme, perilaku sosial, disinformasi dalam penyebaran opini, serta penghampaan wacana tentang kenegaraan, kebangsaan, dan masa depannya.
Semua itu prasyarat-prasyarat yang harus dipenuhi untuk menuju suatu keperluan berikutnya yang sangat jelas bagi setiap manusia yang bisa berpikir: yakni penyelenggaraan otoritarianisme. Penguasaan total atas seluruh keadaan yang serba kacau itu tanpa bisa dielakkan para penghuni sejarah bangsa kita, bahkan bisa jadi akan dirasakan sebagai suatu jalan penyelamatan.
Sesungguhnya dibalik itu semua terdapat tema "Tanah Yang Dijanjikan".
Orang kerdil hidup dalam sepenggal waktu dan beberapa jam kemudian mati, lantas hidup kembali kesadarannya khusus untuk mengurusi penggalan berikutnya. Orang cerdas menyentuhkan dirinya pada masa silam dan masa depan. Orang piawai merunut dan menganalisis kausalitas dan dialektika sejarah secara lebih detail.
Orang Indonesia bertengkar pada suatu siang tentang suatu masalah, sambil sudah lupa tentang pagi tadi, kemudian nanti sore berjoget bersama tanpa ada hubungannya dengan siang sebelumnya. Padahal, pada dasarnya, Anda harus menghitung hubungan diantara setiap butir beras Anda pagi ini serta kisah Nabi Ibrahim dengan kedua anaknya, Ismail dan Ishaq.
Kemudian, Anda menemukan alqaumul mukhtarun, the chosen community ; suatu kelompok bangsa yang merasa dirinya dipilh oleh Allah untuk menguasai dunia. Karena dipilih, konon disediakan the promised land, tanah yang dijanjikan. Selama dua abad yang didesain sebagai tanah janji oleh Palestina. Maka, awal skenario peradaban modern adalah proses de-Muhammadisasi:"benua"Islam rahmatan lil'alamin diproses kembali menjadi kepingan-kepingan kerajaan suku -Arab Saudi, Kuwait, Qatar, Uni Emirat, Yordan, Syiria, Yaman, dst. Kembali ke jaman sebelum kenal ajaran Muhammad. Secara wacana, Islam yang universal-mondial-kosmis diubah menjadi berceritakan ajaran eklusif, lokal, kerdil.
Hegemoni the chosen community disempurnakan dengan glasnost dan perestroika: jangan ada matahari kembar, jangan ada dua superpower, satu saja. Yang kompak-kompak didesintegrasikan, maka kemudian ukhuwah Yugoslavia warisan Tito, temannya BungKarno, dipretheli.
Nah, memasuki abad ke-21, tanah yang dijanjikan itu adalah Negara Kesatuan Republik Indonesia Raya. Tanah nan subur paling kaya raya sebumi, hamil beribu tambang, antikrisis, dan bocoran sorga. Disitulah panggung besar dimana pada momentum-momentum kecil diselenggarakan pem andulan tokoh-tokoh sipil, pemecahbelahan parpol, diletuskan destruksi, dan anarkisme tanpa ujung......
Indonesia adalah Jawa, nama suku terbesar dibumi yang berperadaban termasuk paling tua. Jawa adalah Jawa Tengah. Jawa Tengah adalah Mataram baru Bantul Wonosari, Kedu, lereng lembah Gunung Slamet, Sumbing, Sinduro... .saksikanlah apa yang sedang menelusup dan akan berdiri ditanah-tanah itu. Adapun kecamuk elit politik hanyalah riak-riak....
Sambil mengurusi klub-klub dan pesantren, kita menjadi tangan panjang the chosen community. Yang lain demo hiruk-pikuk atau bersaing jabatan di birokrasi dan perusahaan, peternakan, atau pertanian baru -dalam rangka memproses penjajahan panjang atas diri kita sendiri.
Kita adalah bangsa yang tidak mengerti siapa kita, tidak paham sedang berada dimana, tidak tahu kemana akan pergi, tidak mampu membedakan mana ancaman mana kemaslahatan, mana iman mana kufur, mana benar mana salah, mana madu mana racun. Prestasi langgeng kita adalah memelihara kebencian satu sama lain, tawur soal sepele, bangga dengan industri udel dan pupu, berjoget sampai habis, bersenang-senang, bikin gebyar-gebyar, dulinan, main-main... .nanti kalau kecapekan lantas sambat:"Kok krisis terus?" Kalau stroke mulai sholat. Kalau terancam hukum, naik haji. (emha ainun nadjib, jawapos )