Dikepruk Linggis
Ada
orang mati biasa, ada yang mati tidak biasa. Ada
penjahat yang mati terhormat di ditakziyahi
ribuan orang, ada kekasih Allah yang mati
kecelakaan dan disebut kuwalat oleh banyak orang.
Seorang Ibu Negara Indonesia, yang rezim suaminya
dikutuk orang sampai sekarang sebagai biang dari
apapun saja derita yang dialami orang sampai hari
ini, meskipun presidennya sudah berganti dua kali
-- meninggal dengan kemewahan, jisimnya
diantarkan ke kuburan oleh ratusan ribu orang.
Sementara kekasih Allah yang paling utama,
makhluk pertama yang diciptakan Allah dalam
bentuk cahaya kemudian kelak
direwksistensialisasikan sebagai manusia, namanya
Muhammad SAW - dikuburkan hanya oleh lima (5)
orang di tengah malam yang sangat sunyi. Ratusan
sahabatnya sibuk rapat di 'KPU' memperebutkan
siapa yang akan jadi Khalifah, sementara beliau
dikuburkan hanya oleh istri, anak, menantu dan
dua keluarganya yang lain. Itupun satu dua jam
kemudian terjadi penggrebegan atas rumah
menantunya - yang dempet dengan rumahnya - untuk
memaksa sang menantu menandatangani pengangkatan
Khalifah pertama sesudah memalui berbagai sidang
'MPR', yang terdiri atas golongan Muhajirin dan
Anshor, termasuk sub-subnya baik yang Alwian
maupun Matorian, juga kepingan-kepingannya baik
yang di Partai Persatuan, Partai Demokrasi,
Partai Bulan dan lain-lain.
Bagi hamba-hamba Allah yang berguru kepada
Muhammad, yang menemukan bahwa ia adalah madinatul
'ilmu atau kota ilmu, dan menantunya adalah
'pintu ilmu' - tatkala mengenang acara penguburan
yang menggetirkan hati itu, terngiang-ngiang dua
pernyataan Muhammad. Pertama, tatkala naza'
menjelang ajal, Muhammad menyebut-nyebut "Ummatiii,
ummatiii, ummatiiii....". Ia hidup
tidak untuk dirinya sendiri, tidak untuk
kemegahan eksistensinya atau apapun cultural
luxury lainnya. Sehingga dulu, kapan saja ia
dihina orang, diludahi, dilempar batu, ia berkata
: "Tidak apa-apa engkau memperhinakanku,
melupakanku, bahkan membunuhku, asalkan engkau
bersedia menerima kebenaran yang diamanatkan oleh
Tuhan melalui aku..."
Dan di hadapan jenazah siapapun, salah satu doa
dan harapan saya dan teman-teman adalah semoga
roh almarhum atau almarhumah tidak hanya diambil
oleh Malaikat petugasnya, tetapi juga dijemput
langsung oleh ruh Muha mmad SAW - yang sangat
cinta dan sayang kepada orang-orang kecil,
orang-orang lemah, yang dilupakan dan dibikin
ketlingsut oleh berbagai jenis informasi.
***
Salah satu
'kebahagiaan' hidup saya adalah diberi kesempatan
oleh Allah untuk ikut mengantarkan dan menemani
hambaNya melakukan perjalanan monumental dari
alam jasmani ke alam rohani. Dari kehidupan yang
sebenarnya bukan kehidupan karena dipenuhi oleh
kesementaraan, ketidak-hakikian, kepalsuan dan
ketidak-abadian - sampai-sampai orang Jawa
menyebutnya 'mampir ngombe' - menuju
kehidupan yang sebenar-benarnya kehidupan, karena
hakiki, abadi, sungguh-sungguh, fundamental dan
esensial.
Tampaknya puncak karier saya adalah semacam
Mudin. Orang baru ingat saya kalau terancam
kematian - baik kematian jisim maup un jenis
kematian lainnya, misalnya kematian kekuasaan,
kematian eksistensi ataupun kematian ekonomi.
Itupun biasanya saya diingat dengan maksud untuk
dilupakan.
Saya ditelpon dan mendadak terbang dari Jogja ke
Jakarta, langsung rumah sakit, memegangi tangan
si sakit, memandunya syahadat dan sabar tawakkal,
setengah jam kemudian meninggal. Lantas ribut
semua keluarganya, urusan simpang siur, sampai
tatkala meninggalkan kamar rumah sakit - saya
ketlingsut sendiri di pojokan tanpa seorangpun
ingat ada saya, apalagi berpamitan. Untung
kata-kata Muhammad di atas sudah menjadi permanent
archive file di sel-sel otak saya.
Hari itu di Jakarta sehari ketiga rumah sakit
untuk peristiwa yang sama, meskipun kejadian yang
di rumah sakit agak murah agak lebih sopan
dibanding yang di rumah sakit elit. Ada lagi di
rumah sakit lain yang pasiennya sudah meninggal
secara fisik namun tinggal jantungnya yang masih
'mbuntut cecek'. Setelah selesai berdoa dan Allah
memanggilnya, si Ibu almarhum menghampiri saya
dan berkata : "Be rapa sangunya Pak?"
***
Yang indah yang
saya ingat waktu menulis ini ada tiga almarhum.
Seorang petinju koma satu setengah hari. Kita
temani hati Bapaknya yang juga pelatihnya, Ibu
dan semua keluarganya. Kita bikin mereka gembira
dan bangga pada anaknya. Ke mudian kita temani
detik-detik terakhir naza' - dan begitu
nyawa melayang, sang Bapak berpidato keras-keras:
"Lihat saudara-saudara! Pandanglah betapa
gantengnya wajah pahlawan saya! Lihat betapa
gagahnya! Ia bersedia mati untuk jihad bagi
penghidupan keluarganya!".
Yang keindahannya sangat dahsyat adalah seorang
suami yang kepalanya dikepruk linggis oleh
istrinya sendiri. Jatuh terkapar. Salah satu
ujung linggis ditancapkan ke salah satu mata
suaminya. .
Tapi selama di rumah sakit, kecuali keadaan
kepala dan wajahnya, sang suami tetap hangat
badannya, gagah dan lancar nafasnya. Bisakah
engkau bayangkan bagaimana perasaan dan kondisi
kejiwaan dua orang anaknya yang masih SMP? Yang
tidak hanya berduka, tapi juga malu karena
Bapaknya mati oleh tangan Ibunya sendiri? Kalau
kedua anak itu ambyuk di pangkuanmu, apa yang
engkau lakukan dan katakan kepada mereka?
Alhamdulillah begitu berjalan beriring-iringan ke
makan, kepala mereka tegak, juga semua
keluarganya, wajah-wajah mereka penuh kegagahan
dan kebanggaan. Karena kedua orangtuanya
insyaallah masuk sorga. Sang istri stress berat
sejak bertahun-tahun sehingga bebas dari hisab
Allah, suaminya menemani dengan penuh kasih
sayang dan kesetiaan, sebagaimana ia menyayangi
puluhan kanak-kanak di kampungnya serta siapa pun
saja tetangga - tetangganya. Ia menolak istrinya dibelok.
Tapi kemudian kecolongan linggis itu...
Kemudian yang ketiga. Seorang istri yang di dalam
dirinya menyimpan ganjalan sangat berat karena
menyangkut nilai-nilai mendasar yang sudah
tertanam sejak kanak-kanaknya. Ia introvert,
semua itu dipendamnya sendiri. Sampai
mempengaruhi hormon-hormonnya, metabolismenya,
menciptakan ganjalan dan pemadatan-pemadatan sel
tertentu - yang mungkin saja dari situ asal usul
kankernya.
Kemudian tatkala datang seseorang yang
membisikinya "Bagaimana kalau nikah Ibu dan
Bapak diperbaharui" - ia menangis total dan
muntah-muntah seakan-akan membuang segala
ganjalan hidupnya selama ini. "Memang itu
yang menjadi isi batin saya selama
bertahun-tahun. Kalau suami saya menolak pemb
aruan nikah, malam ini juga saya minta
cerai..."
Fisiknya yang sudah habis dan sangat lemah
kemudian menjadi agak membaik sesudah pelepasan
itu. Tapi itulah candel light fenomenon
: kalau nyala lilin membenderang, beberapa saat
kemudian ia akan padam. Namun yang disebut padam
itu adalah bahwa Allah sudah ridha atas niatnya
dan menerimanya dalam keadaan husnul
khatimah.******
|