285 JA'FAR
Skenario
ketoprak internasional yang lakonnya adalah
terorisme di Indonesia sudah ditulis naskahnya
sejak lama. Bahkan sebelum kasus WTC pun
wacananya sudah dipersiapkan untuk 'membimbing'
pemahaman mastarakat Indonesia.
Kalau Anda punya waktu untuk iseng-iseng memakai
kejelian khusus untuk memperhatikannya, maka
setiap informasi yang sampai kepada Anda
sebenarnya sudah mengandung tahap-tahap cuci-otak
untuk perketoprakan itu.
Tapi berhubung sekarang kita lebih suka dangdut,
maka syiar ketoprak kurang kita perhatikan.
Akhirnya Anda mencak-mencak ketika Ustadz Ja'far
Umar Thalib ditangkap. Padahal seandainya beliau
ini bisa, hari ini akan pidato di Tabligh Akbar
di Solo bersama Habib Rizziq dan Ustadz Abubakar
Ba'asyir.
Ketiga beliau itu memang termasuk "ayam
Bangkok" di antara 285 'ayam' yang
dipersembahkan untuk 'disembelih' berdasarkan
pesanan Pak Pemasok Hutang. Jangan-jangan Anda
termasuk dalam deretan 'ayam-ayam' agunan itu.
Undang-undang subversif juga sudah dipersiapkan
untuk menjaring ayam-ayam alias yang diayamkan.
Tinggal Anda berpikir akan mendukung komposisi
TNI-PDIP atau TNI-Golkar untuk kepemimpinan tiga
tahun lagi. Mana yang lebih kondusif untuk
mengantisipasi skenario ketoprak karya superpower
itu. Terserah Anda apakah masih memerlukan
nasionalisme atau tidak -- sebab ini bukan
terutama masalah Islam dan non-Islam. Bukan
masalah Islam Radikal atau Islam Liberal atau
Islam Sensual.
Ini adalah soal hegemoni pasar. Intervensi niaga
buana.
***
Skenario ketoprak itu tentu saja urusan high
politics. Dan jangankan high politic,
sedangkan substansi politik -saja pun
tidak mungkin ditransparasikan.
Kalau saya sebagai seorang Bapak butuh hubungan
baik dan butuh hutang kepada seorang Juragan
kayaraya yang punya preman-preman nggegirisi,
lantas sang Juragan ini minta salah seorang
perawan anak saya untuk dijadikan gundik supaya
saya dihutangi duit - maka akan saya kasih
perawan saya itu dan tidak akan saya beritahukan
kepada kakak-kakak atau adik-adiknya bahkan juga
tidak kepada ibunya - apa yang sesungguhnya
terjadi.
Substansi politik bukanlah apa yang Anda dengar
dari bibir politisi, bukan yang Anda baca di
headline koran-koran. Kenyataan yang sesungguhnya
adalah apa yang tidak diungkapkan. Jadi jangan
menunggu Megawati atau Hamzah Haz atau Pangab
atau Menteri Luar Negeri menjelaskan kepada Anda
apa sebenarnya masalah di balik penangkapan
Ustadz Ja'far dan mungkin kalau tega ya 285
Ja'far lainnya.
Bahkan di jajaran militerpun tidak mungkin ada
briefing transparan yang memuat konteks kebenaran
peristiwa politik yang sebenarnya. Maka jangan
kaget kalau para Kasi Intel di kepolisian atau
militer, bahkan Pak Dandim Pak Kapolres -
sekarang ini sibuk melotot ke mana-mana untuk
mewaspadai teroris-teroris.
Jangan jengkel kalau Anda bikin pengajian
dibilang menyebarkan paham terorisme, hanya
karena Anda mengutip "amar makruf nahi
munkar". Jangan sebel kalau Anda
ngumpul merapatkan jagung dan kedelai lantas
diawasi intel karena dianggap sedang menghimpun
teroris. Hati-hati kalau mau adu jago, main dadu
atau teplek - jangan bergerombol - bisa-bisa
yel-yel Anda waktu memberi semangat kepada ayam
jago Anda dipahami sebagai menyebarkan atmosfir
terorisme. Kalau perlu waktu shalat Jum'at,
bersihkan segala indikasi yang membuat Pak Polisi
dan Pak Tentara memaha minya sebagai gejala
terorisme.
Para aparat tidak benar-benar mengerti apa yang
sesungguhnya terjadi. Maka sering-seringlah
mengobrol dengan mereka, suguhi kopi hangat,
kasih rokok dan ajak wiridan bareng supaya
bahagia sampai ke anak cucunya.
***
Kalau ust adz Ja'far disebut teroris oleh Amerika
Serikat umpamanya, tidak boleh mengherankan Anda.
Apa Anda berharap Willian Bush dan Allbright
memberi gelar Ustadz Ja'far sebagai mujahid fi
sabilillah, anshorullah, atau shohibul
mustadl'afin. Anda ini lucu. Kalau begitu Anda
saja yang jadi Amerika.
Bahkan kalau Anda menjadi pengurus negara ini,
saya pastikan Anda juga akan sukar mempertahankan
keadilan berpikir dan obyektivitas pandangan
terhadap setiap orang yang berjenggot dan
berjubah. Meskipun Anda jendral, Anda lebih
tenteram menerima tamu orang pakai baju batik
daripada yang pakai serban.
Sebab Negara Anda sedang berada dalam penjajahan
yang jauh lebih dahsyat disbanding penjajahan
Kumpeni dulu. Anda pasti tetap punya rasa
nasionalisme dan semangat juang membela bangsa -
tapi pasti Anda kebingungan akan memulai dari
mana dan siapa teman yang mau berjuang dengan
Anda. Maka lebih baik ikut menjadi sandera saja -
toh hidup pribadi dan golongan Anda lebih enak
begitu.
Tidak bisa dibayangkan Suharto, Habibi, Gus Dur
atau Megawati berpidato : "Saudara-saudara
sebangsa dan setanah air! Mari kita coba hidup
mandiri, melepaskan segala ketergantungan dari
kekuatan-kekuatan asing. Tanah air kita ini kaya
raya dan subur makmur. Kalau kita meningkatkan
daya eksplorasi atas alam kita, maka dengan
sedikit puasa beberapa tahun, insyaallah akhirnya
nanti kita akan menjadi negara merdeka dan tidak
tergantung kepada siapapun..."
Bagaimana mau pidato begitu, lha wong justru
karena Indonesia subur kayaraya ini maka sangat
mendapat ancaman dari luar untuk bisa mandiri...
***
Tulisan ini bukan membela Islam, karena kalau
Islam masih perlu saya bela maka saya tidak
percaya kepada Islam. Kalau Islam masih butuh
bantuan saya, mending Islam saja yang memeluk
saya dan bukan saya yang memeluk Islam. Islam
tidak butuh apa-apa dari saya, karena Islam bisa
menembus jantung dan merasuki kalbu Amerika dan
Eropa. Amerika mengakui itu sehingga berusaha
menjauhkan dirinya dari Islam dan menjauhkan
Ummat Islam dari Islam.
Tapi Islam tidak akan bergeming dan tidak rugi
apa-apa dengan semua kejadian yang menyakitkan
ini. Islam tidak butuh manusia, manusialah yang
butuh Islam.
Saya juga tidak membela Ustadz Ja'far. Bukan
karena saya banyak tidak sependapat dan tidak
memilih sikap yang sama dengan beliau. Saya tidak
membela Ustadz Ja'far karena apa yang dialami
beliau sekarang ini menyempurnakan derajatnya di
hadapan Allah. Bahkan jikapun beliau mati
nantinya dalam penekanan atas beliau ini, maka
Allah yang bilang beliau sesungguhnya tidak
mati.\line Ustadz Ja'far sendirilah yang tahu
persis apakah apa yang saya kemukakan itu berlaku
untuk dirinya atau tidak, sebab kita tidak bisa
menilai kedalaman kalbu dan niat beliau.***
|