MENU ARTIKEL



Personal Photos

Halaman Utama

CAPRES KESEMBILAN

Posted on 2002/7/17 14:06:48
Ketika Indonesia sedang awal-awal dibangun, para sesepuh harus menentukan apakah Indonesia akan dijadikan negara nasionalis atau negara Islam. Dari sekitar 80 orang negarawan, kebanyakan memilih alternatif yang pertama, dan jauh di bawah 20 orang yang memilih negara Islam – terutama karena ketika itu tidak ada contoh soal tentang negara Islam yang sejahtera.
Itu kita ungkapkan bukan untuk kita sesali, kita syukuri atau kita revisi. Kaum Muslimin hendaknya bersikap optimis karena toh ada adagium “Kalau NU dan Muhammadiyah bersatu dan memimpin, maka Indonesia akan aman sentosa makmur sejahtera”.
Katakalah itu sebuah pintu esensi, pintu hakekat, bahwa ada saat dalam sejarah di mana Islam bisa saja tidak usah ditonjolkan secara eksplisit, asalkan prinsip-prinsip kemanusiaan universal Islam, asalkan kedewasaan konsep pluralisme Islam dan asalkan habitat akhlaknya diterapkan.
Tidak harus Indonesia memodifikasikan diri menjadi negara Islam dengan menerapkan syariat Islam – toh kepemimpinan Indonesia mau tidak mau akan dipegang oleh bilhikmah wal-mauidhotil hasanah-nya pemimpin-pemimpin Islam.
Lupakanlah bahwa sesudah lebih setengah abad merdeka hidup kita makin tak berketentuan, makin susah, makin miskin, makin brutal, makin potensial untuk bermusuhan, makin mempertentangkan kepentingan pribadi dan golongan. Lupakan. Di depan pintu gerbang kepemimpinan Republik Indonesia berdiri berbaris tokoh-tokoh Muslim yang siap untuk menerapkan rahmatan lil’alamin di tanah Nusantara.
Pak Amin Rais akan digoyang sebagai Ketua MPR? Berpikirlah positif: itu jalan lempang beliau untuk bisa maju menjadi Presiden, dan beliau sudah dan sedang melakukan segala yang diperlukan untuk itu. Teman-teman Muhammadiyah, PAN dan para simpatisan, gembirakanlah wajahmu. Pemimpinmu siap menyejahterakan seluruh rakyat Indonesia.
PKB pecah menjadi Batutulis dan Kuningan? Kaum Nahdhiyyin hendaklah menenteramkan hatinya. Kelak suara ummat keduanya akan bisa dieffektifkan – kalau tidak untuk Gus Dur, ya untuk Mathori Abdul Jalil. Dulu saya pernah mengira-ira delapan capres kita, dan hari ini mari kita tambahkan nama Mathori Abdul Jalil.
Baik Kuningan maupun Batutulis tetaplah NU. Bahkan Gus Dur dan Mathori bukan potret satu-satunya dari Kaum Nahdhiyyin. Sangat banyak tokoh muda mereka. Gembirakanlah wajahmu: para pemimpinmu, baik yang tampak maupun yang belum muncul, siap menyejahterakan seluruh rakyat Indonesia. Bahkan bagi warga Nahdhiyyin Jawa Timur, bisa jadi Bapak-Bapak Ibu-Ibu Mas-Mas dan Mbak-Mbak akan punya gubernur muda ganteng berkumis yang sekarang sedang malang melintang mengislamkan Jakarta.
Lebih-lebih lagi pak Hasyim Muzadi dan Pak Syafii Maarif bertekad dan bekerja keras untuk mempersatukan NU dan Muhammadiah. Itu semua demi masa depan kepemimpinan Indonesia yang sekarang masih terpuruk ini. Sampai-sampai saking terharunya saya ikut menyumbangkan kalimat: “NU yang mencapai puncak kerohaniannya adalah Muhammadiyah. Dan Muhammadiyah yang khusyuk memuncaki tarikatnya adalah NU”.
Tokoh-tokoh politik NU dan Muhammadiyah dalam waktu yang lama tampak seakan-akan berseberangan dan bermusuhan satu sama lain. Itu tidak benar sama sekali. Itu adalah metoda untuk melatih ummat berdemokrasi. Jika saatnya sudah tiba, jika bedug sudah ditabuh: percayalah mereka akan bersatu. Tidak hanya bersatu di antara keduanya, melainkan juga bersatu dengan kepentingan seluruh rakyat Indonesia.
Percayalah Indonesia tak akan pernah kekurangan pemimpin. Sangat banyak yang siap, dari berbagai golongan, yang tua, yang mulai udzur, juga lebih banyak lagi yang muda-muda. Saatnya nanti akan tiba seluruh rakyat Indonesia akan berbulan madu dalam kesejahteraan dan kebahagiaan bersama: lir ilir tandure wus sumilir, tak ijo royo-royo, tak senggo temanten anyar. Banyaknya parpol menjelang pemilu yad, menunjukkan banyaknya calon-calon pemimpin. Semua rakyat Indonesia hendaklah tenteram hatinya.*****