MENU ARTIKEL



Personal Photos

Halaman Utama

AUSTRANESIA

Posted on 2002/10/10 19:47:42
“Saya ada bayangan tentang suatu masa depan yg baik buat kedua negara kita, Indonesia dan Australia” tulisnya, “ kalau misalnya kedua negara kita bisa menjadi teman dekat seperti saudara. Kedua negara kita bisa menjadi semacam World Power for Peace. Sebenarnya rakyat kedua negara kita adalah manusia yang peace-loving tetapi karena pemerintah negara dan pikiran kita dipermainkan dan dikontrol oleh kegilaan-kegilaan ekonomisme - pokoknya orang kaya yang dengan cara-cara kejam mengkontrol dunia kita -- terutama orang kaya di Amerika - mereka berusaha supaya Australia dan Indonesia tidak jadi teman dekat. Saya memperhatikan hal ini pada waktu ada keputusan oleh Aust untuk memimpin Pasukan PBB untuk masuk ke Timtim pada waktu habis referendum. Sebenarnya waktu itu Australia minta tolong dari Amerika - Amerika tolak dan tidak mau ikut, dan mendorong Australia supaya jadi memimpin group PBB itu. Dengan hal itu Amerika sudah mengerti mereka bisa membuat situasi antara Australia dan Indonesia menjadi tidak ramah dan panas.”
Ini bunyi surat seorang teman Australia - yang namanya sementara belum boleh saya sebut -- sesudah dengan banyak teman di berbagai tempat di Australia saya ajak omong tentang Austranesia. Jadi sesungguhnya ini bukan tulisan saya.
Memang, selama di Sydney, Canberra dan Melbourne dalam berbagai acara, daripada saya repot-repot menjawab soal perpolitikan Indonesia, kacaunya hukum, pelaksanaan HAM, dekarakterisasi kebudayaan, apa maunya TNI, budaya ‘amuk’ - atau pertanyaan - pertanyaan lain yang bikin pusing semacam itu - akhirnya saya pilih melakukan kampanye kecil-kecilan tentang Austranesia. Kelak saya ingin siap menjadi orang Indonesia tatkala berhadapan dengan siapa saja, tapi yang disebut ‘Indonesia’ lebih bermakna ‘politik Indonesia’ dan bukan ‘manusia Indonesia’. Jadi saya belajar menghadirkan diri sebagai ‘hanya’ manusia.
Terserah apa hubungan antara pengangkatan pejabat-pejabat elite pertahanan Indonesia dengan kepentingan Amerika Serikat dan Australia. Terserah apa transaksi-transaksi kepentingan antara pemerintah RI dengan pemerintah Australia. Terserah apa citra Indonesia sekarang di mata pemerintah, pers dan rakyat Australia. Terserah apa ada regional-design Australia-Indonesia yang ditata berdasarkan amanat adikuasa kepada pemerintahan Howard. Atau ada kebencian, sikap merendahkan atau rasisme atas manusia Indonesia. Terserah tangan kekuasaan internasional akan memformat bagaimana hubungan G to G Australia Indonesia, P to P, G to P dan P to G antar kedua negara itu. Monggo kerso. Yang saya nyanyikan adalah hubungan kebudayaan dan kemesraan kemanusiaan antara rakyat Indonesia dengan rakyat Australia. Itu yang saya sebut Austranesia.
Di sejumlah forum iseng-iseng saya ungkapkan isi hati: “Kalau memang bagi Australia Indonesia cq. Ummat Islam itu fasis, liar, fundamentalis, radikalis ngamukan atau apapun - kenapa tidak segera diinisiatifi mengirim militer ke sana to civilizing them, dan pasti akan didukung oleh Pentagon dan pasukan PBB. Jadikan Indonesia bagian dari Australia, didiklah kami agar menjadi masyarakat beradab dan paham demokrasi. Bukankah kabarnya Pangab Australia sendiri, Jenderal Peter Cosgrove yang mantan KSAD, sangat berambisi untuk memprioritaskan pembaharuan persenjataannya. Untuk itu AD Australia harus terus ditingkatkan kapabilitasnya dengan secara total memperbaharui semua persenjataannya.
Pesanan Persenjataan baru AD Australia yang akan segera datang adalah : Pada Agustus 2002 diharapkan tiba 22 Tiger armed reconnaissance helicopters dari Eurocopter. Sudah
dipesan 350 M113 armoured personal carrier dari Tenix. General motors juga sedang mengerjakan pesanan 144 light armour vehicles. Jumlah personal AD Australia sendiri akan ditingkatkan sampai dengan total jumlah 25 ribu prajurit. Para prajurit tersebut, perorangannya akan dilengkapi dengan perlengkapan militer seharga A $ 135 ribu. Pasukan khusus mereka, SAS, mempunyai ketrampilan tinggi untuk "manoevrist approach' baik untuk perang konvensional ataupun perang gerilya...Untuk perang melawan siapa itu? Sementara subsidi untuk studi Asia katanya dipotong?
Tetapi saya punya pendapat: silahkan pemerintah Australia mengafiliasikan politiknya ke Washington, tetapi akan rugi sejarah kalau dalam kebudayaanpun mereka berkiblat ke Amerika: sampai kapanpun kebudayaan Australia akan menjadi ekornya Hollywood dan McDonald. Tetapi kalau kebudayaan Australia membuka dialektika, pergumulan dan kemesraan dengan masyarakat Asia, maka dalam beberapa puluh tahun pencapaian kebudayaan Australia akan memiliki keunikan yang tidak bisa disamai oleh Amerika atau Eropa. Ini yang saya sebut multikulturalisme Austranesia.
Australia dan Indonesia sudah menjadi tetangga dan saudara dekat. Dari jaman dulu ada hubungan antara orang Aborigin dengan orang Indonesia. Hubungan ini termasuk trade, tukar pikiran dan perkawinan/campur keluarga. Sebenarnya sampai sekarang bisa tetap jalan tapi di batasi oleh hukum imigrasi. Pada waktu orang Inggris menjajah Australia dan membuat negara ini bernama Australia, mereka berusaha supaya orang putih memiliki Australia dan membuat batasan supaya orang lain negara tidak gampang masuk ke Australia.

Teman Australia itu menulis: “Tapi sejak Gough Whitlam jadi Perdana Menteri 1975 hukum dan peraturan imigrasi sudah mulai berubah, jadi sekarang ada juga orang dari Asia dan Afrika masuk menjadi WNA lewat program imigrasi dan multiculturalism. Tetapi kenyataan paling kini adalah pemerintah Australia terlalu mementingkan hubungan dengan negara jauh2 seperti Inggeris, Amerika dan Eropa. Mereka seperti buta sebab tidak memperhatikan atau mengerti bahwa kenyataannya Australia terletak di tengah-tengah dan di kelilingi oleh Kawasan Asia Pasifik. Dalam hal ini Partai Labour (Partai Kim Beazley) lebih mengerti dari pada Partai Liberal (John Howard).

Kenyataan Australia berada dalam berberapa level, misalnya level politik, yg di jalankan oleh para politisi atau pemerintah Australia serta media Australia. Kemudian level penduduk/rakyat/kemanusiaan Australia. Selain itu tentu saja ada juga ada level-level bisnis : big business dan small business. Kadang-kadang terjadi level politik tidak sesuai dengan prinsip atau perasaan penduduknya dan pokoknya penduduk Australia juga berbuat hubungan dengan penduduk Indonesia yang tidak ada hubungan dan tidak dipengaruhi oleh pemerintahnya. Satu contoh, pada saat Indonesia sedang berjuang untuk kemerdekaan juga ada bantuan dari Persatuan Buruh Australia - bahkan buruh yg bekerja di pelabuahan Australia tidak mau membantu kapal Belanda yg mau menjajah Indonesia lagi.”

“Pada pendapat saya”, ia melanjutkan, “kebanyakan orang Australia menganggap para politisi Australia buruk, bodoh dan kurang jujur dari pada harapan kita. Sepengetahuan saya kebanyakan orang Australia sudah kecewa dan sinis pada para politisinya. Mereka menganggap semua sama saja dan tidak bisa di percayai. Banyak orang Australia yang memutuskan supaya tidak ikut pemilu.

Mungkin harus diteliti dengan seksama, tetapi setahu saya paling banyak orang Australia mengunjungi Indonesia dari pada negara lain. Sangat mungkin Indonesia terima paling banyak turisnya dari Australia daripada negara yang lain. Perasaan antara rakyat Australia dan Indonesia yang bertemu di Indonesia atau Australia kebanyakan baik dan lancar. Sebaiknya didata juga berkembangnya hubungan keluarga Austalia-Indonesia, yang tinggal di kedua negara. Banyak orang Indonesia sudah menetap di Australia. Banyak orang Australia yang punya perasaan dekat dan memiliki semacam hubungan emosional dan spiritual dengan Indonesia, atau punya keluarga di Indonesia yang terus-terusan di kunjungi. Banyak juga orang Australia yang mensponsori pendidikan anak-anak di Indonesia. Pun pula banyak orang Australia yang mendedikasikan hidupnya kepada Indonesia - seperti dosen Universitas, guru Bahasa Indonesia, yayasan-yayasan Australia-Indonesia, mencintai gamelan, belajar kebudayaan dll.”
Ia kemudian bercerita tentang -- “seorang Ibu di Byron Bay yang punya problem sebab anaknya Saul di tangkap di Irian Jaya, tepatnya di Timika dekat Mine Amerika punya. Pada saat itu kita memperhatikan pasti ada beberapa orang Amerika yang banyak mendapatkan uang besar dari Indonesia - dari Mine itu saja bisa bilyunan dolar - apalagi perusahaan yang lain lagi- kalau kita tahu siapa itu yang dapat uang dari Mine itu - kita bisa tahu - siapa itu yang mengkontrol Amerika.
Mengapa saya anggap pemerintah Australia goblog - sebab mereka merasa itu kakaknya di Amerika adalah temannya - mereka tidak tahu mereka di Tim-Tim di korbankan dan di gunakan lagi oleh Amerika. Atau mungkin juga Howard memikirkan - biar saya di gunakan pokoknya kalau hubungan dengan Indonesia buruk - tidak apa-apa pokoknya saya pasti menang lagi pada pemilu.
Terus terang saya tidak mengerti - apa motivasinya Howard - apakah dia betul-betul goblog atau dia memang orang yang takut pada Indonesia atau dia di bayar banyak uang - saya tidak tahu. Dia adalah politisi - dan saya merasa pasti motivasinya agak buruk - tapi saya sebagai orang rakyat Australia yang setuju PBB masuk ke Timtim - hanya ada maksud kedamaian.
Dasarnya - Amerika dan Soeharto sudah berteman dekat sejak 1965 - pasti masih sampai saat sekarang. Amerika mendapatkan kesempatan bikin Mine di Irian itu dari Soeharto dan Amerika membayar pemerintah Indonesia percen yang kecil (berapa persen untuk Soeharto sendiri) - di Tim Tim Soeharto juga punya banyak investasi jadi pada waktu tentara Indonesia di bawah Wiranto bikin gerakan militia untuk memaksa orang Timtim memilih Indonesia pada waktu referendum - itu juga diketahui dan diatur sama Amerika dan Soeharto.”
Ah, tapi sahabat Australia itu hanya orang kecil rakyat biasa sebagaimana saya. Ini agenda yang sangat tidak penting bagi habitat politik. Ini hanya cinta kemanusiaan, meskipun manusia selalu tenggelam oleh negara.*****