MENU ARTIKEL



Personal Photos

Halaman Utama

Dimona Micro Nuclear

Posted on 2002/11/16 11:55:56
Dimona Micro Nuclear atau sebut saja Nuklir Mikro Dimona nama bom yang menggemparkan itu. Menurut sejumlah teman-teman di Legian kepada saya, semula yang diledakkan adalah gedung sebelah kanan depan seberang jalan dari Sari Club. Tidak terlalu dahsyat. Tapi cukup untuk membuat semua orang pada keluar ke jalanan Legian itu. Dan ketika ratusan orang sudah keluar, termasuk deretan kendaraan-kendaraan yang terkena macet di situ – terdengar semacam desis dan sesuatu dilemparkan, entah missile entah semacam rudal kecil.
Entah ia berasal dari atas dan ditembakkan, atau semacam tertanam di tanah, sesaat kemudian terjadilah ledakan sangat dahsyat. Bunyi ledakan terdengar sampai radius 30 mil. Semua masyarakat Denpasar yang mendadak sontak keluar rumah menyaksikan jamur asap raksasa di atas pinggiran kota itu.

Jamur Api Raksasa Meledakkan Peradaban
Bom itu bukan hanya meledakan Legian Denpasar, bukan sekedar meledakkan pemerintah dan negara Republik Indonesia, tidak hanya meledakkan peradaban modern ummat manusia. Bom itu bukan hanya menimbulkan jenis kerusakan fisik yang spesifik, di mana bangunan-bangunan yang ratusan meter letaknya dari puat ledakan pun mengalami ambrol atau prothol. Bom itu bukan hanya memiliki daya destruksi dalam percepatan yang hitungan perseratus sekon, sehingga ada seseorang yang dua jarinya masih menggenggam sebatang rokok namun kepalanya telah hilang.
Bom itu bukan hanya menghasilkan eskalasi kerusakan yang bertingkat-tingkat berdasarkan skala jarak dari pusat ledakannya. Di lingkar pertama sekitar sepuluh meter tak ada benda yang kemudian masih bisa diidentifikasi kecuali menjadi abu. Radius di luarnya menunjukkan jenis yang tidak biasa dari keterbakaran daging dan kulit. Radius lebih jauh lagi Anda menyaksikan daging darah dan ludesan tulang yang menempel di dinding-dinding, seolah-olah cat timbul yang digoreskan oleh tangan seorang pelukis.

“Pembomnya Sungguh Baik Hati….”
Lebih dari itu munculan jamur api raksasa yang menunjukkan bahwa ia nuklir tidak diikuti oleh tanda-tanda radiasi sebagaimana lazimnya aktivitas nuklir. Para ahli, apalagi sekedar mahasiswa Teknik Nuklir, belum pernah menemukan buku pelajaran tentang nuklir tanpa radiasi. Anda mungkin nyeletuk: “Lucu. Kalau memang mau membunuh orang, kenapa repot-repot menghilangkan radiasi. Apakah pembombnya adalah orang yang baik hati, yang kalau mau menusuk orang dengan pedang, dihilangkan dulu Fe2SO4 dari permukaan pedang, agar yang bersangkutan meninggal tapi tidak keracunan. Jadi pembomnya sungguh baik hati….”
Padahal katanya jamur api itu bisa jadi terdiri atas 99,78% plutonium 239 sebagaimana yang terukur lewat Lembaga Fasilitas Nuklir di Negev Desert. Bom yang diledakkan dengan remooth control berdiameter lebih kecil dari 6 inchi menghasilkan kebakaran amat dahsyat yang secara ilmiah diukur sebesar “300.000 derajat centigrade”. Hanya dalam waktu sekitar seperlima sekon segala benda di situ diubah menjadi berpemandangan yang semua pihak mengatakan belum pernah disaksikan orang yang semacam itu sebelumnya.

Coba Uji Kemampuan Bom Amrozi
Seandainya saya seorang ahli fisika, ekspert kimia atau nuklir, tentu saya punya kemampuan ilmiah untuk menjelaskan kepada Anda secara lebih rinci dan ilmiah hal-hal teknis mengenai bom: apa saja bahannya, hakekat-hakekat alami maupun ramuan teknologis bahan-bahan itu, kenapa punya daya ledak, bagaimana metoda memandunya menuju ledakan, seberapa dahsyat daya ledaknya, berapa ribu jenis bom dan apa saja namanya – serta segala sisi faktual lain mengenai apa yang disebut bom.
Tapi tidak. Tidak. Saya bukan pakar. Saya seratus persen awam tentang itu. Anda mungkin sedikit banyak tahu tentang teknologi bom, tapi saya tidak tahu.
Anda mungkin punya pengetahuan dan pengalaman setingkat Amrozi, tapi kalau Amrozi dan Anda diuji di suatu tempat yang aman untuk merakit bom dan meledakkannya. Kalau Anda berdua membuktikan sanggup menghasilan ledakan sedahsyat di Legian dan dengan sifat hasil ledakan yang sama, maka Anda bisa dipercaya orang sebagai pelaku pemboman Legian. Tapi kalau upaya Anda berdua paling jauh hanya menghasilkan seperseratus dibanding kedahsyatan seperti yang terjadi di Legian, Bali, bahkan mungkin lebih remeh dari itu, seluruh dunia akan tertawa pada kekonyolan Anda berdua.

Harus 3-4 Konteiner dari Pindad
Saya berada di lokasi ledakan itu dan melakukan shalat malam dua malam berturut-turut, melihat seluruh sisinya, dan tidak bisa membayangkan bahwa kehancuran fisik semacam itu bisa dilaksanakan jika tidak terkait dengan akses ke negara-negara ampuh seperti Israel atau Amerika Serikat, atau paling kurang Inggris, Perancis, Rusia atau RRC.
Ahli fisika kimia nuklir tentu mengerti bahwa bahan yang dibikin oleh Pindad Malang atau sejumlah material yang ditemukan di tempat Amrozi, baru masuk akal untuk bisa menghasilkan kedahsyatan seperti di Legian -- kalau benda-benda itu sebanyak 3-4 konteinier – itupun hasil kerusakannya berbeda, karakter ledakannya berbeda, gambar asapnya berbeda, peta kehancurannya berbeda, cara ludesnya badan manusia dan barang berbeda, jenis terbakarnya kulit berbeda, juga tanpa “juglangan” besar seperti yang ada di Legian itu.

Makrifat Amrozi
Oleh karena itu kalau Amrozi mengaku dan dipandang oleh mata seluruh bumi dan langit sebagai pelaku pengeboman di Bali, bagi pandangan keawaman saya: itu adalah ilmu makrifat yang sangat tinggi.
Mungkin Amrozi berpengalaman sebagai tentara Mujahidin di Afganistan bersama Osamah bin Laden. Sebelumnya bisa jadi pernah sekolah intelegen di Amerika dan sekolah terorisme di Italia. Diam-diam bukan tak mungkin ia pernah studi di Harvard University dan kenal dekat sama Samuell Huntington, sehingga tahu persis hutan rimba perpolitikan dunia dan terorisme internasional. Siapa tahu Amrozi juga pernah jadi anak angkatnya Muammar Khaddafy, lama menjadi anggota Hamas, bahkan mempelajari semua wacana Ikhwanul Muslimun. Sungguh makrifat.
Dan jangan sekali-sekali menanyakan kepada saya tentang makrifat, karena syariat saya saja masih kepontal-pontal – sehingga sejauh apapun saya bisa mengemukakan tentang ini semua, tak lebih dari common sense. Seluruh yang tertulis di sini tidak punya kredibilitas atau keabsahan untuk dijadikan wacana ilmiah atau hukum. Saya rakyat biasa dan Anda juga, tetapi justru karena kita rakyat biasa maka kita juga memerlukan bahan-bahan atau sekurang-kurangnya analisis-analisis untuk menenangkan hati tentang sesuatu hal. Kalau Negara, pelaku hukum, kepolisian, media massa, memberitakan sesuatu yang tidak membuat rakyat yakin pada kebenarannya, maka rakyat memiliki hak untuk membangun kebenarannya sendiri.

Sinso, Bensin campur Rinso
Apalagi saya bukanlah orang yang bertempat tinggal secara formal di wilayah-wilayah politik, sedangkan belum pernah ada bom diledakkan tidak karena dan oleh tangan politik. Mungkin Anda pernah mangkel sama orang lantas melemparkan Molotov atau Sinso (bensin campur rinso) ke atap rumahnya – tetapi orang menyebut itu mercon. Kemangkelan Anda itupun sesungguhnya adalah sebuah peristiwa politik dalam skala antara Anda dengan orang itu.
Tentu saja sebagai warga suatu negara otomatis kita berada dalam bingkai politik, dan kita sendiri adalah pelaku politik. Tentu juga setiap bidang, dari ekonomi sampai olahraga -- ada habitat politiknya dan juga bisa terkait dengan bidang politik. Yang saya maksud bukan itu, melainkan bahwa saya bukan aktivis dunia politik praktis, dan juga bukan pengamat politik atau analis atau pakar politik.
Artinya saya tidak termasuk orang politik. Yang kalau ada nyamuk berdengung ia bisa menakar bunyi dengungan itu secara politik. Bisa memperkirakan nyamuk jenis apa yang berdengung, bisa menganalisa kenapa yang berdengung nyamuk yang itu dan bukan yang ini. Mampu menghitung apa sebabnya dengung itu dibunyikan pada malam hari dan tidak sore tadi. Sanggup menteorikan sampai berapa lama dengung itu terdengar. Sanggup juga mengukur yang berdengung itu nyamuk dari golongan apa, aksesnya ke mana saja, punya omset dana politik berapa, siapa operator di balik dengung itu, untuk kepentingan apa dengung itu diperdengarkan, dan seterusnya dan seterusnya.

Satu Dunia dalam Kasih
Politisi dan analis politik bisa mencari dan menemukan keterkaitan bom Bali dengan berbagai macam konteks politik. Bisa dihubungkan misalnya dengan konsep One World in Peace, satu dunia dalam kasih. Dengan the Choosen Community, ummat terpilih, yang diberi hak oleh Tuhan untuk memimpin alias menguasai dunia, sehingga diperlukan penetrasi, kolonialisasi, imperialisasi dan hegemoni kalau bisa ke seluruh negara-negara di muka bumi – tentu saja tidak lagi secara kasar dan eksplisit seperti di abad-abad silam – demi kepemimpinan dunia yang diperintahkan oleh Tuhan menurut yang bersangkutan.
Itu juga berarti perekonomian seluruh dunia harus berada di kendali tangan sang pemimpin. Tambang-tambang emas harus didatangi dan dirampok secara halus dan penuh siasat sambil memaksakan ukuran-ukuran managemen dan administrasinya. Kilang-kilang minyak dicaplok dengan berbagai macam cara, misalnya dengan lagak seakan-akan ingin melindungi negara minyak, atau bikin perkara besar-besaran agar psikopolitik internasional mengizinkan penyerbuan sang pemimpin ke negara yang diincar sejak semula.
Semua pos kekayaan di muka bumi dipetakan, dirapatkan dan dilakukan secara bertahap penaklukan-penaklukan yang canggih, melalui pembentukan opini di media-media, sampai dialektika politik di balik wajah setiap pemerintahan, kalau perlu sampai langkah-langkah militer yang seluruh otak di dunia dipaksa membenarkan alasan-alasan yang dikemukakan oleh sang pemimpin.

Politik dan Garong
Salah satu cara menguasai suatu negara adalah dengan menciptakan isyu bahwa di negara itu banyak garong. Penduduk senegara itu habis waktunya untuk berdebat ada garong atau tidak. Istilah garong ini sangat relatif sehingga tidak mungkin ada suatu masyarakat yang berani merasa bahwa di dalam lingkungannya tidak ada garong. Kemudian kalau negara yang bersangkutan tetap saja tidak mau mengakui bahwa di negaranya ada garong, maka Pak Jogoboyo bisa dibayar untuk menciptakan keributan sehingga dunia akan menyimpulkan bahwa di negara itu memang ada garong.
Kalau masih ngeyel tidak mau mengakui juga, maka sang pemimpin dengan gampang akan mengirim garong ke negara itu. Garong yang benar-benar garang, sehingga mau tak mau negara itu akan mengakui bahwa di dalam dirinya ada garong. Itupun garong yang didatangkan tidak harus orang dari negara sang pemimpin. Bahkan bisa juga sang pemimpin sendiri tak usah berinisiatif untuk mengirim garong. Sebab banyak anak-anak buah sang pemimpin, termasuk yang berada dalam negara yang dituduh ada garong – yang dengan rela hati menciptakan garong itu, demi persembahan kepada sang pemimpin.
Apalagi di negara yang dituduh ada garong itu terdapat banyak kelompok-kelompok yang beradu kepentingan. Yang untuk mewujudkan kepentingannya itu sangat diperlukan dukungan dari sang pemimpin. Jadi untuk muncul garong-garong, sangat banyak jalannya.

Andai Pelakunya Amerika
Seandainya saya seorang wartawan, tentu saya akan berusaha untuk tidak gampang terseret oleh nyanyian-nyanyian garong. Fungsi wartawan yang primer bukanlah penjual berita, melainkan patriot kebenaran, pahlawan obyektivitas, prajurit kejujuran, pendekar kecerdasan – sehingga tidak setiap yang masuk telinga langsung dikeluarkan lewat mulut. Harus lewat otak yang jernih dulu serta melalui hati yang tulus.
Kalau narasumber sangat mengarahkan opini bahwa yang melakukan pemboman di Bali adalah Amerika Serikat sendiri, otak saya akan bertanya: Apakah pada hari-hari berikut sesudah pemboman AS melakukan tekanan-tekanan kepada pemerintah Indonesia sepadan kadar tekanan itu dengan dahsyatnya bom yang diledakkan? Bukankah seharusnya dengan bom nuklir mikro yang tan kinoyo ngopo itu Amerika punya peluang menyeluruh untuk bikin Indonesia merangkak-rangkak di depan kakinya?

Sudah saatnya Indonesia di-kremus?
Atau apakah memang sudah tiba babak skenarionya untuk meludeskan Indonesia Raya? Apa tidak menunggu usainya Irak, Iran atau Lybia? Memang sejak tahun 1986 drama itu sudah dimulai, tetapi apakah pemerintah Republik ini sedemikian kokoh dan berkarakternya sehingga diperlukan bom sedahsyat itu untuk memaksanya menuruti kehendak Amerika? Apakah pemimpin-pemimpin Indonesia ini sedemikian patriotisnya? Sedemikian kukuh memegang prinsip nasionalismenya?
Apakah tim politik Amerika Serikat cukup bodoh untuk tidak tahu bahwa pemimpin Indonesia tidaklah memimpin Indonesia dan melindungi rakyatnya? Bahwa nasionalisme sudah hampir kikis sama sekali digantikan oleh kepentingan golongan, egoisme kekuasaan, kerakusan ekonomi dan kekerdilan jiwa?

Menyakiti Sahabat Setia
Juga, jika Amerika Serikat yang menginisiatifi pemboman di Bali, apakah lambat atau cepat akan tidak terjadi pergolakan di kalangan rakyat Australia? Pemerintah Negara benua selatan ini demikian cinta dan setia kepada Amerika Serikat, gondelan bajunya terus dan bersedia mewakilinya untuk merebut Timor Timur dari Indonesia. Sedemikian tegakah hati Amerika Serikat untuk melenyapkan nyawa ratusan warga negara yang begitu loyal kepadanya? Juga apakah itu bukan pengkhianatan yang kelak akan membikin rakyat Aussie marah? Ataukah rakyat Australia dikempongi, dibikin tidak mengerti apa yang sesungguhnya terjadi?
Ada yang mengatakan bahwa beberapa hari sebelum pemboman Bali sudah ada pemberitahuan rahasia dari Deplu AS kepada pemerintah sejumlah negara, dan ini membuat seorang menteri Taiwan dipecat karena membuka rahasia. Kalau ini benar, kenapa logika opininya tidak berkembang? – Saya sebagai (seandainya) wartawan tidak punya bahan apapun untuk mengambil kesimpulan kemudian menonjolkan kecenderungan opini ini dalam politik pemberitaan.

Jauhkan Dunia dari Islam
Benarkah Agenda Norrenberg sedang digulirkan di tanah air? Benarkan Perang Salib benar sudah dijalankan? Orang bilang masyarakat elite pemimpin dunia sangat percaya dan meyakini kehebatan nilai-nilai Islam. Hal itu membuat mereka gelisah, sebab kalau Islam berlaku maka tak akan ada super-power, tak ada hegemoni atas tetangga-tetangga, dunia jadi adil dan samarata, penuh tasammuh dan prinsip multi-kultural. Tidak enak yang begini ini bagi orang-orang kuat. Orang kuat butuh orang lemah. Sementara Islam menganjurkan sama kuat atau sama lemah.
Maka harus dilakukan dua hal. Pertama, menghindarkan masyarakat dunia dari kemungkinan untuk mengetahui nilai-nilai Islam secara benar. Ini diselenggarakan melalui jurnal-jurnal ilmu, politik buku-buku, ketimpangan pemberitaan di media massa, serta segala perangkat apapun yang mungkin dipakai. Pokoknya Islam harus digambar buruk, kejam, bodoh, terbelakang, kampungan…..meskipun tiba-tiba dianggap canggih dituduh mampu menghancurkan WTC dengan pesawat yang pilotnya lebih canggih dari pilot F-16! – Alhasil apa pentingnya saja. Kadang disebut bodoh, untuk kepentingan lain disebut pandai. Sekali disebut terbelakang, untuk kepentingan berikutnya Islam disebut sangat canggih kemampuan teknologisnya.

Jauhkan Kaum Muslimin dari Islam
Kedua, menjauhkan Ummat Islam dari nilai-nilai Islam. Apapun saja caranya, ditempuh, yang penting makin banyak orang Islam menjadi luntur kepercayaannya kepada Islam. Bisa lewat pemikiran Islam baru yang corong dan lembaganya dibiayai besar-besaran. Bisa lewat guyuran produksi kebudayaan yang membuat orang Islam tak sempat akrab dengan Tuhannya. Bisa dengan pura-pura masuk Islam agar menjadi Mujtahid dan melontarkan gagasan-gagasan keislaman yang membuat orang Islam ragu-ragu terhadap Islam. Atau dengan cara pakai jilbab tapi melakukan perbuatan-perbuatan yang menghina Islam, dst.
Benarkan ini? Apakah sebagai (seandainya) wartawan saya selalu yakin tahu dan mengerti benar tentang apa yang saya dengar dari narasumber dan yang kemudian tanpa rasa salah langsung saya beritakan di koran saya? Ada seribu versi info dari intelejen dan ada berjuta-juta versi berita dari warung-warung kopi.
Sesungguhnya tidaklah saya benar-benar yakin pada apa yang seakan-akan saya ketahui. Jadi, sebaiknya karier utama hidup saya adalah baik-baik sama Tuhan dan baik-baik sama manusia, dari skala yang paling kecil, terserah sampai sebesar apa. Seandainya benar Amerika Serikat seperti yang diomong-omongkan itu, saya harus berdoa: “Ya Allah sayangilah saudaraku Amerika, kasihanilah tetanggaku Amerika. Berilah ia kesejahteraan ekonomi agar tidak lagi melirik beras tetangga. Anugerahilah ia ketulusan hati agar rela untuk berdiri bersama dan duduk bersama seluruh penduduk dunia”.

Kalau Gitu Jangan Berani-berani sama Orang Islam
Kalau yang ngebom Legian adalah orang Islam, kelemahannya ada lima.
Pertama, kelompok Islam mana yang justru punya akses ke lembaga nuklir AS dan Israel. Kedua, kalau memang sanggup melakukan pengeboman sedahsyat itu kenapa memilih Bali, kenapa tidak minimal Singapura, atau Inggris atau Peransis, atau sekalian Amerika Serikat lagi. Ketiga, kalau sasaran Bali atas pertimbangan akhlaq dengan memandang Bali sebagai tempat makshiat, kenapa bukan Las Vegas atau Hongkong atau Macao? Keempat, kelompok Islam itu tidak akan mau menyusahkan Kaum Muslimin di Indonesia dengan mengebom Bali. Kelima, dunia Barat sendiri yang mengatakan selama ini bahwa Ummat Islam adalah masyarakat yang terbelakang, bodoh, miskin dan kampungan: bagaimana mungkin ia mampu menghancurkan WTC dan Legian dengan senjata kelas super-power.
Dan kemudian kita dikasih tahu oleh Polri dan media massa bahwa Amrozi punya kecanggihan setingkat petugas Mossad, FBI atau CIA. Lamongan memiliki kapasitas intelegen dan militer setingkat Pentagon. Toko bahan kimia kios kecil yang kelihatannya remeh ternyata tidak kalah kapasitasnya dengan markas KGB. Itu baru Lamongan, belum Bojonegoro, belum Blitar, Kediri, Jombang, Jember, Pasuruan, Probolinggo. Itu baru Jawa Timur, belum Jateng, Jabar, Sulsel dan wilayah-wilayah lain Indonesia. Itu baru Amrozi, belum Amghozi, Amgoni dan Amsori.
Kalau begitu wahai dunia, wahai Amerika Inggris Israel Australia dan siapa saja: jangan berani-berani sama Islam! Cukup satu dua orang dari Lamongan saja ampuhnya kayak gitu. Bagaimana kalau Anda harus menghadapi pasukan-pasukan dari Ponorogo, Madiun dan Ngawi yang warok-warok?

At-Taubah dan WTC
Bukankah peristiwa Legian tepat setahun sebulan sehari sesudah kejadian WTC? Kalau saya ingin menjelekkan nama orang Islam maka saya merampok dan meninggalkan peci dan serban di lokasi rampokan, sehingga orang berkesimpulan yang merampok adalah orang Islam. Pemboman Bali dilakukan indikatif ke WTC untuk menjebak penyidik atas kesamaan pelakunya. Kalau yang ngebom WTC orang Islam, maka kalau ia juga ngebom Bali, tentu akan menghindarkan indikisi apapun antara keduanya.
Bahkan seandainya yang menghancurkan WTC adalah orang Islam, tentu bukan karena mereka baca surat At Taubah dulu. Juz ke 11, surah ke 9, jumlah kata-katanya 2001. Pada ayat ke 109 (banyaknya tingkat WTC) Allah memberi pilihan tentang mana yang baik: apakah gedung yang didirikan di atas jalan taqwa, ataukah gedung yang didirikan di sisi jurang yang memperosokkan, yang akan dihancurkan oleh Allah dan masuk neraka bersama penghuninya? Jurufin Harin, Juruf Har…jalan di salah satu sisi gedung WTC adalah Jerf Harr…
Atau mungkin orang Amerika waktu akan membangun gedung itu membaca dulu surat At Taubah. Tingginya 109 sesuai dengan ayat 109 yang bicara tentang gedung. Juga dicari tempat yang nama jalannya mirip Jurufin Harin. Kemudian berdoa semoga gedung itu diruntuhkan pada tgl 11 September 2001….

Wama adrokama alQaeda?
Bagaimana kita membuktikan bahwa yang menghancurkan WTC dan bukanlah AlQaeda? Dan yang membom Legian bukanlah kelompok Islam?
AlQaeda. Ma adroka malQaeda…? Saya tidak punya data tentang organisasi itu, markasnya di mana, ketuanya siapa, anggota jaringannya siapa saja, omset kekayaannya berapa, kegiatannya apa dan di mana saja. Yang saya pernah dengar AlQaeda itu julukan dari Amerika Serikat kepada tentara Mujahidin Afganistan termasuk Osamah yang dilatih oleh pasukan khusus AS melawan Uni Sovyet, tapi usai perang mereka tidak mau bergabung dalam rancangan-rancangan AS.
Ketika Spanyol menjajah pulau-pulau Luzon dll yang sekarang disebut Filipina, ada masyarakat daerah selatan di kepulauan Mindanao yang tidak mau taat kepada Spanyol. Oleh Spanyol mereka dikutuk: “Moro!”. Artinya: “Bajingan!”. Maka sekarang orang Mindanao malah menyebut dirinya Bangsa Moro, dan merasa sejak dulu memang Filipina itu tidak ada. Demikian jugalah AlQaeda.
Maka Anda perlu menolong kita semua untuk memberi data-data tentang AlQaeda secara rinci.

Kalau begitu siapa yang nge-bom Bali?
Ketiga, saya bukan petugas hukum, bukan polisi, bukan pengacara dan bukan pengamat masalah-masalah hukum. Jadi tidak ada yang bisa diharapkan dari saya.
Mungkin drug-war, perang obat bius. Mungkin mangkel pada Australia yang sok pahlawan di Timor Timur sehingga kenikmatan proyek Timtim terhenti. Mungkin persembahan kepada AS. Mungkin warning kepada pemerintah Indonesia sekarang dan yang akan datang, sekaligus menata kekuasaan tahap berikutnya. Mungkin mesin bisnisnya di Bali dirusak lawan mainnya. Mungkin karena reformasi ini sok pintar padahal lebih korup dibanding Orba. Mungkin karena Bali selama ini disebut milik internasional sehingga tidak akan tersentuh bahaya. Mungkin persaingan antar institusi keamanan negara. Mungkin Polri cukup tahu siapa sebenarnya pelakunya, tapi mereka tidak berkutik selain menuruti scenario yang dipandu mulai KTP yang sengaja dicecerkan. Mungkin…mungkin…mungkin. Apa yang pasti di Indonesia?
Silahkan Anda menelusuri sendiri, atau mungkin seumur hidup kita rakyat kecil tidak pernah sungguh-sungguh tahu apa yang dilakukan oleh elite pemerintahan negara. Tidak pernah benar-benar tahu siapa yang melakukan apa. Juga sebaiknya Anda konsentrasi pada akhlaqul karimah di skala kehidupan Anda masing-masing. Anda jangan gampang dirayu, jangan gamoh dibakar semangat jihad Anda oleh orang yang sebenarnya hendak menjerumuskan Anda. Didatangi rumah Anda, dipuji-puji semangat Islam Anda. Anda diajak berjihad, dikasih macam-macam hal sapai Anda berhutang budi, senang dikasih biaya, dan bangga disuruh menyimpan sejumlah mesiu, senjata dan alat-alat ledak ala kadarnya. Anda merasa Anda orang hebat, kemudian tiba-tiba ada ledakan – dan Anda yang kemudian menjadi lakonnya.

Salamun ‘ala Nuhin fil’alamin
Cak Nun