Kesombongan, Derita dan Calo
Emha Ainun Nadjib

Posted on 2003/4/11 22:04:23
Mungkin baik kita usulkan agar ada barang 100 ribu pasukan koalisi ditempatkan di Indonesia, untuk tindakan preventif agar jangan sampai lahir Saddam Husein di negara kita. AS Inggris jangan hanya berpikir kuratif, tapi sebaiknya preventif juga.
Kita di Indonesia sepenuh hati menyaksikan apa yang terjadi di Irak. Acara perampokan minyak itu telah dilaksanakan dengan sempurna, meskipun belum diperbolehkan untuk disebut selesai.
Segala yang paling hina dari yang pernah dikenal oleh peradaban tentang kemanusiaan, segala yang paling rendah dari moralitas, segala yang paling kerdil dari kebudayaan, segala yang paling goblok dari kepandaian, segala yang paling memalukan dari kecanggihan, serta segala yang paling konyol dari kepribadian makhluk hidup – telah dipertunjukkan dengan transparan ke mata seluruh penduduk dunia, bahkan ke wilayah pandang seluruh penghuni bumi dan langit.

Prosesi acara perampokan itu dipentaskan dengan sangat indah. Penuh hiasan kata, pemaknaan, kontekstualisasi dan assosiasi, yang membuat perampokan itu sering dilupakan orang bahwa itu adalah perampokan. Diorasikan kalimat-kalimat indah mengenai penumbangan diktator dan penegakan demokratisasi, tentang membebaskan dan menggembirakan rakyat Irak – sehingga seluruh pertunjukan itu memiliki nilai estetika ultra-modern namun adiluhung.
Apalagi dihiasi dengan kilatan-kilatan cahaya ratusan rudal dan ribuan bom di malam hari yang begitu menggetarkan jiwa. Diperindah oleh kepulan-kepulan asap di tengah perkotaan. Ditambah pemandangan-pemandangan artistik tentang bayi yang wajahnya bersih namun kepalanya berlobang penuh darah separo. Anak-anak remaja buntung kakinya, ribuan orang yang mengerang-erang melawan rasa sakit, tubuh-tubuh bergeletakan di jalanan.

Betapa indahnya. Kalau anak Anda lahir namailah ia Bambang Bush Blair, atau Bushiti Blairawati, untuk mengenang kepahlawanan beliau berdua dalam sejarah dunia sesudah kepahlawanan para Rasul dan Nabi. Kalau ada yang tak setuju Bush Blair adalah pewaris para Nabi dan menyamakan mereka dengan Firaun, Jengis Khan dan Hitler – tolong jawab pertanyaan ini: bagaimana mungkin Saudi Arabia, kiblat kehidupan Kaum Muslimin dunia, juga Kuwait, menyediakan rumahnya untuk dijadikan markas penyiapan penyerangan atas negeri saudaranya sendiri?
Mungkin Saudi-Kuwait adalah Nabi Nuh, Saddam adalah istri dan anaknya yang mbalelo. Atau Ibrahim yang melawan bapaknya yang kafir. Atau Saudi-Kuwait adalah Musa sedangkan Saddam adalah Firaun yang menuhankan dirinya sehingga di negerinya jumlah patung dan poster Saddam lebih banyak dibanding jumlah penduduk Irak.


Tetapi tidak perlu dilakukan penyisiran untuk mengetahui di mana Saddam berada – tidak ada agresivitas dan kebrutalan untuk menemukan Saddam sebagaimana yang dipertunjukkan pada temperamen serangan-serangan sebelumnya selama tiga minggu. Ketika tulisan ini Anda baca, mungkin sudah ada kabar baru yang membuat sejumlah hal menjadi tidak relevan lagi. Tetapi ada sekurangnya empat skenario tentang di mana Saddam.
Pertama, pasukan koalisi akan mengejar Saddam sampai ke liang cengkerik dan selangkangan onta. Bush sudah berjanji akan menyeretnya ke Mahkamah Internasional sebagai penjahat perang. Atau kalau terbunuh saat proses penangkapan, maka wajah dan mayatnya akan diteleviskan ke seluruh dunia.
Kalau perlu Bush menggunting kumis tebal Saddam. Disertakan ke pesawat luar angkasa NASA dan gumpalan kembar kumis itu dimonumenkan di Bulan atau di Mars – sebagai lambang kediktatoran, agar kelak kehidupan ummat manusia di Mars belajar jangan sampai ada makhluk macam Saddam di luar bumi.

Monumenisasi kumis Saddam yang (andaikan saja) dilakukan oleh Bush Bapak Pembebas Rakyat Irak ini persis yang dilakukan oleh Tuhan sendiri atas Ramses-II, si Firaun dari Kerajaan Mesir Kuno, bapak angkatnya Nabi Musa yang kemudian berperang dilawan anak angkatnya ini. Tuhan mengatakan Ia akan menjadikan Firaun ini menjadi lambang peringatan bagi seluruh ummat manusia dalam sejarah tentang kediktatoran dan kesombongan.
Sehingga meskipun tubuh Firaun ditelan gelombang laut yang membelah atas perintah Tuhan melalui tongkat Musa – akhirnya Tuhan tetap memberi jalan agar mayatnya tetap ditemukan, kemudian dijadikan mummi dan sampai hari ini setiap orang bisa melihatnya di Museum Internasional Cairo – Ramses-II raja berbadan tinggi besar, botak bagian depan dan tengah kepalanya, berhidung betet dan berbibir manis, berjari-jemari besar panjang pada tangan dan kakinya.

***


Kedua, skenario yang gagah bagi Irak : tidak mungkin persiapan 12 tahun sejak Perang Teluk-I ternyata sekonyol itu hasilnya, di mana pasukan sekutu dengan sangat gampang, ringan dan ringkas, menguasai Bagdad. Saddam pasti sudah memikirkan seluruh segi untuk pertahanannya. Bukan hanya Garda Republik dan strategi perang kota dengan segala maintenance-nya sampai jalur-jalur bawah tanah pengamanan Saddam.
Saddam pasti tahu negerinya akan diserbu habis dengan ribuan bom dan rudal, sehingga pasti juga sudah ia persiapkan segala sesuatunya, sehingga Shahaf menantang koalisi: "Silahkan, kami tunggu di Bagdad". Tapi memang bisa jadi ia tidak pernah menyangka bahwa senjata-senjata berat itu juga menimpa dan menghancurkan pasar, pemukiman, rumah sakit, hotel, tempat ibadah. Bahkan membunuh wanita-wanita, kanak-kanak, wartawan – bahkan seandainya Tuhan berinisiatif datang langsung ke Irak secara biologis untuk melindungi rakyat Irak : insyaallah Tuhan akan dirudal juga.

Bush tinggal pidato kasih argumentasi: Tuhan terlalu berkuasa, seenaknya menjalankan keinginanNya atas nasib manusia. Tuhan bersikap diskriminatif dengan menciptakan ummat manusia ada yang berkulit putih, coklat dan hitam. Tuhan tidak pernah berunding dalam proses pengambilan keputusan. Semau-mau Dia saja kapan melahirkan dan mengambil kembali nyawa manusia. Maka sungguh diperlukan rezim alam semesta baru yang demokratis, dan untuk kepentingan luhur inilah pasukan koalisi didatangkan.
Pada skenario kedua ini Saddam dibayangkan banyak orang sedang menjalankan prinsip perang gerilya – "Musuh kuat kita menghilang, musuh terlena kita datang". Orang menantikan datangnya saat yang disebut oleh anak kalimat kedua itu.

***


Skenario ketiga, sehari sebelum penyerbuan ke Bagdad terjadi perundingan antara koalisi dengan Saddam untuk merumuskan semacam pencapaian "win-win game" meskipun minimal.
Saddam membatalkan rencana perang kota, Garda Republik tidak melakukan perlawanan. Sebab toh nanti akhirnya akan kalah juga sementara korban pasukan koalisi akan sangat banyak dan itu merugikan popularitas Bush dan Blair di negerinya. Koalisi akan membiarkan Saddam bebas, atau bahkan menyediakan Saddam tempat yang "dipahami bersama" dan menjadi rahasia elite kedua belah pihak.
Pun bahkan koalisi menjamin keamanannya, plus Saddam memperoleh bagian dari jatah koalisi yang diperoleh dari penjualan minyak pasca perang. Dalam beberapa segi dengan skenario ini sesungguhnya Saddam tetap punya andil kekuasaan pada pemerintahan pasca-perang dari belakang layar. Bahkan dia juga ikut memiliki kekuatan pertimbangan tentang siapa yang akan memimpin Irak berikutnya – sehingga semua nama-nama tokoh opposan yang disebut-sebut akan memimpin Iraq hanyalah figuran-figuran yang dihibur dengan iming-iming permen karet kekuasaan.

Adapun skenario keempat : sesungguhnya sejak hari ketiga penyerbuan koalisi ke Iraq, Saddam sudah dinaikkan pesawat rahasia ke AS. Skenario ini menyebut "Bush, ben Laden dan Saddam are in one hand". Perkara sesekali Saddam harus tampil ke jalan, siaran televisi atau rapat yang ditayangkan oleh media massa – itu soal sepele karena mereka punya tujuh (7) orang yang persis Saddam, bahkan Anda boleh hitung sendiri: mungkin sama juga jumlah helai kumisnya.
Skenario keempat ini meletakkan Cina, Rusia dan komunisme internasional sebagai musuh yang sesungguhnya. Negara-negara Arab di Timur Tengah tidak layak diposisikan sebagai musuh, dari segi apapun: kekuatan militernya, kualitas SDM bangsanya, ilmu dan teknologinya, etos kesejarahannya, praksis ideologinya, atau kebudayaannya. Mereka cukup dirampok minyaknya saja, untuk bekal peperangan panjang yang sesungguhnya yang nanti akan dimulai jika saatnya tiba.
Dan untuk itu Bush atau penerusnya -- yang sudah diatur oleh kekuatan sindikasi konglomerat dan intelegen di sekitar Gedung Putih -- tinggal "berfirman" tentang kapan perang harus dimulai. Bagaikan ayat Qur’an – "Idza waqa’atil waqi’ah, laisa liwaq’atiha kadzibah" – jika telah manjing momentumnya, maka tak ada yang akan sanggup mendustakan atau menolaknya.

AS tidak memiliki cukup modal untuk melawan raksasa dan naga komunisme dunia kalau tidak bekerja sama dengan negara-negara Arab yang kaya minyak. Terapi karena pemimpin-pemimpin Arab ini ada yang halus manut tapi juga ada yang kepala batu seperti Saddam, maka si kumis ini harus dipaksa. Saddam sendiri tidak memperhitungkan bahwa AS dan sekutunya akan benar-benar membombardir negaranya sedemikian dahsyat dan tega hati kemanusiaannya. Maka sesudah beberapa hari terbukti, Saddam mau tak mau harus menerima tawaran itu : ladang dan dapur militer AS adalah Timur Tengah.
Atas hal ini terjadi faksi di antara elite pemerintahan dan militer Iraq sendiri, dan itu yang menyebabkan disorganisasi militer dan invaliditas Garda Republik, sehingga pasukan koalisi akhirnya gampang mengambil Bagdad.

***

Di antara empat kemungkinan itu, bisa jadi tak satupun benar. Perang memiliki otoritas dan wataknya sendiri. Skenario pembebasan rakyat Iraq dihancurkan oleh hampir tak adanya pengungsi keluar Irak, serta oleh justru banyaknya sukarelawan yang masuk Irak. Tetapi skenario itu kemudian berkibar-kibar ketika sebagian penduduk Bagdad bersama pasukan koalisi merobohkan patung Saddam.
Sebagian orang Irak, yang lama tersiksa oleh Saddam, dan yang kemudian menderita oleh ribuan rudal dan bom – akhirnya kalah oleh derita itu. Mereka tak sanggup berkata kepada dirinya sendiri: "Ini bukan soal Saddam yang utama, melainkan kedaulatan dan nasionalisme Irak yang diperhinakan. Bahwa Saddam diktator, itu urusan dalam negeri kami : kalian tetangga pergi diri rumah kami! Meskipun Bapak kami kejam, kalau lantas kalian pukuli Bapak kami, jangan dipikir lantas kami ikut meludahi muka Bapak kami! Ini masalah kehormatan keluarga dan rumah kami!"
Bangunan-bangunan Irak yang hancur gampang diperbaiki, itu soal benda. Yang mati oleh perang padahal tak berdosa apa-apa, ditunggu sebagai syuhada oleh Allah di sorga tanpa hisab. Yang masih akan perih adalah potensi-potensi perang saudara di dalam masyarakat Irak sendiri sesudah ini. Dan itu akan sangat panjang.

Sudah mulai ada perubahan wacana global yang mendasar dan mungkin radikal di seluruh muka bumi, terutama yang bersumber dari ketidakpercayaan terhadap kejujuran demokrasi AS. Mbak Mega, Gus Dur, Pak Amin Rais dan pemimpin kita yang lain mungkin sebaiknya menyelenggarakan semacam Pertemuan Kenegarawanan untuk merumuskan sikap Indonesia terhadap perubahan global total dunia pasca invasi ke Irak, untuk membekali setiap presiden dan pemerintah kita entah siapapun.
Benih-benih dendam merebak di hati penduduk dunia. Kaum Muslimin hanya punya tiga kemungkinan, Pertama, menjadi apatis, putus asa dan acuh tak acuh. Kedua, merasa absah untuk menjadi fundamentalis radikalis. Ketiga, merintis pendewasaan sikap dan upaya antisipasi yang proporsional terhadap ancaman-ancaman yang jelas di depan hidung mereka, yang bahkan sudah memusnahkan berbagai potensi mereka.

Sejauh ini terbukti Negara-negara Arab Islam tidak sanggup menjadi Imam Kaum Muslimin Dunia. Hancurnya Irak hanyalah salah satu akibat wajar dari hancurnya ajaran Muhammad SAW, yang prinsip utama peradabannya adalah membebaskan ummat manusia dari kebodohan primordialisme, sektarianisme, firqah dan qabail. Adanya Kerajaan Saudi, Kuwait yang tak pernah bisa bersatu itu adalah perwujudan dari berulangnya kembali peradaban kesukuan di Jaman Jahiliyah. Secara kualitatif mereka sudah hancur sejak lama, dan agresi koalisi ini sekedar mempercepat dan mengkongkritkannya.
Di negara jahiliyah, yang datang memenangkan perang adalah kesombongan, yang mengalahkan rakyat adalah penderitaan, dan yang merajalela di pasar pasca-perang adalah para calo.
Namun demikian saya berterima kasih kepada koalisi yang menunggu saya dan Kiai Kanjeng pulang dulu dari dua minggu di Mesir, baru menyerbu. Dan segera mengakhirinya pula karena pertengahan April ini saya harus ke Timteng lagi......he he***