PENCIPTAAN MELALUI PERKAWINAN
MAKRO-KOSMIK
Diupdated
pada: Jumat 28 September 2001
Kutipan dari
"Pengalaman Tasauf (1)"
IBN ARABI dan para pengikutnya, terutama Sadr
al-Din al-Qunawi, mengajukan teori penciptaan alam
melalui apa yang disebut sebagai perkawinan
makrokosmis . Perkawinan makro-kosmik adalah
perkawinan yang berlangsung dalam beberapa tingkatan
kosmik ---dari tingkatan Ilahi sampai tingkatan elemental
dan manusia. Melalui perkawinan-perkawinan makro-kosmik
inilah maka seluruh tatanan alam --dari tingkatan yang
paling tinggi hingga yang terendah- terjadi.
Teori perkawinan makrokosmik ini pertama menemukan
artikulasinya yang jelas pada tulisan Ibn Arabi (w.
1240), terutama dalam kitabnya al-Futuhat al-Makiyyah.
Tetapi penjelasan yang paling rinci dan sistematis dapat
ditemukan dalam tulisan Sadr al-Din al-Qunawi (w. 1274),
ia adalah murid Ibn Arabi yang paling setia dan
juga, menurut sumber-sumber yang ada, anak tiri Ibn
Arabi sendiri juga. Dalam kitabnya Miftah al-Ghaib,
al-Qunawi menjelaskan lima tingkat perkawinan makrokosmik
ini: yang tak terlihat (ghaib), ruhaniah,
alamiah, elemental, dan
manusiawi.
Perkawinan pertama merupakan proses pengalihan perhatian
Zat Allah kepada nama-nama asal pertama-yang merupakan
kunci-kunci menuju yang tak terlihat dari Zat Tuhan dan
kehadiran eksistensi. Kunci-kunci ini membuka
eksistensi yang dilahirkan, dunia kosmos atau ciptaan.
Tanpa kunci-kunci ini tidak mungkin terjadi
perkawinan dan tanpa perkawinan ini tak akan
ada yang lain selain Tuhan, dan ini berarti Harta
yang tersembunyi (Kanzun makhfiyun) akan tetap
tersembunyi. Perkawinan itu terjadi ketika sang ayah,
wujud paripurna, menghamili ibu, yaitu
kunci-kunci menuju yang ghaib. Anak yang terlahir dari
perkawinan ini disebut al-Qunawi sebagai nafas yang
maha pengasih, atau disebut juga dunia makna, yaitu
dunia nama-nama Ilahi atau entitas potensial/tetap
(al-Ayan al-Tsabitah), yakni entitas-entitas
potensial yang tersimpan dalam pengetahuan Tuhan, dan
belum lagi mewujud dalam benda-benda kongkrit.
Perkawinan kedua, yakni ruhani terjadi antara makna-makna
aktif dan reseptif di dalam dunia makna, yang tujuannya
adalah untuk melahirkan realitas-realitas ruhani, yang
berada dalam dunia ciptaan yang pertama. Makna-makna yang
aktif dikenal sebagai sifat-sifat niscaya,
karena melambangkan sifat-sifat Wujud Mutlak yang tidak
mungkin tidak ada. Sedangkan makna-makna yang reseptif
dikenal sebagai sifat-sifat yang mungkin.
Makna-makna ini memunculkan realitas-realitas ruhani
seperti akal, jiwa, dan malaikat, yang seperti cermin,
memantulkan sifat-sifat orang tua mereka.
Perkawinan ketiga dikenal sebagai perkawinan
alamiah, atau yang berkaitan dengan
kekuasaan. Perlu diketahui bahwa dalam sistem Ibn
Arabi alam mengacu pada seluruh tingkat eksistensi
yang berada di bawah tingkat dunia ruhani murni. Dan ini
berarti mencakup dunia imajinasi (alam mitsal) dan dunia
jasmani. Al-Qunawi menggunakan istilah
kekuasaan (dominion/malakat) untuk merujuk
pada dunia perantara antara dunia ruhani (jabarut) dan
dunia jasmani (muluk). Perkawinan ini terjadi ketika
ruh-ruh tinggi tertentu berpaling kepada tingkatan alam
(tabiat). Anak-anak dari hasi perkawinan ini adalah
makhluk-makhluk malaikat yang mendiami langit, yang
disebut Dunia Imajinasi (alam mitsal).
Perkawinan keempat berkaitan dengan dunia
elemental/unsur-unsur. Perkawinan ini merupakan
penghubung yang ada di antara realitas-realitas ruhaniah
dan realitas-realitas jasmaniah yang sederhana sebagai
akibat dari pengaruh-pengaruh langit. Hasil dari
perkawinan ini adalah lahirnya benda-benda campuran wujud
yang terlihat, yaitu barang-barang tambang, tanam-tanaman
dan hewan-hewan.
Tentang tingkat kelima, al-Qunawi mengatakan bahwa
perkawinan tidak mempunyai tingkat kelima, kecuali bagi
realitas spiritual (maquliyah) dari pertemuan
antara seluruh tingkat, dan ini berkaitan hanya dengan
manusia, karena manusia sebagai mikrokosmos menyatakan
dalam realitas mereka seluruh tingkatan perkawinan, dan
ini sendiri merupakan suatu perkawinan atau
rangkaian dari seluruh realitas. Pada setiap tingkat
dilahirkan anak-anak yang berbeda, tergantung pada cara
kedua orang tua berhubungan satu sama lain. Sebagian
anak-anak itu lebih umum dalam lingkup dan sifatnya
dibanding dengan anak-anak lainnya. Dengan ini maka kita
menyadari bahwa mereka memanifestasikan lebih banyak
sifat-sifat Wujud, dan lebih banyak nama Allah yang
menyangkut segalanya dan lebih banyak warna yang ada
dalam cahaya murni.
|