MUTIARA DI DASAR LAUT
Diupdated
pada: Jumat 28 September 2001
JALAL AL-DIN RUMI pernah
mengumpamakan marifat dengan mutiara yang masih
berada dalam kerang, yaitu kerang yang masih ada di dasar
laut. Karena mutiara selalu memikat hati orang,
maka banyaklah orang yang datang ke laut untuk
mendapatkannya. Setelah melihat-lihat dengan teliti,
seorang di antara pengunjung bertanya, mana mutiara itu,
aku tidak melihatnya, padahal orang-orang mengatakan
bahwa mutiara itu ada di laut. Tentu saja mutiara tidak
dapat dilihat apalagi dimiliki hanya dengan memandang
laut, karena mutiara itu ada didasarnya. Ini berarti
marifat tidak bisa diperoleh dengan mengandalkan
indra lahiriah karena ia berada jauh di lubuk
diri seseorang yang tersembunyi kepadanya.
Lalu datanglah seseorang dengan mengatakan karena mutiara
itu ada di dasar laut, maka kita harus menimba
laut agar kering dan kita akan dengan mudah
mendapatkan mutiara-mutiara itu. Tetapi, kata Rumi, laut
yang begitu besar tidak mungkin kering dengan ditimba
oleh manusia, karena untuk itu ia juga, selain menimba,
harus menggali tanah seluas laut agar air laut tidak
kembali ke asalnya. Ini berarti marifat tidak bisa
digali dan ditimba dengan akal atau penalaran diskursif
rasional. Marifat akan terlalu dalam bersembunyi di
dasar laut diri seseorang untuk dapat diungkap atau
ditangkap oleh akal maupun indra, dan metode-metode
lainnya yang serupa dengan itu. Rumi kemudian memberi
tahu kita bahwa untuk mendapatkan mutiara itu kita perlu
seorang penyelam, kecuali kalau kita sendiri seorang
penyelam. Ini berarti bahwa cara memperoleh marifat
adalah cara yang berbeda dengan memperoleh ilmu, karena
dibutuhkan cara tersendiri untuk menyelami lubuk atau
dasar lautan hati kita yang dalam. Karena itu kecuali
kita menguasai cara penyelaman itu, maka kita membutuhkan
penyelam, dalam hal ini guru atau mursyid untuk
mendapatkan atau mengetahui cara mendapatkan
marifah, sang mutiara di dalam lubuk hati manusia.
Tetapi tentu saja karena lautan adalah dalam, dan tidak
seperti kolam biasa, maka di sini diperlukan penyelam
yang mahir yang betul-betul menguasai teknik dan punya
kemampuan untuk mengajarkannnya kepada yang dibimbingnya.
Jadi kita membutuhkan mursyid yang ulung dan telah
terbukti mampu menyelami lubuk jiwa manusia. Barangkali
banyak mursyid yang menawarkan diri, tetapi tidak banyak
mursyid yang sejati. Oleh karena itu dituntut kecermatan
untuk memilih mursyid agar tercapai apa yang dituju:
mendapatkan mutiara. Cara menyelam inilah yang kita sebut
sebagai metode intuitif, yang memang seperti yang
disebutkan di atas, berbeda dengan metode empiris dan
diskursif.
Selain penyelam yang ulung, kita jua, kata Rumi,
memerlukan keberuntungan, karena sebagaimana kita
ketahui, tidak semua kerang yang ada di laut mengandung
mutiara yang didamba. Memerlukan keberuntungan untuk
mendapatkan kerang yang berisi mutiara diantara
kerang-kerang yang ada di dasar laut dan yang mungkin
diraih oleh seorang penyelam ulung. Ini berarti bahwa,
untuk memperoleh marifat tidak tergantung
semata-mata pada usaha keras dan cara tertentu yang
dikembangkan oleh manusia semata, tetapi juga tergantung
kepada kehendak dan kemurahan maupun barakah dari Tuhan.
Indra dan akal akan bisa mengantar kita ke gerbang
istana, tetapi tidak bisa memaksakan dirinya untuk bisa
masuk dan diterima sang Raja. Bisa atau tidaknya kita
masuk ke istana, kata Rumi, itu tergantung semata-mata
kepada kemurahan Tuhan, sang Raja diraja. Ia juga pernah
mengatakan: jangan kau berhenti, apalagi tidur di jalan.
Kau harus berjalan atau lari untuk sampai pada pohon
raksasa sarat dengan buah yang segar dan menyehatkan,
sehingga bisa bernaung di bawahnya dan menanti angin
untuk bertiup, sehingga dengan demikian bolehlah kiranya
angin itu menjatuhkan buah-buah yang ranum sebagai bekal
perjalanan anda. Ini berarti bahwa kita wajib berusaha,
sebagai syarat awal bagi tercapainya marifah,
tetapi setelah itu kita hanya bisa menunggu sambil
berharap perkenan Tuhan untuk menganugerahkan mutiara itu
ke tangan kita. Indra dan akal adalah tangga utama untuk
mencapai atap rumah, dan hanya kepada mereka yang telah
mencapai atap rumah itu maka mutiara itu akan diberikan
Tuhan, sebagai hadiah, kalau memang Ia berkenan.
|