MOTIVATION CORNER

 
     
 

Alkisah Jadilah PNS

 
 

oleh : Wahyu Aji

 
 

Majalah Entrepreneur Edisi 7/tahun 7/7 Januari - 7 Februari 2004

 
     
 

Lebaran akhir tahun kemarin, saya mudik ke salah satu kota dingin di Jawa Timur. Seperti biasa, kesempatan beberapa hari di rumah saya gunakan menemui kerabat dan kawan-kawan lama yang selama setahun lebih hanya bisa kontak via telepon, email atau sms saja. Senang sekali bisa mendengar cerita mereka. Ada yang sedang melanjutkan studi, merintis usaha, menikah, menjadi karyawan, dan ini dia yang sedang hangat : bersiap mendaftar menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS).

 

November – Desember kemarin memang musim pendaftaran PNS. Satu sore, ketika saya melintas di depan kantor Depnaker di pusat kota, saya melihat ratusan orang berjubel antre di loket, bahkan halaman kantor pun tak mampu menampung “massa“ yang berdesakan. Padahal sore itu hujan lebat. Sebagian ada yang bermantel, berpayung, tapi kebanyakan hanya melindungi kepala menggunak map atau koran agar tidak kuyup.

 

Setelah sampai di Bandung lagi, saya baca berita di koran. Tahun ini pemerintah akan mengangkat lebih banyak PNS. Ini karena, sebanyak 500 ribu orang PNS akan memasuki masa pensiun pada 2004/2005. Pertengahan 2003 pemerintah telah merekrut 82.303 PNS yang disebar di berbagai instansi pusat, propinsi, dan kabupaten/kota. Pada 2004, jumlah itu diperkirakan akan ditambah terutama untuk mengisi tenaga guru, medis/paramedis. Serta tenaga teknis dan penunjang lainnya. Jumlah lowongan yang puluhan ribu itu memang menggiurkan bagi anak-anak muda untuk berlomba mengadu nasib. Tapi apakah mudah ? Tentu tidak, karena jumlah pendaftar bisa puluhan kali lipat dari lowongan yang tersedia.

 

Akibatnya adalah muncul berbagai penyimpangan, meskipun secara resmi pemerintah telah menjamin seleksi yang bersih. Beberapa kawan saya pun mengaku telah menyiapkan sejumlah “dana taktis” untuk memuluskan niatnya menjadi PNS.  “Kalau lima puluh juta saya tidak sanggup, tapi kalau separuhnya, saya pikir dulu.” Kata seorang teman. “Kenapa sengotot itu ?” tanya saya. Dan jawabannya sederhana saja : Jadi PNS itu terjamin.

 

Entahlah saya harus berkata apa pada realitas ini. Jelasnya saya tidak ingin menilai benar atau salah di kolom ini. Hanya sedikit ungkapan prihatin, mengapa banyak orang mau melakukan apapun demi mengejar “keamanan” dan menjauh dari “resiko” ?

 

Mengapa mereka tidak memilih (atau berpikir); daripada Rp. 50 juta untuk ngamplopin oknum belakang layar, kenapa tidak untuk modal bisnis saja ? Karena kalau dihitung, paling-paling gaji PNS baru golongan III A sekitar Rp 2 juta. Kalau Rp 50 juta, itu berarti butuh 25 bulan untuk balik modal.  Dua tahun lebih. Tapi hitungannya tidak sesederhana itu, karena selama kurun waktu itu kan tidak mungkin semua gaji ditabung sampai balik modal tanpa memenuhi kebutuhan hidup lainnya. Jadi paling tidak, butuh sekitar 5 tahun untuk betul-betul kembali modal. Itupun belum tentu karir mulus.

 

Bandingkan dengan merintis bisnis sendiri, apa yang bisa didapat setelah 5 tahun ? Ada bermacam kemungkinan, bisa balik modal dan untung besar, atau rugi dan bangkrut. Itulah entrepreneur, penuh resiko. Tapi ada satu yang tidak ternilai, mereka yang memilih alternatif ini akan mendapat pengalaman yang berharga tentang bisnis. Dan biasanya, mereka tidak berhenti pada satu kegagalan, sebelum akhirnya menuai sukses.

 

Tapi kultur memang sering menarik kita untuk lebih mencari kenyamanan daripada resiko. Lebih baik jadi pegawai negeri bergaji pasti daripada susah membangun usaha sendiri.

 

Fenomena seperti ini banyak terjadi di daerah. Tapi rupanya tidak sedikit yang sudah menunjukkan gejala entrepreneurship. Entah kenapa terinspirasi tulisan Robert Kiyosaki atau buku entrepreneurship lainnya. Atau karena sudah bosan mencari pekerjaan. Semua alasan boleh saja, karena pada prinsipnya banyak jalan menuju entrepreneur.

 

Pastinya, menjadi pegawai atau entrepreneur adalah pilihan hidup. Tidak ada yang lebih mulia pada salah satunya, karena disana ada kebahagiaan hidup bagi yang menjalaninya.

 

Dan saya bertanya pada diri sendiri. Bagaimana kalau seumpamanya saya tahun depan saya ada kesempatan menjadi PNS ?

 

Entahlah, mungkin akan saya ambil juga. Tapi ada syaratnya : asalkan saya juga punya bisnis berikut sistem yang saya bangun sendiri. Saya juga tidak ingin menjadi PNS dengan harus menyediakan berapapun uang untuk menyuap.