FORUM SILATURAHMI REMAJA dan ANAK MUSLIM |
|||
|
|||
< Back
<<Home
Sekeloa,
Dipati Ukur, Bandung, sekitar satu bulan yang lalu
Pengemis
itu sudah biasa kutemukan duduk di tanjakan jalan menuju kontrakan adikku
di belahan Bandung yang paling padat mahasiswanya ini. Laki-laki beruban
dengan kopiah hitam di tangannya, duduk di sebelah rumput hijau yang
tumbuh memanjang di sisi selokan kering. Pakaiannya menurutku cukup rapi
untuk ukuran seorang pengemis. Yang kutahu, dia sudah ada di tempat
kerjanya itu mulai pukul 5 pagi, ketika masih gelap dan suasana dingin
subuh masih terasa. Lama-kelamaan aku jadi hafal wajahnya
.. Tapi
suatu pagi, laki-laki itu tidak ada, yang ada hanyalah seorang wanita
kutaksir usianya sekitar 40-an tahun
..Aku menduga bahwa itu
adalah istri si laki-laki pengemis, karena rasa-rasanya di zaman sekarang
ini, tak mungkin laki-laki pengemis itu dengan mudah mengalah memberikan kaplingnya
kepada orang lain, apalagi ini menyangkut masalah perut. Entah
benar atau tidak kesimpulan yang kuambil tadi, yang pasti esok harinya,
laki-laki itu sudah ada lagi di tempat yang sama, ketika aku hendak pulang
ke Cimahi, pagi-pagi sekitar pukul setengah enam. Kejadian
yang sama kurasa pernah terulang sekitar dua minggu yang lalu, laki-laki
yang sama berganti dengan perempuan yang sama, hingga hipotesaku bahwa
keduanya adalah sepasang suami istri kemungkinan besar benar adanya. Sabtu
sore sekitar dua minggu yang lalu, Tagog, Cimahi Angkot
yang kunaiki itu berjalan lamat-lamat, karena seperti biasa sabtu sore
seperti ini banyak mobil mingguan yang keluar kandang. Mataku
tiba-tiba menumbuk sebuah pemandangan yang menurutku sangat jarang.
Seorang laki-laki tua sedang bercanda dengan istrinya sambil menyiapkan
gerobak kupat tahu mereka. Sang istri mengeluarkan barang-barang dari
sebuah plastik hitam besar, sementara sang suami sibuk memasang tenda
jualan,. Ada senyum dan tawa yang begitu lepas dari keduanya
. Indah
.., seingatku akupun ikut tersenyum
Simpang
Dago, sekitar satu minggu yang lalu
. Entah
beban apa yang diisyaratkan oleh gerak tangan dan kerenyit kening mereka
berdua, tapi sepasang kakek dan nenek itu tampak berbincang serius di
bawah teduhnya pohon di perempatan jalan terkenal ini. Suara gitar dan
kricik pengamen, juga asap mobil tua yang sudah seharusnya pensiun tidak
cukup kuat untuk menganggu kekhusukan dialog-dialog mereka
. Pikiranku
berkata, Sungguh
setia mereka, mengarungi samudra yang luas dan lama dengan bahtera yang
kecil dan rapuh, yang dengan mudah digoncang gelombang ekonomi, atau
gelombang-gelombang lain yang menjadi ukuran lumrah makhluk bernama
manusia di dunia. Kalaupun ada modal cinta yang membuat mereka puluhan
tahun yang lalu memutuskan untuk hidup bersama, tentulah itu cinta yang
kuat
, walau mungkin alasan kesamaan status sosial menjadi salah
satu alasan pula
.. Kisah
diatas bukan potongan cerpen atau penggalan novel, tapi secuil kejadian
yang sempat singgah dalam kehidupan. Buya
HAMKA pernah bercerita dalam sebuah bukunya, bahwa pada suatu waktu ketika
beliau diundang mengisi ceramah di sebuah mesjid, sebagian besar yang
hadir adalah ibu-ibu, tiba-tiba istri beliau di daulat untuk memberikan
ceramah pembuka
.. HAMKA
kaget, karena beliau tahu bahwa istrinya bukanlah seorang ustadzah, tapi
kagetnya menjadi lebih dalam karena istrinya tidak menolak untuk memenuhi
permintaan ibu-ibu itu. Dengan tenang istrinya berjalan ke arah mimbar
, HAMKA menanti-nanti apa yang akan dikatakan istrinya dengan berdebar-debar
Sambil tersenyum istrinya kemudian berkata Assalamu
alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
.. Hadirin
sekalian, saya bukanlah penceramah, saya hanyalah tukang masak si
penceramah, jadi biarlah yang berceramah, si penceramah saja
Wassalamu
alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Lalu
istrinya itupun turun dari mimbar dan kembali ke tempat duduknya. Hadirin
tersenyum, begitu juga HAMKA. Kisah yang menurut penulis adalah kisah yang
. Indah Istri
- yang diceritakan HAMKA sebagai tempat berhibur satu-satunya kala ia
dikucilkan oleh kawan dan lawan ketika masa pendudukan Jepang di Sumatera
Barat dan Aceh itu - tahu benar posisinya sebagai seorang istri, tidaklah
minta dihargai lebih hanya karena suaminya seorang Ulama besar yang punya
posisi terhormat di masyarakat. Kata-kata
yang masih penulis ingat ketika Ustadz Anis Matta menyampaikan materi
tentang Persiapan Menuju Pernikahan adalah,Saya
yakin anda tahu begitu banyak tentang Hasan Al Banna, saya yakin anda tahu
banyak tentang Yusuf Qaradhawi, saya yakin anda tahu banyak tentang
Muhammad Ghazali, tapi apa yang anda tahu tentang istri mereka ?, di
belakang orang-orang besar selalu ada wanita yang pribadinya lebih besar.
Inilah yang penulis sebut Keadilan Kecantikan . wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah untuk wanita-wanita yang keji, dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik. Mereka itu bersih dari apa-apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh). Bagi mereka ampunan dan rezeki yang mulia. (QS. An Nuur : 26) Inilah
keadilan kecantikan
. Karena
kecantikan (fisik) bukan variabel yang selalu cocok dengan ketinggian jiwa.
Ketinggian jiwa tersusun dari komponen-komponen yang abadi sebagai
derivatif rasa cinta kepada kerinduan untuk kembali pada-Nya. Sementara
kecantikan dalam formula kosmetika manapun akan kembali kepada Thurab (tanah)
yang kotor, bau dan fana
.. Sungguh
Maha Adil Allah yang memberikan pilihan kepada hambaNya : Pilihan
pertama itu berbunyi : Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan pada apa-apa yang diingini, yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas,perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia (QS. Ali Imran : 14) Sementara
pilihan keduanya adalah : dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik. (QS. Ali Imran : 14) Dan
sekedar sebuah catatan akhir, sebagai penegas, kecantikan jiwa itu bisa
saja kau temui dimana saja, karena yang bisa melihatnya hanyalah mata yang
terjaga dalam doa
mungkin dia ada di dalam seorang wanita
berjilbab lusuh yang senantiasa tersenyum walaupun puluhan tibum
berteriak-teriak sambil menendang dagangannya, mungkin pula ada di seorang
wanita guru ngaji anak-anak masjid kampung yang tak pernah digaji
. Atau malah mungkin tidak akan pernah bisa kau temukan di dalam
sosok seseorang yang berjilbab panjang, bersih dan rapi, sibuk dengan
berjuta agenda, selalu hadir dalam sekian puluh rapat dan menyebut dirinya
dengan nama : AKTIVIS
Allahu
Alam
.. Bandung-Cimahi-CianjurMedio
Agustus sampai akhir September 2003 Ditulis Khusus untuk MADING HARMONI
|
|||
|