Bulan Sabit dan Bintang Mengantarkan Saya kepada Islam
Suatu senja di Australia, saat saya sedang berkumpul bersama teman-teman di halaman
sekolah, saya melihat bulan sabit dan bintang berdekatan. Tak lama kemudian, setelah saya renungkan, saya baru
sadar bahwa pemandangan yang amat menakjubkan itu seringkali saya saksikan di Tanah Air. Tapi, dimana ya ?
Saya baru ingat bahwa itu adalah lambang yang terdapat di kubah atau menara masjid. Pemandangan inilah yang mengantarkan
saya kepada Islam. saya bersyukur dapat hidayah-Nya justru ketika berada jauh di negeri orang.
Sejak kejadian itu saya tertarik untuk mengetahui Islam labih dalam. Saya sering mengamati perilaku umat Islam
di Australia. Para pemeluk Islam ini sangat taat beribadah, terutama shalat lima waktu. Bahkan, disuruh tidak makan
pun (puasa) mereka mau. Sungguh Islam merupakan agama yang sarat dengan nilai-nilai filosofi.
Tamara Nathalia Christina Mayawati Bleszynski, itulah nama lengkap saya. Tapi saya lebih dikenal dengan nama Tamara
Bleszynski. Papa saya berasal dari Polandia, Eropa Timur. Ia beragama Kristen Katolik. Sekangkan mama bernama Farida
Gasik, orang jawa Barat, beragama Islam. Karena orang tua saya bercerai, akhirnya saya ikut papa dan sekaligus
mengikuti agamanya.
Ketertarikan saya pada agama Islam, juga terpaut pada sisi ketaatan pemeluknya. Hal semacam ini menurut saya jauh
berbeda dibanding dengan keyakinan saya yang lama. Saya juga penasaran dengan gambaran sosok Tuhan dan nabi dalam
Islam. Saya mengamati, dalam agama lain, sosok Tuhan dan nabi digambarkan secara konkret. Walau pun demikian Tuhan
dan Nabi sangat dekat dengan mereka, lebih dekat dari urat leher manusia.
Berawal dari rasa penasaran dan ketertarikan itulah saya mulai mempelajari beberapa buku mengenai Islam. Saya juga
membaca Al-Qur'an untuk mengetahui dan membandingkan ajaran yang saya peluk dahulu. Ternyata ajaran-ajaran Al Kitab
itu ada juga dalam AlQur'an, seperti kisah Nabi Isa. Namun Al-Qur'an lebih komplit, dan sisi pandangannya berbeda
dengan keyakinan yang selama ini saya anut. Setelah melalui proses pengamatan dan belajar selama beberapa bulan,
akhirnya saya putuskan untuk memeluk agama Islam.
Masuk Islam
Keinginan saya untuk masuk Islam saya sampaikan kepada mama. Keputusan itu membuat mama bahagia. Mama menyambut
baik keputusan saya itu. Papa pun tak menghambat niat baik saya itu. Beliau memahami keputusan saya. Keluarga kami
memang sangat demokratis.
Walaupun papa seorang Katolik, toh ia sudah tinggal di Indonesia selama 40 tahun, dan memahami budaya kaum muslim.
Papa sering menyumbang untuk pembangunan masjid, dan pada bulan puasa papa suka menyediakan makanan berbuka bagi
orang yang berpuasa. Hal inilah yang membuat saya bangga kepada papa. Singkat cerita, pada tahun 1995 lalu saya
mengucapkan ikrar dua kalimat syahadat.
Selanjutnya, dalam proses perpindahan agama, awalnya saya akui cukup berat melakukan penyesuaian dengan agama baru
itu. Berbagai cara saya lakukan untuk mempelajari Islam, terutama shalat. Antara lain membaca berbagai buku yang
berisi tuntunan shalat.
Saya juga menggunakan kaset penduan shalat. Mula-mula saya shalat memakai earphone, sambil mendengarkan petunjuk
dari tape recorder. Tak sampai satu bulan saya sudah hafat semua bacaan dan gerakan shalat. Alhamdulillah, saya
sudah dapat menjalankan shalat lima waktu.
Setelah masuk Islam saya merasakan berbagai perubahan yang mencolok dalam hidup saya. Pikiran saya lebih tenang
dan terbuka, karena saya punya pedoman dalam menilai yang benar dan salah, yang haram dan halal, juga yang baik
dan yang buruk.
Mendapat Jodoh
Perubahan yang mencolok saya akui pada perubahan rezeki. Saya merasa rezeki yang diberikan Allah SWT setelah masuk
Islam, lebih memadai. Inilah yang patut saya syukuri. Dan terbesar yang saya dapatkan adalah jodoh yang sesuai
dengan doa saya selama ini.
Saya berdoa agar dapat jodoh yang seiman dan mampu membimbing saya dalam beragama. Ternyata Allah mengabulkan doa
saya. Saya mendapatkan seorang pemuda muslim dari keluarga keturunan Arab-Aceh. Namanya Teuku Rafli Pasha, 24 tahun,
anak kedua dari lima saudara. Rafli anak dari Teuku Syahrul, mantan anggota DPR RI dan Ibu Cut Ida Syahrul. Saya
tak menyesal kawin muda, karena itu ibadah. Dan, suami saya ini sangat berperan dalam memberikan pemahaman tentang
Islam kepada saya.
Saya dan Rafli akhirnya melangsungkan pernikahan di Tanah Suci Mekah dengan restu orang tua kami, setelah kami
selesai melakukan Ibadah Umrah. Akad nika berlangsung di Masjidil Haram, disaksikan mama, serta H. Cecep, guru
ngaji saya selama ini.
Saya dan Rafli sudah lama saling mengenal. Waktu itu kami bertemu di sebuah restoran di Jakarta. Sejak perkenalan
itu, dalam tempo satu bulan kami mulai akrab, dan berusaha untuk lebih mengenal satu sama lain.
Akhirnya kami saling mencintai, dan juga mendapat restu dari orang tua kami, sehingga kami memutuskan untuk sekalian
meresmikan pernikahan menjadi suami istri di Tanah Suci. Saya mendapatkan figur Rafli seorang yang ulet bekerja
walau ia adalah lulusan Nortuidge Military College dia meraih gelar master dari Boston University, Amerika Serikat
Tapi ia sangat taat beribadah. Ini yang saya dambakan . Kini suami saya bekerja di Uninet Jakarta.
Suami saya menyadari bahwa saya yang dipersunting telah memiliki karir yang cukup mapan sebagai model, model iklan,
dan bintang sinetron, sehingga ia tidak melarang karier yang sedang saya jalani ini. Walaupun demikian, saya harus
membatasi diri. Apa yang baik atau tidak baik untuk keluarga. Untuk itu saya memohon doa dari para pembaca, semoga
saya menjadi muslimah yang baik dan dapat membina keluarga yang sakinah. (Agus Salam/Albaz)
- = 0O0 = -
|