|
KETENTUAN DAN HIKMAH QURBAN
Salah satu ibadah yang harus dilaksanakan oleh kaum muslimin yang memiliki kemampuan dari segi harta pada hari
raya Idul Adha adalah menyembelih hewan qurban, baik berupa kambing, sapi, kerbau maupun unta. Qurban berasal dari
kata qoruba yang artinya dekat. Dengan demikian, ibadah qurban merupakan salah satu bentuk dari pendidikan dan
realisasi taqarrub ilallah (mendekatkan diri kepada Allah).
Keharusan seorang muslim untuk berqurban dengan menyembelih hewan qurban merupakan bagian yang tak terpisahkan
dari rasa syukur kepada Allah atas segala nikmat-Nya sebagaimana dalam firman Allah yang artinya: Sesungguhnya
Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berqurbanlah (QS
Al Kautsar:1-2).
Sementara, dalam suatu hadits, Rasulullah Saw bersabda yang artinya: Barangsiapa yang mempunyai kemampuan tapi
tidak berqurban, maka janganlah ia menghampiri tempat shalat kami (HR. Ahmad dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah).
Dengan demikian, menjadi jelas bagi kita bahwa ibadah qurban merupakan sesuatu yang harus kita kerjakan, bahkan
sebagian ulama mengatakan bahwa bagi yang memang mempunyai kemampuan hukumnya menjadi wajib. Meskipun demikian,
jumhur atau sebagian besar ulama menyatakan sunnah muaqqadah (sunat yang amat ditekankan).
KETENTUAN IBADAH QURBAN
Qurban merupakan salah satu bentuk peribadatan yang harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Islam sebagaimana
yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw. Diantara ketentuan-ketentuan itu antara lain: Pertama, binatang yang disembelih
adalah binatang yang sehat dan tidak cacat sedikitpun, Rasulullah Saw bersabda yang artinya: Tidak bisa dilaksanakan
qurban binatang yang pincang , yang nampak sekali pincangnya, yang buta sebelah matanya dan nampak sekali butanya,
yang sakit dan nampak sekali sakitnya dan binatang yang kurus yang tidak berdaging (HR. Tirmidzi).
Kedua, usia binatang yang disembelih adalah yang sudah berusia satu tahun, kecuali bila sulit mendapatkannya, Rasulullah
Saw bersabda yang artinya: Janganlah kamu menyembelih qurban kecuali hewan yang telah berumur satu tahun, kecuali
bila sulit mendapatkannya, barulah boleh menyembelih kambing kira-kira berumur setahun (HR. Muslim).
Ketiga, waktu penyembelihan dilakukan sesudah shalat Idul Adha sampai hari tasyrik yakni tiga hari sesudah Idul
Adha, Rasulullah Saw bersabda yang artinya: Sesungguhnya pekerjaan pertama yang harus kita awali pada hari kita
ini adalah shalat, kemudian kita pulang lalu menyembelih qurban. Barangsiapa yang berbuat demikian, maka ia telah
melaksanakan contoh kami dengan tepat dan barangsiapa yang menyembelih qurban sebelum shalat, maka ia hanya memberikan
daging biasa kepada keluarga; sedikitpun tidak bersangkut paut dengan ibadah penyembelihan qurban (HR. Muslim).
Keempat, apabila yang disembelih kambing, maka hal itu untuk satu orang yang berqurban, sedang sapi, kerbau atau
unta untuk tujuh orang, hal ini dikemukakan dalam hadits yang artinya: Di Hudaibiyah, kami bersama-sama Rasulullah
menyembelih sapi untuk tujuh orang (HR. Tirmidzi dari Malik bin Anas).
Kelima, penyembelihan hewan qurban sebaiknya dilakukan sendiri oleh orang yang berqurban, hal ini memang dicontohkan
oleh Rasulullah Saw yang menyembelih sendiri atas hewan yang diqurbankannya, hal ini dijelaskan dalam satu hadits
yang artinya: Rasulullah Saw menyembelih qurban dengan tangannya sendiri, yaitu dua ekor biri-biri putih, bertanduk
bagus, masing-masing kepadalanya diinjak beliau dengan kakinya sambil membaca bismillah dan takbir (HR. Muslim
dari Anas r.a).
Keenam, apabila penyembelihan dilakukan oleh orang lain atau tukang potong dan perlu diberi upah, maka upah itu
tidak boleh diambil dari hewan qurban tersebut, misalnya upah tukang potong adalah kepala kambing atau kulit kambing
dan sebagainya, bahwa tukang potong itu memang termasuk daftar orang yang berhak mendapatkannya, itu lain soal.
Dalam suatu hadits dinyatakan yang artinya: Saya dititah oleh Rasulullah Saw buat penyembelihan unta-untanya,
mambagi-bagikan kulit dan dagingnya dan saya dititahkan agar tidak memberikan sesuatupun daripadanya kepada tukang
potong (HR, Jamaah).
Ketujuh, orang yang berqurban boleh memakan sebagian dari daging qurbannya, hal ini dinyatakan dalam firman Allah
yang artinya: Supaya mereka mempersaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah
pada hari yang ditentukan (Hari Adha dan Tasyrik) atas riski yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang
ternak. Maka makanlah sebagian daripadanya dan (sebagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara
lagi fakir (QS 22:28).
HIKMAH QURBAN
Setiap yang diperintah Allah Swt kepada kaum muslimin, pasti mengandung banyak hikmah atau pelajaran serta manfaat,
baik bagi orang yang melaksanakan perintah tersebut maupun bagi masyarakat di sekitarnya, bahkan manfaat itu tidak
hanya di dunia, tapi juga di akhirat kelak, demikian pula halnya dengan Ibadah qurban. Ada beberapa hikmah dan
manfaat dari ibadah qurban ini yang harus kita raih. Pertama, pahala yang amat besar, yakni diumpamakan seperti
banyaknya bulu dari binatang yang disembelih, ini merupakan penggambaran saja tentang betapa besarnya pahala itu,
hal ini dinyatakan oleh Rasulullah Saw yang artinya: Pada tiap-tiap lembar bulunya itu kita memperoleh satu
kebaikan (HR. Ahmad dan Ibnu Majah).
Kedua, terjalinnya hubungan kepada Allah Swt yang semakin dekat, apalagi kalau penyembelihannya dilakukan sendiri,
karena ibadah ini memang untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt.
Ketiga, menumbuhkan dan memantapkan rasa solidaritas sosial dengan sesama kaum muslimin sehingga diharapkan kesenjangan
sosial antara yang mampu dengan yang kurang atau tidak mampu bisa dijembatani, apalagi dalam kondisi krisis ekonomi
yang berkepanjangan seperti sekarang, ditambah dengan konflik yang terjadi di masyarakat seperti peperangan antara
umat Kristen dengan umat Islam di Ambon dan Maluku yang amat memerlukan bantuan kita sebagai sesama muslim.
Keempat, mendidik kita untuk menjadi orang yang pandai bersyukur atas segala kenikmatan yang Allah berikan kepada
kita sebagaimana yang sudah disebutkan di dalam surat Al Kautsar di atas. Bersyukur akan membuat kenikmatan yang
akan kita peroleh bertambah banyak, baik bertambah banyak dari segi jumlahnya atau paling tidak meskipun yang kita
peroleh sedikit rasanya terasa begitu banyak.
Kelima, membuktikan bahwa kita termasuk orang-orang yang taat dalam melaksanakan perintah Allah, karena hal ini
merupakan salah satu perintah Allah yang harus dilaksanakan dalam kaitan dengan harta yang kita miliki, bila hal
ini dilaksanakan, kita termasuk ke dalam kelompok orang-orang yang beruntung, Allah berfirman yang artinya: Maka
bertaqwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupan kamu, dengarlah dan taatlah; nafkahkanlah yang baik untuk diri
kamu; dan siapa yang dipelihara dirinya dari sifat kekikiran, merekalah orang yang beruntung (QS 64:16).
Keenam, membuktikan bahwa kita memiliki kesadaran sejarah, khususnya sejarah para Nabi dan Rasul yang dalam perjuangannya
pasti menuntut adanya pengorbanan, baik dengan jiwa maupun harta. Kesadaran sejarah ini akan membuat kita berusaha
semaksimal mungkin mengorbankan apa yang kita miliki dan sangat kita butuhkan untuk digunakan di jalan Allah, bukan
mengorbankan sesuatu yang sebenarnya sudah tidak kita perlukan lagi. Dalam konteks perbaikan negara yang dilanda
krisis, kebijakan pertama yang dilakukan oleh Umar bin Abdul Aziz ketika diangkat menjadi khalifah adalah yang
terkait dengan dirinya, bukan yang terkait dengan rakyatnya, yakni keharusan bagi dirinya untuk menyerahkan harta
yang dimilikinya kepada baitul maal, bukan kebijakan kenaikan gaji dirinya sebagai pejabat.
Dengan demikian, manakala ibadah qurban ini dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, akan semakin mantap kedekatan kita
kepada Allah Swt dan dengan sesama muslim. Hal ini merupakan modal yang sangat berharga dalam menghadapi hari-hari
mendatang yang penuh dengan tantangan.
Drs. H. Ahmad Yani
Email: <mailto:ayani@indosat.net.id>ayani@indosat.net.id
|