Suara Hidayatullah : Februari 2000/Syawal-Dzulqa'dah 1420  

Mega Proyek Kristenisasi

Seribu jurus penyebaran agama Kristen. Targetnya, seluruh ummat manusia harus memeluk agama Kristen.

Usman, seorang pensiunan pegawai negeri yang tinggal di kawasan Rawamangun Jakarta, beberapa bulan silam menceritakan pengalaman menariknya kepada Sahid dan sesama jamaah mushalla dekat rumahnya.

Pagi, ketika ia sedang membaca koran di teras, datang dua pemuda. Mereka memperkenalkan diri sebagai aktivis gereja, hendak menyampaikan `kabar gembira dari Tuhan'. Usman pun menolak dengan halus, “Saya Muslim, tidak bersedia dan sebentar lagi saya pergi,” katanya.

Tapi kedua pemuda itu tak beringsut. “Biarpun Bapak Muslim, tidak jadi masalah, karena ini sekadar kabar gembira dari Tuhan Yesus,” bujuk mereka.

Menurut Usman, cara kristenisasi seperti itu pernah dialaminya ketika muda. “Ternyata sekarang masih berlangsung,” ujarnya heran.

Usman masih lumayan, ia tak mengalami paksaan seperti dialami Khairiyah Enniswah alias Wawah, siswi MAN 2 Padang. Sebagaimana sudah diungkap majalah ini (Sahid, edisi Agustus 1999), bulan Maret tahun silam gadis berjilbab itu bernasib tragis. Ia diculik, diperkosa dan dipaksa masuk agama Kristen oleh komplotan aktivis sebuah gereja di Padang.

Kontan kasus Wawah menghebohkan rakyat Sumatera Barat. Karena di daerah yang bersemboyan 'adat bersendi syara', syara' bersendi Kitabullah' ini ternyata kelompok minoritas nekad melakukan tindakan kristenisasi yang melanggar hukum dan hak asasi manusia.

Info yang diterima Sahid dari DDII dan Yayasan Ulul Albab Jakarta, sebuah lembaga kajian Kristologi, dalam beberapa tahun terakhir missi Kristen memang kian berani melakukan pemurtadan secara tidak fair. Selain cara-cara pembagian santunan sosial yang sudah klasik, kini mereka menyebarkan brosur-brosur menyerupai buletin dakwah Islam. Isinya justru mengajak orang masuk Kristen, dengan cara memelintir penafsiran terhadap al-Qur'an. Nama lembaga penerbit yang tercantum di brosur pun mengecoh, seperti `Dakwah Ukhuwah' serta `Iman Taat kepada Shirathal Mustaqim'.

Sebelum itu mereka juga sudah mengeluarkan Bibel (Injil) berbahasa Arab dan berbahasa daerah. Bibel berbahasa Arab dibuat sedemikian rupa sehingga bagi yang tak mengerti dikira al-Qur'an.

Cara lainnya adalah penggunaan atribut yang biasa digunakan orang Islam. Di hari Natal lalu SCTV menayangkan siaran langsung acara misa di Gereja Betawi Kampung Sawah Jakarta. Tampak jemaat prianya berpeci dan berbaju Melayu (koko), sementara jemaat wanitanya berkerudung. Kontan acara ini membuat warga Muslim Betawi tersinggung, lalu protes membanjiri SCTV, hingga stasiunTV itu meminta maaf.

Dalam Islam, praktik tasyabuh (menyerupai kelompok lain) dilarang Rasulullah, tapi di kalangan Kristen jadi siasat.

Selain kelompok Gereja Betawi, cara itu juga diterapkan oleh sebuah denominasi (aliran) baru Kristen di Indonesia, namanya Kanisah Ortodoks Syria (KOS). Seperti telah diungkap Sahid pada edisi khusus September 1999, para pengikut KOS pakaiannya mirip Muslim, ada peci dan kerudung. Tata cara ibadahnya juga nyaris sama dengan shalat. Ada ruku' dan sujudnya. Bahasanya pun bahasa Arab. Singkat kata, kalau orang belum pernah tahu KOS, pasti mengira mereka Muslim.

Fenomena terakhir, belakangan ini di bus-bus kota di Jakarta banyak pengamen yang menyanyikan lagu-lagu gereja dan rohani Kristen. Kalau ditegur agar menyanyikan lagu lain yang netral mereka menolak, bahkan kerap mengajak berkelahi, seperti diceritakan oleh seorang warga Jakarta di kolom Surat Pembaca Sabili (15 Desember 1999).

Meski ada setumpuk data begitu, pihak gereja tak mau mengakui itu sebagai praktik kristenisasi. Bahkan menurut Sekretaris Umum PGI, Pendeta Dr JM Pattiasina, tuduhan kristenisasi itu hanyalah isu. “Isu begitu bukan hal yang baru,” katanya.

Kalaupun ada, menurut Ketua PGI, AA Yewangoe yang dikutip Tekad, itu dilakukan kalangan Evangelicals, denominasi dari Protestan yang sering bertindak ekstrem dalam menyebarkan agamanya. “Kawan-kawan itu ada yang agresif. Malah bagi-bagi traktat (selebaran) segala, baik di pasar maupun tempat lain.“ Menurut Yewangoe cara itu ditolak PGI, karena dianggap tidak beradab dan memaksa.

Penolakan senada juga diungkap oleh tokoh Katolik Dr Franz Magnis-Suseno SJ. “Dalam penyebaran agama ada aturan tersendiri. Kami tidak diperbolehkan membujuk atau mendatangi orang yang tidak minta penjelasan tentang Kristen. Apalagi memaksa orang yang beragama agama lain,” kata Magnis, seperti dikutip Dialog Jumat Republika.

Missi Internasional di Dunia Islam

Penolakan para tokoh Nasrani ini bertentangan dengan sejumlah situs lembaga missi Kristen di internet. Mereka justru telah mempublikasikan adanya usaha besar-besaran mengkristenkan masyarakat dunia, termasuk kepada kaum Muslim Indonesia.

Seperti bisa dilihat pada situs internet Bethany Online (http://www.bethany.com/), denominasi Kristen yang berpusat di Amerika Serikat ini telah mencanangkan proyek besar bernama Joshua Project 2000 untuk mengajak seluruh ummat manusia memeluk Kristen.

Dalam proyek itu mereka hendak membangun gereja di setiap kelompok masyarakat dan gospel untuk setiap orang, sejak tahun 2000 ini. “A church for every people and the Gospel for every person by the year 2000,” tulis Luis Bush, Direktur Internasional AD2000 & Beyond Movement

Pada situs itu juga dijelaskan berbagai hal tentang usaha pengkristenan ummat Islam di seluruh dunia, lengkap dengan target dan data prestasi yang telah dicapai. Itu tertuang dalam naskah `Missi Kristen di Dunia Islam'.

Mereka mengajak ummat Kristen berdoa agar ummat Islam keluar dari `kesesatannya', berpindah ke agamanya. “Berdoalah untuk mereka yang tersesat... Setan telah membangun tembok-tembok yang menutup ummat Islam dari terang Tuhan,” begitu tulisannya.

Hebatnya, mereka memiliki data lumayan lengkap, tentang karakteristik seluruh bangsa dan suku bangsa yang ada di muka bumi ini, termasuk berbagai suku bangsa di Indonesia, yang menjadi target missi mereka.

Khusus Indonesia, mereka memiliki data base sekitar 92 suku yang hendak dikristenkan, mulai dari yang besar seperti Aceh, Minangkabau, Sunda, Jawa, dan Bugis hingga yang kecil seperti suku Cia-Cia dan Wolio di Buton yang 95% beragama Islam. Semua data ini diinventarisasi oleh lembaga Christian Information Network yang berkedudukan di Colorado Springs (AS).

Lembaga missi Kristen dalam negeri ada juga yang punya megaproyek seperti itu, antara lain Yayasan Kristen Doulos (YKD), yang beberapa saat lalu markasnya dibakar massa. Dalam situsnya di internet (www.doulos.or.id) lembaga tersebut mengaku punya sejumlah proyek besar yang akan dimulai tahun 2000 ini.

Di bawah lambang bola dunia bertuliskan Doulos Misi Sejagat (Doulos World Mission) YKD telah mencanangkan sepuluh proyek missi untuk mengkristenkan 125 suku terasing Indonesia dalam waktu singkat, antara lain The Jericho 2000 Project yang akan menangani Jawa Barat, The Karapan 2000 (Race 2000) Project untuk Jawa Timur, The Mandau 2000 Project untuk Kalimantan Barat, serta The Sriwijaya 2000 Project untuk daerah Riau. Untuk itu sedang disiapkan 2.500 tenaga misionaris terlatih.

Menilik dari nama-nama proyeknya, nampak ada keterkaitan antara proyek YKD dengan Joshua Project 2000 yang ditangani lembaga missi internasional Bethany. Dari nama-nama suku yang ditargetkan Doulos, seperti ditulis Tekad, memang banyak kesamaan dengan yang ditargetkan Bethany (lihat http://www.bethany.com/profiles/c_code/indones.html).

Kristenisasi di Indonesia

Bagi kalangan missionaris, usaha penyebaran agama Kristen paling sulit dilakukan di dunia Islam, karena sejak awal kedatangan mereka kaum Muslim sudah mengenal siapa gerangan orang Nasrani dan missinya dari paparan al-Quran.

Seorang missionaris WHT Gairdner, dalam bukunya The Reprouch of Islam (1909) menulis, “Islam adalah satu-satunya agama besar yang datang setelah Kristen; satu-satunya agama yang tegas-tegas mengklaim untuk memperbaiki, menyempurnakan dan menggantikan ajaran Kristen; satu-satunya agama yang secara gemilang telah mengalahkan Kristen pada masa lalu; satu-satunya agama yang dengan serius memperselisihkan dunia dengan Kristen; satu-satunya agama yang di berbagai belahan dunia mencegah dan menang atas Kristen.”

Meski begitu mereka tak patah semangat untuk melakukannya, sejak berabad-abad lalu, kini dan mendatang. Seperti ditulis dalam situs Bethany Online, program kristenisasi di dunia Islam mulai dilakukan tatkala Perang Salib masih berlangsung di abad ke-13. Raymond Lull (1232-1315) adalah seorang missonaris pertama yang menggarap ummat Islam. Pria kelahiran Spanyol ini tak percaya bahwa Perang Salib merupakan cara yang benar untuk menghadapi tantangan Islam. Dia lebih percaya pada efektivitas gerakan missi untuk menundukkan kaum Muslimin ketimbang dengan pedang.

Lull pergi ke Tunisia pada usia 40 tahun. Sesudah melakukan debat publik tentang nilai-nilai Islam dan Kristen, ia dilempari batu dan diusir. Pada usia 75 ia kembali ke Afrika Utara, dekat Aljazair. Di sini dia dipenjara selama 6 bulan sesudah debat publik juga. Tidak kapok-kapoknya, pada usia 82 tahun ia kembali ke Tunisia dan berhasil meng-Kristen-kan beberapa orang hingga ia dirajam sampai mati pada tahun 1315.

Langkah Lull diikuti oleh para pejuang missi Kristen di seluruh dunia dengan derma dan `penyampaian berita gembira'. Salah seorang missionaris mereka yang terkenal adalah Sammuel Zwemmer (1867-1950). Orang Amerika ini berlayar ke Arab tahun 1890. Ia tinggal di Kairo selama 17 tahun, menghasilkan ratusan dokumen berbahasa Arab. Tetapi sesudah hampir 40 tahun menggarap Mesir ia hanya berhasilkan mengkristenkan kurang dari selusin orang saja.

Untuk kasus Indonesia, missi Kristen masuk ke negeri ini bersamaan dengan missi pelayaran bangsa-bangsa Eropa ke dunia Timur. Mereka datang dengan semboyan tiga G: gold, glory, gospel (emas, kejayaan, missi Kristen).

Seperti ditulis sejarawan Dr Aqib Suminto dalam buku Politik Islam Hindia Belanda, agama Kristen mulai diperkenalkan oleh para pelaut Portugis yang datang ke dunia Timur pada abad ke-16, sambil masih membawa semangat Perang Timur dimulai oleh Perserikatan Maskapai Hindia Timur (Vereenigde Oost-Indische Compagnie, VOC), mencari rempah-rempah nan mahal harganya. Meski begitu VOC tidak melupakan misi penyebaran agama Kristen dalam setiap ekspedisinya.

Tahun 1605 orang-orang Portugis diusir dari Maluku oleh VOC. Begitu pula Spanyol dan Inggris berhasil ditaklukkan dalam peperangan semasa 1605-1623, sehingga berbagai koloni Spanyol dan Portugis di Nusantara bagian timur itu —kecuali Timor Timur— jatuh ke tangan Belanda. “Para Calvinis Belanda lalu memaksa orang-orang Katolik yang mereka temui untuk masuk agama Protestan yang menandai runtuhnya gereja Katolik di Indonesia Timur,” kata pakar Perbandingan Agama, Alwi Shihab.

Di bawah VOC, agama Kristen didominasi oleh Gereja Reformasi. VOC menyatakan bahwa Kristen apapun tidak boleh dipraktikkan di wilayah ini kecuali Gereja Reformasi Belanda. Belanda benar-benar menentang dan ingin menghancurkan apa saja yang sebelumnya dibangun oleh orang-orang Katolik.

Meski demikian, karena VOC adalah perusahaan dagang, perhatiannya terhadap missi Kristen kurang serius, sehingga mengecewakan orang-orang Kristen Belanda sendiri. Di Jawa, selama dua abad VOC menghindari pendekatan pada orang-orang Jawa agar berpindah ke agama Kristen, karena khawatir mengganggu kepentingan dagangnya. Satu jasa VOC yang besar buat kegiatan missi adalah sokongan penerbitan Bibel dalam bahasa Indonesia.

Baru setelah VOC bubar (1798) dan kekuasaan diambil alih oleh pemerintah Belanda, semangat Kristen kembali berkobar. “Sejak itu agama Kristen berhasil meraih apa yang dulu tertelantarkan. Dan akhirnya agama itu kembali memperoleh kekuatannya dan berhasil mempertahankan cengkeramannya di wilayah ini hingga sekarang,” tulis Alwi Shihab.

Setelah berhasil mengatasi Katolik, pemerintah Belanda memusatkan perhatian menghadapi kelompok pribumi yang beragama Islam. Sebab, menurut Aqib Suminto, bagi Belanda penghalang utama kekuasaan kolonialnya adalah agama Islam dan pemeluknya.

Ini bisa dilihat dari pernyataan para politisi dan birokrat pemerintahan Belanda. Anggota parlemen Belanda, Van Bylandt (1905) misalnya, setiap tahun selalu memperingatkan berbahayanya pengaruh Islam dan menghendaki digalakkannya propaganda Kristen.

Pada tahun 1901 Kerajaan Belanda menyatakan, “Sebagai bangsa Kristen, Belanda punya kewajiban meningkatkan kondisi orang-orang Kristen pribumi di kepulauan Nusantara, untuk memberi bantuan lebih banyak lagi kepada kegiatan-kegiatan missi.”

Masalahnya, semakin kuat usaha kristenisasi, semakin kuat pula tantangan dari ummat Islam. “Karena aksi zending dan missi-lah, maka ulama yang pada umumnya tenang-tenang dalam lingkungannya, kemudian mengadakan reaksi yang hebat,” tulis pengamat Belanda, EB Kielstra.

Menurut V Spiegel, seperti disitir Aqib, demikian hebat reaksi itu sehingga dalam konferensi umum zending Belanda tahun 1911 muncul keluhan aktivis zending tentang kaum Muslimin, “Mengapa Tuhan mengizinkan dan membiarkan lawan yang demikian hebat.”

Membendung Arus

Agak berbeda dengan pendekatan Portugis yang cenderung memaksa, pemerintah dan lembaga missi Belanda melakukan usaha kristenisasi dengan pendekatan sosial. Yakni dengan menggiatkan usaha amal sosial seperti membangun lembaga pendidikan, lembaga kesehatan, panti asuhan dan sebagainya. Pemerintah kolonial Hindia Belanda menyokong penuh usaha tersebut dengan dukungan moral dan materi.

Meski berdalih kemanusiaan, cara-cara yang dilakukan missi Kristen ini sering menyakitkan ummat Islam di Jawa saat itu. Misalnya dengan memberikan derma santunan sosial kepada kaum miskin sembari dibujuk masuk agama Kristen. Sehingga Kartini, putri bangsawan Jawa yang tidak berasal dari kalangan santri pun dalam suratnya kepada pejabat pemerintah kolonial Belanda EE Abendanon mengungkapkan protesnya.

“Bagaimana pendapatmu tentang zending (diakonia), jika bermaksud berbuat baik kepada rakyat Jawa semata-semata atas dasar cinta kasih, bukan dalam rangka kristenisasi? ...Bagi orang Islam, melepaskan keyakinan sendiri adalah sebesar-besarnya dosa. Pendek kata, boleh melakukan zending (diakonia), tetapi jangan mengkristenkan orang! Bisakah?” ungkap Kartini.

Dampak dari missi Kristen yang demikian itu, kaum Muslimin di Jawa, khususnya di Yogyakarta, merasa berkewajiban menghentikan atau setidaknya membatasi merebaknya missi-missi Kristen.

KH Ahmad Dahlan memandang, upaya membatasi kristenisasi jangan dengan jalan kekerasan, tetapi dengan jalan menyaingi missi-missi Kristen itu. Untuk itu ia mengajak rekan-rekannya untuk mendirikan sekolah, panti asuhan, klinik dan lembaga-lembaga sosial Islam di seluruh Indonesia, sebagaimana dilakukan missi Kristen. Usaha inilah, menurut Alwi Shihab, yang menjadi cikal-berdirinya persyarikatan Muhammadiyah.

Sejak itu kalangan Muhammadiyah dan sejumlah ormas Islam lainnya gencar mengumpulkan dana zakat, infaq dan shadaqah (ZIS) untuk membangun sarana sosial bagi ummat Islam. Lambat laun berdiri sekolah, klinik, rumah sakit serta panti asuhan di seluruh Indonesia.

Menghadapi tantangan itu tentu missi Kristen tak tinggal diam. Mereka pun menggiatkan pembangunan berbagai sarana missinya. Apalagi soal dana mereka tak pernah kekurangan. Suplai dana dari luar negeri seperti air bah yang tercurah dari langit.

Ada fenomena menarik di dunia Barat. Meski budaya mereka kini cenderung sekuler, kepedulian terhadap missi gereja masih tetap ada. Seperti di Jerman, meski pemerintah negara itu menganut sistem sekuler, pemerintah mewajibkan setiap warganya yang beragama Kristen untuk menyisihkan sekitar 10% dari pajak penghasilannya untuk kas gereja.

Wahyu Sediono, warga Indonesia di Jerman, dalam forum diskusi internet Islamic Network membenarkan adanya Kirchensteuer atau pajak untuk gereja itu. “Besarnya tergantung dari masing-masing pendapatan yang dikenai pajak. Di lingkungan Gereja Protestan di Berlin-Brandenburg (EKIBB) besarnya 9 % dari perkiraan pajak pendapatan,” ungkap Wahyu mengutip sumber EKIBB.

Dana seperti inilah yang dikirim ke berbagai negara untuk mendukung missi Kristen, seperti pembelian pesawat terbang untuk para aktivis gereja di pedalaman Kalimantan dan Papua Barat (Irian Jaya).

Dalam hal dana dakwah, ummat Islam memang masih `ketinggalan kereta'. Kalau di negara sekuler ada `pajak gereja', di kalangan Islam `pajak masjid' yang berupa zakat, infaq dan shadaqah (ZIS) yang hanya 2,5 % dari pendapatan itu sulit terkumpul.

Jadi, sampai kapan hendak `ketinggalan kereta' terus?

 

Simak juga:
  • Islam-Kristen, Konflik yang Tak Pernah Selesai
  • Hubungan Islam-Kristen dari Masa ke Masa
  • Mega Proyek Kristenisasi
  • Sampai Kapan Konflik Akan Selesai?