KOMPAS, Senin, 27 Januari 2003
Kupon Putih dan Motor "Bodong" Menanti Langit Runtuh
ORANG bilang hukum tetap tegak meskipun langit runtuh. Di daerah yang didera
rangkaian konflik berkepanjangan, seperti Ambon dan sekitarnya, langit memang
belum runtuh, tetapi hukum belum dapat tegak lagi. Pada menit pertama berada di
Ambon, Anda sudah dapat merasakan itu saat melihat bebasnya sepeda motor tanpa
pelat nomor polisi berseliweran di jalan-jalan protokol.
Anda juga dapat melihat maraknya perjudian toto gelap (togel), yang di Ambon
disebut kupon putih, di tiap sudut kota. Tiap pagi hingga sore, bocah-bocah
berkeliaran menawarkan selembar kertas yang mereka sebut "Unyil" seharga Rp
1.000, harga yang sama untuk pemasangan minimal kupon putih. "Unyil" adalah
fotokopian kode kupon putih yang akan diundi pada malam harinya.
Di Ambon dan sekitarnya, sedikitnya terdapat tiga bandar kakap kupon putih. Mereka
adalah Ti (ada beberapa macam kupon putih di Ambon dengan bandar berbeda-beda),
Ti adalah bandar terbesar dengan kupon putih berkode TS, Bc, dan LS. Polisi sebagai
aparat penegak hukum seakan tutup mata dan telinga menyaksikan sepak terjang
bandar-bandar kupon putih itu.
Menjamurnya penjual kupon putih yang menggelar meja di sudut-sudut kota dan
bocah-bocah yang menjajakan "Unyil" itu dimeriahkan pula dengan sejumlah aparat
keamanan berseragam TNI yang turut memasang (membeli) kupon putih. Lengkap
dengan seragam hijau loreng, mereka tidak perlu lagi sembunyi-sembunyi saat
memasang kupon putih.
Seorang aparat TNI yang dijumpai Kompas saat memasang mengaku, pada hari Natal
lalu dia dan beberapa temannya datang bersilaturahmi ke rumah bandar Ti, dan
pulang dengan membawa "THR" (tunjangan hari raya). "Kita di sini stres, Bos. Ini
cuma salah satu hiburan kita, sambil adu nasib, siapa tahu rezeki lagi bagus," kata
aparat TNI tersebut, saat dijumpai di kawasan Chitra, pekan pertama Januari.
Meski tidak ada data yang mendukung, perputaran uang judi kupon putih di Ambon
pasti sangat besar. Penjual kupon putih yang menggelar meja di belakang Hotel
Amans mengaku, setiap hari sedikitnya menerima uang Rp 500.000 dari pemasangan
kupon putih dua, tiga, dan empat angka. Menurut pengakuannya, dari hasil penjualan
setiap harinya dia menerima komisi sekitar 15 persen.
Sama maraknya dengan kupon putih yang dijual bebas di mana-mana, motor
"bodong" (tanpa dilengkapi surat-surat dan pelat nomor polisi) pun berseliweran bebas
di mana-mana dengan pengemudi tidak menggunakan helm. Seorang penarik ojek
motor mengaku, Suzuki Shogun yang sehari-hari dipakainya menarik ojek tidak
dilengkapi Bukti Pemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB) dan Surat Tanda Nomor
Kendaraan (STNK). "Motor ini saya beli tahun lalu di Surabaya. Tiga juta rupiah saja,
murah kan?" katanya sambil berbisik.
Jangan-jangan motor curian? "Seng (tidak) masalah," jawabnya singkat.
Kepala Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Maluku Agustin de Fretes mengaku,
Dispenda Maluku tidak memiliki data jumlah kendaraan bermotor di Maluku. "Kita
dalam beberapa tahun ini kan dalam kondisi konflik, sehingga kami tidak tahu berapa
banyak kendaraan yang keluar daerah dan berapa banyak yang masuk," katanya.
Berapa besar tunggakan pajak kendaraan bermotor sebelum kerusuhan pun,
Dispenda tidak memiliki data. "Saya tidak bisa memberi penjelasan mengenai itu,
sebab saya duduk di dinas ini baru sejak Agustus 2001. Dalam kondisi konflik, data
hilang karena terbakar. Kami harus mulai lagi dari nol untuk mendata berapa banyak
kendaraan yang ada di Provinsi Maluku ini," kata Agustin.
Data yang dikuasai Agustin hanyalah penerimaan pajak kendaraan bermotor tahun
2001 dan 2002. Tahun 2001, katanya, penerimaan pajak kendaraan bermotor
Dispenda Maluku mencapai Rp 900 juta. Tahun 2002 meningkat sekitar 200 persen,
dengan penerimaan terbesar dari kendaraan roda dua. Selama ini wajib pajak yang
telat membayar pajak kendaraan bermotornya tidak dikenakan denda. "Mulai tahun
2003 ini, pembayaran pajak yang telat akan disertai denda, supaya meningkatkan
kesadaran wajib pajak," kata Agustin.
Penegakan hukum pascakonflik memang ibarat mengurai benang kusut, harus
dilakukan perlahan-lahan. Sementara menunggu hukum kembali tegak, para bandar
kupon putih bisa mengeruk uang masyarakat sebanyak-banyaknya, dan motor
"bodong" hilir mudik sesuka hati. (fey)
Copyright © 2002 PT. Kompas Cyber Media
|