Media Indonesia, Selasa, 07 Desember 2004
OPINI
Tinjauan Buku: Tetesan Darah di Bumi Papua
Selamat Jalan Sang Pemimpin, Menguak Tabir Tokoh Papua Theys Hiyo Eluay,
Frits Ramandey dkk, Pusham UII, 2004.
SIAPA yang tidak kenal dengan Theys Hiyo Eluay? Ia adalah tokoh Papua yang
prokemerdekaan Papua dan membenci kekerasan. Namun, siapa yang sangka bila ia
harus tewas karena kekerasan terhadap dirinya sendiri. Ia ditemukan tewas di dalam
mobilnya yang terjerembab ke jurang pada Minggu, 11 November 2001. Saat itu,
rakyat Papua amat berduka atas meninggalnya tokoh mereka, Theys.
Untuk selalu mengingat perjuangan Theys pada kemerdekaan Papua serta tragedi
tewasnya Theys, sembilan aktivis Papua, yakni Frits Ramandey, Paskalis, Keagop,
Cunding Levi, Joost W Mirino, Gabriel Maniagasi, Erwin Tambunan, Sali Pelu, Moh
Kholifan, dan Robert V Subiyat menulis sebuah buku yang berjudul, Selamat Jalan
Sang Pemimpin, Menguak Tabir Kematian Tokoh Papua Theys Hiyo Eluay.
Buku dengan sampul berwarna hitam dan juga menampilkan foto Theys ini berisi
kisah-kisah, mulai dari kisah tewasnya sang tokoh, hingga perjuangan rakyat Papua
untuk mengusut kematian Theys.
Dengan membaca buku yang bertebal 143 halaman ini, kita jadi tahu awal dari
tewasnya Theys yang saat itu habis merayakan ulang tahunnya yang ke-64.
Kepergian Bapa Theys --begitu ia sering disapa-- berawal saat Sabtu, 10 November
2001, sehabis mengikuti acara di Markas Komando Pasukan Khusus (Kopassus)
Tribuana Hamadi, Jayapura. Saat dalam perjalanan pulang, ia sempat menghubungi
istrinya, Yaneke Ohee Elluay. Namun, tak lama kemudian, Ari yang menjadi sopir
Theys mengabarkan kalau ia dan Theys tengah diculik. Begitulah, esoknya Theys
ditemukan tewas di dalam mobilnya yang tersungkur ke jurang dan Ari tidak
ditemukan hingga saat ini.
Buku yang terdiri dari dua bab ini, akan membeberkan secara lengkap rekaman
peristiwa tewasnya Theys serta pengusutan terhadap peristiwa itu. Selain itu, buku
yang diterbitkan oleh Pusham UII ini juga dilengkapi dengan kisah perjuangan Theys
atas kemerdekaan Papua.
Siapa sebetulnya Theys? Orang mengenal Theys sebagai sosok yang melambangkan
semangat untuk berdiri sederajat. Theys adalah orang yang percaya bahwa konflik tak
bisa dilerai dengan cara-cara kekerasan.
Kekerasan hanya kan membuahkan kekerasan serupa, yang dengannya bisa jadi
menjauhkan didapatnya solusi. Papua bukanlah sebuah zona yang tanpa konflik. Di
sana tumbuh industri yang menyengat dan eksploitatif. Di bawah bayang-bayang
imperialisme modal, Papua melewati hari-harinya dengan banyak penindasan.
Itulah yang kemudian membuat posisi Theys menakutkan sebagian kalangan. Ia
mungkin dipandang sebagai penghalang kelancaran proses akumulasi kapital. Ia bisa
jadi dinilai sebagai pihak yang bisa menyatukan semua kekuatan rakyat. Ia adalah
tokoh yang agak sulit untuk menerima sesuatu secara apa adanya. Suara bisu akan
penindasan selama ini coba diredam mendapat kekuatan ketika Theys berdiri tegak.
Ia berdiri di posisi yang membuatnya kurang bisa diterima sebagian orang yang
menginginkan kemapanan.
Banyak warga Papua tidak mau menerima begitu saja sejarah panjang 'penyelesaian'
persoalan-persoalan di tanah Cendrawasih. Sejarah ini menuai banyak korban dan
pelanggaran berat HAM. Salah satunya adalah pembunuhan atas Theys. Kematian
Theys mengantarkan kita pada keyakinan bahwa ada sesuatu di balik tragedi yang
mengenaskan ini. Ia, Theys, telah mengangkat kesangsian kita akan jaminan bagi
rasa aman warga dan ketidakpercayaan akan dilindungi dan ditegakkannya nilai-nilai
HAM.
Buku ini menjadi menarik karena ditulis oleh mereka yang memiliki pengalaman
panjang dalam pergulatan Papua. Mereka adalah sekelompok aktivis yang menyoroti
peristiwa dengan tanda tanya. Pada tragedi kelabu pembunuhan Theys, sangat naif
bila pelakunya tak ketahuan sama sekali. Di zaman di mana pergesekan informasi
dan data berlangsung cepat, mustahil sebuah tragedi bisa disembunyikan. Membaca
buku ini, dengan cepat kita dapat menebak jalannya peristiwa dan memperoleh
gambaran akan tindakan para pelakunya.
Itulah mengapa buku ini mempunyai banyak 'daya kejut'. Karena, selain kita akan
melihat bagaimana buruknya kekuasaan yang diselewengkan, kita juga akan
menyaksikan bahwa pelanggaran HAM di negeri ini berlangsung dengan sistematis.
Tak mengherankan bila pelanggaran HAM di sini melibatkan berbagai institusi dan
petugas-petugas lapangan yang tangkas dan piawai. Dan dibalik peristiwa
pembunuhan atas tokoh seperti Theys, kita akan melihat bagaimana peta persoalan
di Papua, yang melibatkan beragam faktor dan pelaku. Di sinilah buku ini dapat
memberi masukan yang bermanfaat khususnya bagi aktivis HAM. Nerma Ginting
Copyright © 2003 Media Indonesia. All rights reserved.
|