The Cross

 

Ambon Berdarah On-Line
News & Pictures About Ambon/Maluku Tragedy

 

 


 

 

 

Radio Netherland Hilversum


Radio Nederland Wereldomroep, Kamis, 9 Desember 2004

Situasi di Papua Ibarat Api Dalam Sekam

Kebijakan membagi Papua menjadi tiga propinsi serta kekerasan militer yang masih terus berlangsung, yang terakhir operasi militer di Puncak Jaya, semakin membuat warga Papua antipati terhadap Indonesia. Situasi di Papua saat ini ibarat api dalam sekam, yang siap terbakar. Apabila ini sampai terjadi, maka masalah Papua akan menjadi masalah internasional, bukan hanya sekedar separtisme. Mengapa demikian? Berikut penjelasan John Rumbiak Koordinator Advokasi Internasional bagi organisasi hak-hak azasi manusia Elsham.

John Rumbiak: Pemerintah Indonesia saat ini mesti sadar bahwa selama 40 tahun rakyat Papua menjadi bagian dari Republik Indonesia, tidak ada keuntungan apapun yang dialami oleh rakyat Papua. Selama 32 tahun di bawah administrasi Soeharto dan sambung lagi dengan administrasi Habibie, Gus Dur, dan kemudian Megawati, yang dialami oleh rakyat Papua adalah: nomor satu pembantaian terus menerus yang menyebabkan seratus ribu orang ! Papua dibunuh selama 40 tahun lalu.

Yang kedua, Papua dipandang oleh Jakarta sebagai periferi yang terus menerus dieksploitasi untuk kepentingan sekelompok elit di Jakarta. Meninggalkan orang Papua termarjinal, miskin, dan kultur mereka sebagai orang Melanesia itu harus diakui. Mereka bukan orang Asia. Mereka bukan orang Melayu. Mereka orang Melanesia yang secara kultur mengidentifikasi diri sebagai bagian dari pasifik. Ini masalah psikologis di mana mereka merasa lebih berorientasi ke pasifik, dipotong oleh kepentingan politik, ideologi sebuah negara Republik Indonesia.

Itu terbangun sampai ke tingkat tertentu di mana mereka mulai merasa bahwa meskipun politik Indonesia yang sekarang diterapkan untuk pecah belah mereka, termasuk yang mendukung pembagian Papua menjadi beberapa propinsi. Mau mulai tanya dari seorang gubernur sampai dengan rakyat biasa di Papua, kalau dia mesti secara jujur jawab kepada anda, dia akan katakan bahwa 'I want to be free' (Saya ingin merdeka, Red).

Ini fenomena yang bukan hal baru. Dia terjadi di Afrika Selatan, dia terjadi buat kaum kulit hitam di Amerika yang didiskriminasi oleh kaum kulit putih, terjadi di sejarah manapun. Itu hal biasa yang terjadi dalam bangsa-bangsa tertindas. Saya mau tarik ini ke persoalan internasional karena masyarakat dunia melihat apa yang terjadi di Papua.

Perkembangan politik di Papua saat ini, itu seperti api dalam sekam yang akan meledak oleh kelompok-kelompok kepentingan tadi, yang eksploitasi Papua secara politik untuk kepentingan mereka. Nah, ini sudah menyinggung kepentingan Papua Nugini yang sejak tahun 1984 ketika terjadi gejolak di Papua, 12 ribu orang Papua menyeberang ke Papua Nugini. Sampai sekarang, mereka bermukim di Papua Nugini dan menyebabkan persoalan besar terhadap Papua Nugini.

Ada kekhawatiran dari Australia sendiri tentang perkembangan politik di Papua. Situsai di Papua sudah dilukiskan sebagai bom waktu yang akan meledak, yang akan menyebabkan orang Papua sendiri termasuk satu juta penduduk pendatang, migran di Papua akan terperangkap dalam konflik yang terjadi. Entah orang Papua yang tidak senang dengan militer, kalau tidak sanggup, mereka akan membantai pendatang seperti yang sudah terjadi beberapa waktu lalu. Itu akan menyebabkan konflik yang sangat luar biasa sekali, terutama konflik horisontal. Masyarakat Papua akan membantai pendatang. Alasannya karena gap antara pendatang dengan masyarakat asli di Papua begitu besar sekali, secara ekonomi, sosial, dan lain-lain. Itu satu.

Yang kedua, akibat konflik itu, negara tetangga seperti Papua Nugini akan terkena dampak. Papua Nugini adalah anggota dari Pacific Islands Forum yang melibatkan sekitar 16 negara di kawasan Pasifik Selatan. Mereka itu orang Melanesia. Orang Papua itu orang Melanesia. Indonesia tidak boleh menganggap remeh persoalan ini.

Jangan heran kalau Vanuatu sampai sekarang berbicara keras tentang Papua. Itu karena sentimen Melanesianya sangat kuat sekali. Dan tokoh-tokoh Papua seperti Rekso Matiek, John Ondawame, Andi Ayam Sepa, yang bermarkas di kawasan Pasifik, bekerja lebih dari 20 tahun membangun simpati yang sudah sangat luar biasa sekali di kawasan ini. Jadi jangan heran kalau kemudian pimpinan-pimpinan negara dari Papua Nugini, Vanuatu, Solomon, Fiji, dll, akan mendesak Australia dan Selandia Baru untuk mengambil sikap persoalan Papua. Dan ini akan menjadi persoalan internasional.

Pertanyaan saya kepada pemerintah Indonesia adalah, kalau anda mau mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia, apakah anda akan melanjutkan menggunakan solusi militer untuk menyelesaikan persoalan Papua atau lebih baik wakil pemerintah Indonesia dan rakyat Papua duduk secara damai dan dialogkan persoalan ini. Sehingga kita menempuh win-win approach solution [solusi yang menguntungkan kedua pihak, Red).

Demikian John Rumbiak Koordinator Advokasi Internasional bagi organisasi hak-hak azasi manusia Elsham.

© Hak cipta 2004 Radio Nederland Wereldomroep
 


Copyright © 1999-2002 - Ambon Berdarah On-Line * http://www.go.to/ambon
HTML page is designed by
Alifuru67 * http://www.oocities.org/koedamati
Send your comments to alifuru67@yahoogroups.com
This web site is maintained by the Real Ambonese - 1364283024 & 1367286044