SUARA PEMBARUAN DAILY, 23 Desember 2004
Titik Pandang
Palu
Andreas A Yewangoe
IBU Kota Provinsi Sulawesi Tengah ini kembali tegang. Setelah rentetan peristiwa
penembakan beberapa waktu lalu terhadap seorang jaksa dan Pendeta Susianti
Tinulele, minggu lalu, tepatnya 12 Desember 2004, Palu kembali diguncang oleh
peristiwa penembakan baru. Jemaat GKST Imanuel dan GKST Anugerah-Masomba
yang sedang mengadakan kebaktian minggu Adventus terpaksa berhamburan lari ke
luar karena gedung gereja mereka menjadi sasaran tembakan.
Pendeta Erna Tumakaka yang waktu itu sedang memimpin kebaktian di jemaat
Imanuel dalam percakapan telepon menceritakan, ia baru saja mengucapkan votum
(salam pembuka di mana kehadiran Allah juga diproklamirkan!) dan membacakan nas
pembimbing, ketika tiba-tiba diinterupsi oleh rentetan tembakan-tembakan. Trauma
dengan penembakan terhadap Pendeta Susianti, maka secara reflektif, Pdt Erna
membaringkan diri di atas mimbar.
Memang tragis, ketimbang Allah yang hadir, justru tembakan yang dimuntahkan.
Pada waktu yang hampir bersamaan, pendeta yang memimpin di GKST
Anugerah-Masomba yang berjarak kurang lebih satu kilometer dari GKST Imanuel,
sedang menaikkan doa syafaat ketika tembakan dimuntahkan. Doa syafaat adalah
permohonan kepada Allah bagi kemaslahatan orang lain. Namun doa itu "dijawab"
dengan penyebaran kematian, bukan kemaslahatan.
Sungguh ironis memang, ketika jemaat sedang menanti-nantikan kedatangan kembali
Kristus melalui peringatan Adventus itu, di mana "Allah Beserta Kita" (Imanuel)
hendak dihayati sepenuhnya, sengat maut datang dengan brutalnya. Kelihatannya
perseteruan lama antara "Tuhan Kehidupan" dan "Panglima Kematian" masih terus
berlangsung hingga saat ini. Kapolda Sulteng dengan segera menyatakan
kecolongan, suatu alasan pemaaf yang telah kehilangan makna.
Sungguh mati, kita tidak tahu apa motif yang ada di balik serangan berulang dan
dengan pola yang sama itu. Ketika wartawan menanyakan hal itu kepada MPH-PGI
dalam jumpa pers yang lalu, MPH-PGI hanya menyarankan agar hal itu ditanyakan
saja kepada Pemerintah. Pemerintahlah yang berwenang membuka misteri
penembakan berulang kali itu dan menyiarkannya secara transparan kepada
masyarakat.
Bukankah pemerintahan SBY-MJK telah menjanjikan bahwa tidak akan ada lagi
seorang pun di negeri ini yang merasa tidak terlindungi? Maka kegagalan
mengungkap peristiwa itu, bukan saja memperlihatkan kelemahan Pemerintah, tetapi
juga menjadi preseden tidak menguntungkan, di mana hal-hal luar biasa akan
dianggap biasa-biasa saja di masa depan. Business as usual.
Sementara itu, telah sekian banyak nyawa melayang secara sia-sia. Dalam
pertemuan dengan tokoh-tokoh lintas agama membahas peristiwa Palu itu, Prof Dr
HA Syafi'i Maarif, Ketua PP Muhammadiyah, dengan nada agak kesal menyatakan,
apa pun motivasi di belakang perbuatan itu, itulah perbuatan biadab dan jahanam. Drs
H Masdar F Masudi, salah seorang Ketua PBNU mengatakan, ia sudah kehilangan
kata-kata untuk mengutuk peristiwa itu. Semua perbendaharaan katanya sudah
dikeluarkan, namun peristiwa serupa kembali terjadi.
Memang tidak mudah menyingkap tabir peristiwa-peristiwa yang terjadi di Sulawesi
Tengah itu apabila tidak ada kemauan politik dari Pemerintah. Kita hanya mendengar
desas-desus, terlalu banyak orang yang berkepentingan di sana. Tetapi siapakah
"mereka" itu, tolonglah tanya saja kepada rumput yang bergoyang. Kita hanya
berharap agar masyarakat yang bersemangat "Sintuwu Maroso" itu tidak
terus-menerus menjadi korban dari permainan-permainan di mana mereka sendiri
tidak terlibat di dalamnya.
Kita patut mengacungkan jempol kepada masyarakat Sulawesi Tengah, Islam dan
Kristen yang sampai sekarang tidak terpancing dengan ulah para provokator ini. Ini
adalah modal yang sangat besar bagi upaya perekatan kembali (rekonsiliasi)
masyarakat yang terbelah itu.
Tentu saja berbagai reaksi muncul di mana-mana terhadap peristiwa itu. MPH-PGI
menyampaikan pernyataan yang mendesak pihak-pihak berwenang mengusut para
pelaku penembakan itu. Sementara itu, juga disadari bahwa pernyataan saja tidak
cukup. Pihak MPH-PGI akan menghubungi pihak-pihak berwenang dalam negara ini
agar sungguh-sungguh menyelesaikan persoalan ini secara tuntas.
Di samping itu, MPH-PGI juga menyatakan berada bersama-sama dengan umat
kristiani di Palu, dan mengajak semua umat kristiani di Indonesia untuk berdoa bagi
saudara-saudara di Sulawesi Tengah ini. Selanjutnya diserukan pula agar umat
Kristen di Sulawesi Tengah tetap membangun kerja sama lintas agama guna
mewujudkan sepenuhnya suasana damai dan tenteram di daerah itu.
Pada saat yang sama, dalam Pernyataan "Gerakan Pembaruan Moral Nasional" yang
ditandatangani oleh PP Muhammadiyah, PB NU, KWI dan PGI pada 16 Desember
2004, disampaikan 5 butir sikap: mengutuk peristiwa Palu yang bertentangan dengan
nilai-nilai kemanusiaan dan keagamaan ini, menyatakan simpati kepada para korban,
mendesak Pemerintah/aparat keamanan untuk menangani kasus tersebut dengan
sungguh-sungguh, mengingatkan Pemerintah agar tidak hanya memerangi KKN,
tetapi juga memerangi kekerasan, dan mendorong seluruh umat beragama untuk
terus mengembangkan hubungan dan kerjasama, dan tidak terpancing dengan
peristiwa yang telah terjadi.
Kita yakin, masih banyak orang-orang yang berkehendak baik, dan juga
organisasi-organisasi lain semisal IComRP yang menyampaikan
pernyataan-pernyataannya. Semuanya bertujuan untuk menampilkan suatu suasana
hidup yang penuh dengan damai-sejahtera.
Kecanggihan para provokator adalah bahwa mereka membungkus kejahatan mereka
dalam bungkusan agama, sehingga orang mendapat kesan bahwa yang terjadi adalah
pertentangan agama. Kita jangan terjebak dalam "trick" seperti itu. Pada saat-saat ini
umat Kristiani Indonesia sedang bersiap untuk merayakan Natal. Inilah hari ketika
Allah berjumpa dengan manusia dalam pertemuan yang paling akrab. Allah menjadi
manusia (Inkarnasi). Itu berarti, damai sejahtera mestinya ditampilkan dalam setiap
relasi umat manusia. Sayang, tidak selalu hal itu terjadi. Maka adalah tugas
bersama, juga dengan perjuangan berat untuk sungguh-sungguh mewujudkan
pergaulan antar-manusia, sesama sebangsa dan se-Tanah Air tanpa sekat apa pun
dan bebas dari berbagai prasangka. Selamat merayakan Natal 2004!*
Last modified: 23/12/04
|