detikcom, Senin, 29/12/2003 10:55:00
Manuputty Kabur, Warga Maluku Ajukan Class Action
Reporter : Arifin Asydhad
detikcom - Jakarta, Ketua Umum Front Kedaulatan Maluku (FKM) Alex Manuputty
dibiarkan kabur ke luar negeri. Merasa dirugikan, warga Maluku yang tergabung
dalam Komite Penyelamat Maluku (KPM) mengajukan gugatan class action terhadap
Depkeh dan HAM.
Class action akan didaftarkan pada pukul 11.00 WIB, Senin (29/12/2003) di
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Bertindak sebagai kuasa hukum KPM adalah Tim
Pembela Muslim (TPM).
KPM sendiri merupakan kumpulan warga Maluku yang tinggal di Jakarta yang terdiri
dari kelompok pemuda dan kelompok pengajian. "Mereka telah meminta kami untuk
menjadi kuasa hukumnya. Mereka merasa dirugikan atas kaburnya gembong RMS
Alex Manuputty yang jelas-jelas melakukan tindakan separatis," kata Rahman
Marasabessy, salah seorang anggota TPM saat dihubungi detikcom.
Menurut Rahman, gugatan class action ini ditujukan kepada pemerintah RI cq
Menkeh dan HAM. Alasannya, Depkeh dan HAM, dalam hal ini Imigrasi telah sengaja
melakukan pembiaran terhadap lolosnya Manuputty.
"Padahal, kita semua tahu, terlepas dari proses pengadilan yang digelar dan
mempunyai kekuatan hukum tetap, sebagaimana kasasi MA tertanggal 29 Oktober
2003 yang telah memvonis dan memperkuat pengadilan tinggi dengan menjatuhkan
hukuman penjara 4 tahun," kata Rahman.
Sebelum vonis kasasi turun, Manuputty juga sudah dicekal sejak 27 Desember 2003
selama satu tahun. "Seharusnya masa cekal itu berakhir pada 27 Desember 2003.
Tapi, mengapa pada 22 November 2003, Manuputty sudah berada di AS. Ada apa ini
sebenanya?" tutur Rahman.
Dalam gugatan class action ini, penggugat meminta agar pemerintah menangkap
kembali Manuputty dam ditahan berdasarkan putusan MA tertanggal 29 Oktober
2003. Selain itu, dengan kaburnya Manuputty ini, penggugat menilai UU nomor
9/1992 tentang Keimigrasian tidak dilaksanakan secara maksimal.
"Maka sudah sepatutnya, kami masyarakat Muslim Maluku lewat Komite Penyelamat
Maluku menuntut agar majelis hakim memerintahkan kepada Menkeh untuk
mengembalikan biaya berkaitan dengan diterbitkannya/diundangkannya serta
diberlakukannya UU tersebut, karena ini berakibat pada tidak adanya kepercayaan
terhadap kinerja Menkeh dan HAM," kata Rahman.
Karena itu, pengugat menuntut ganti rugi Rp 10 miliar sebagai pengganti biaya
diundangkannya UU tersebut. Menurut Rahman, uang tersebut nantinya akan
dikembalikan kepada masyarakat Maluku.
Untuk menjamin permohonan ini, menurut Rahman, penggugat meminta kepada
majelis hakim untuk melakukan penyitaan terhadap kantor Menkeh dan HAM. (asy)
© 2003 detikcom, All Rights Reserved.
|