GATRA, Jumat 17 Oktober 2003
Bila Konflik Menjadi Proyek
KONFLIK Poso mereda setelah Deklarasi Malino diteken, Desember 2001. Para wakil
dari kelompok Islam dan Kristen yang berseteru sejak awal 2000 itu sepakat untuk
berdamai, di Malino, kota sejuk di Sulawesi Selatan. Sejak itulah, sejumlah barisan
milisi nonaktif. Pertikaian selama hampir dua tahun itu telah menelan korban sekitar
600 jiwa dari kedua pihak.
Laskar Jihad Ahlussunah Waljamaah adalah salah satu kelompok yang cukup besar
kekuatannya di Poso. Milisi memang tak serta-merta bubar usai Deklarasi Malino.
Namun, pemimpinnya, Ja'far Umar Thalib, Oktober 2002, membubarkan laskar militan
itu atas kesadarannya sendiri.
Laskar Jihad mulai masuk Poso, Agustus 2001. Semula jumlahnya! cuma 600-an
personel. Belakangan kekuatannya bertambah hingga ribuan. Setelah Laskar Jihad
datang, konflik memang kian panas. Sepanjang November 2001 saja, pecah bentrok
terbuka di lima desa Kristen. Laskar Jihad kerap merazia tempat-tempat yang
dianggap maksiat.
Milisi Islam lainnya yang pernah meramaikan Poso adalah Laskar Mujahidin. Seperti
Laskar Jihad, milisi ini banyak menimba pengalaman di medan konflik Ambon. Di
Poso, Laskar Mujahidin membentuk faksi-faksi, seperti Laskar Jundullah, Laskar
Hisbulah, dan Front Perjuangan Umat Islam Poso.
Kelompok yang dikenal paling militan adalah Majelis Zikir Nurulkhairat Poso, yang
dipimpin Ustad Habib Saleh Al-Idrus. Milisi ini pantang mundur. Ketika sejumlah milisi
Kristen dari luar Poso mendekat ke Poso, Majelis Zikir meladeninya. Dalam sebuah
tawuran, Mei 2000, pemimpin milisi Kristen yang biasa dipanggil Lateka tewas di
tangan milisi ini.
Di pihak lain, kelompok-kelompok milisi Kristen berdiri secara sembunyi-sembunyi
dengan militansi yang juga tinggi. Yang terang-terangan, antara lain, Laskar Manguni,
yang berbasis di Manado. Jumlah personelnya sekitar 700 orang. Milisi ini
berseragam hitam dengan ikat kepala merah. Mereka paling terlatih dan mahir
menggunakan senjata api.
Laskar Manguni terbagi tiga kelompok, yakni Divisi Provost yang bertugas
menegakkan disiplin anggota, Divisi Intelijen yang berperan mengumpulkan informasi,
selain Divisi Penyapu yang bertempur di garis depan. Ada juga Pasukan Macan yang
pintar menggunakan panah, dan Pasukan Kelelawar yang biasa bergerak malam hari.
Pasukan Kelelawar terbagi tiga unit: Pasukan Merah, bertugas bertempur di garis
depan, Pasukan Hitam yang menyisir si belakang, dan Pasukan Sisiru yang konon
punya kekuatan magis.
Laskar Kristen yang pal! ing agresif adalah Pasukan Hundai. Selama konflik
berkecamuk, mereka menguasai daerah Tentena, Taripa, dan Napu. Merekalah yang
merekrut laskar pendatang dari Tana Toraja, Silawesi Selatan, dan Flores, Nusa
Tengara Timur, untuk bergabung dalam pasukan berani mati.
Namun, setelah Deklarasi Malino, laskar-laskar itu tak kelihatan lagi. Warga pun
sudah jenuh berperang. "Anggap saja masa itu cuma suatu perang-perangan," kata
veteran Laskar Jihad yang kini bermukim di Poso Pesisir. Ia ingin melupakan
masa-masa penuh kekerasan itu.
Lalu, siapa pelaku penyerangan enam desa di Poso dan Morowali, Jumat dan Ahad
pekan lalu? Syamsu Alam Azis, Deputi Direktur Lembaga Pengembangan Studi dan
Advokasi Hak Asasi Manusia Poso, menuduh para penyerang itu diuntungkan oleh
konflik Poso. "Mereka menganggap konflik se! bagai proyek. Tentu akan kehilangan
penghasilan kalau Poso aman," kata Syamsu, tanpa memperjelas maksudnya.
Menurut Syamsu pula, setiap operasi keamanan hendak dihentikan karena situasi
Poso sudah aman, selalu saja muncul insiden yang memicu konflik baru. Biasanya
berupa ledakan bom dan penembakan misterius tanpa jelas motifnya. Polisi pun
kesulitan mengungkapnya.
Tudingan kepada anggota TNI kerap dilayangkan. Lebih-lebih setelah barang bukti
yang ditemukan mengarah ke jejak tentara. Misalnya peluru buatan PT Pindad,
Bandung, yang diduga dari senjata organik TNI. Panglima TNI, Jenderal Endriartono
Sutarto, mengatakan bahwa peluru tentara itu mungkin dicuri pihak lain, atau
memang dijual oknum anggota TNI yang nakal.
Endriartono pun tegas menyatakan, ''Anggota TNI yang terlibat harus dijedor saja. Dia
harusnya melindungi rakyat, bukan malah menembaki rakyat."
Endang Sukendar, dan Amran Amier (Poso)
Copyright © Gatra.com 2002
|