KOMPAS, Senin, 08 Desember 2003
Terorisme dan Konflik Etnis Masalah Utama
- Bagi Keamanan Nasional Indonesia
Jakarta, Kompas - Seandainya lima tahun yang lalu ada yang bertanya tentang
apakah ancaman terhadap keamanan nasional Indonesia, maka jawabannya pasti
bisa bermacam-macam, kecuali terorisme. Sementara itu, keamanan-dalam
kasus-kasus tertentu, kelangsungan hidup-di banyak negara di kawasan ini
bergantung pada kemampuannya untuk mencegah ancaman yang muncul dari
ekstremisme, konflik antar-etnis, dan nasionalisme etnis.
"Janganlah meremehkan persoalan tersebut. Ingatlah Uni Soviet yang begitu digdaya
dan Yugoslavia hancur bukan karena diserang oleh pasukan asing, tetapi karena
nasionalisme etnis dari warga negara mereka," kata Menteri Koordinator Bidang
Politik dan Keamanan Susilo Bambang Yudhoyono di Hotel Borobudur, Jakarta,
Minggu (7/11), dalam pidato pengarahan pada Konferensi Dewan bagi Kerja Sama
Keamanan Asia Pasifik (Council for Security Cooperation in the Asia Pacific/CSCAP).
Konferensi CSCAP itu diikuti antara lain oleh Menteri Luar Negeri (Menlu) Hassan
Wirajuda, Menlu Australia Alexander Downer, Menlu Timor Timur Jose Ramos Horta,
Deputi Menlu Jepang Ichiro Fujisaki, mantan Menlu Thailand Surin Pitsuwan, serta
tokoh-tokoh dan akademisi dari ASEAN, Korea Selatan, Jepang, Selandia Baru,
Australia, Amerika Serikat (AS), Kanada, dan Rusia.
Yudhoyono mengatakan, terorisme, saat ini, yang muncul sebagai ancaman
global-yang terutama menjadikan orang- orang yang tidak berdosa sebagai
sasaran-juga telah menjadi ancaman yang nyata bagi keamanan nasional dan
kesejahteraan bangsa Indonesia. Bom yang meledak di Bali 12 Oktober 2002 dan
menewaskan warga negara dari 22 negara sama seperti serangan 11 September 2001
di AS yang menewaskan warga negara dari 70 negara.
Menurut dia, perang melawan terorisme, khususnya dalam bentuk yang jauh lebih
canggih, adalah hal yang baru di banyak negara-negara Asia Pasifik. Namun, satu hal
yang unik dalam perang melawan terorisme adalah membuka peluang yang strategis.
Kerja sama intelijen dan kontraterorisme antara AS dan Cina adalah satu contoh.
"Sesungguhnya, kawasan ini belum pernah menyaksikan begitu banyak kegiatan
kontraterorisme seperti yang kita saksikan dalam dua tahun terakhir. Dan, di dalam
proses itu, sesuatu hal yang signifikan timbul, misalnya, munculnya kebudayaan
keamanan yang baru yang mendorong kita semua, tanpa kecuali, bekerja sama
memerangi teror, tidak peduli apakah Anda adalah warga Indonesia, Filipina, Rusia,
Cina, Amerika, Jepang, Australia, atau apa pun kewarganegaraan Anda," kata
Yudhoyono.
Ia menegaskan, kebudayaan keamanan "kerja sama dengan semua" bukanlah
sesuatu yang tidak terhindarkan, atau sesuatu yang diterima begitu saja, tetapi
sesuatu yang harus dipelihara dan dipertahankan secara hati-hati. Pendeknya, dalam
perang melawan terorisme, di mana tidak ada satu negara pun dapat melakukannya
sendiri, tidak peduli seberapa kuat dan berkuasanya, semua negara merupakan mitra
strategis.
Namun, tambahnya, terpisah dari peluang strategis yang diciptakannya, semua harus
menjaga agar perang melawan terorisme itu tidak akan mengarah kepada ketegangan
strategis baru atau memperburuk yang sudah ada. Jika ini terjadi, teroris akan
mendapatkan keuntungan. Sebab itu, persoalan yang harus direnungkan adalah
bagaimana menangani perang melawan terorisme dengan cara memperluas peluang
kerja sama strategis, tanpa menciptakan ketegangan strategis baru.
Hindari ekstremisme
Selain terorisme, Susilo Bambang Yudhoyono juga menyoroti tentang ekstremisme,
konflik antar-etnis, dan nasionalisme etnis. "Bagaimana kita membendung virus
ekstremisme serta konflik antar-etnis dan nasionalisme etnis?" katanya.
Ia menambahkan, "Kita harus menghindari virus ekstremisme, konflik antar-etnis, dan
nasionalisme etnis berkembang, dan memperoleh karakter transnasional. Dalam
salah satu konflik masyarakat di Poso, sebagai contoh, kita menyaksikan
keterlibatan kelompok teroris asing, yang juga membangun kamp pelatihan di wilayah
tersebut, sementara di Aceh, kelompok separatis sempat terlibat dalam
penyelundupan senjata lintas batas."
Menurut dia, pemerintah-pemerintah di sekitar kawasan ini harus menemukan jalan
untuk bekerja sama dan mendukung satu sama lain dalam upaya membendung
virus-virus tersebut dari berkembang, menyebar, dan membahayakan keamanan
nasional. (jl)
Copyright © 2002 PT. Kompas Cyber Media
|